"Sial! Sial! Sial! Ini bukan darahku! Kenapa aku harus selalu bangun dalam keadaan ini? Brengsek kau! Sampai kapan kau akan memanfaatkanku, Masaru!"
****
"Maafkan aku. Tapi kurasa aku mulai menyukai gadis kecil itu. Naomi, hubungan kita sudah berakhir sejak kau memutuskan memilih laki-laki Korea itu."
Shinsuke mengancingkan kembali kemejanya. Menolak untuk melakukan hubungan intim dengan Naomi.
"APA MAKSUDMU, SUKE-KUN?"
"Iya, kurasa aku mulai jatuh cinta kepadanya. Melihatnya tertidur pulas dan damai saat aku pulang, membuat hatiku lega. Matanya, rambutnya, hidungnya, bibirnya, tubuh mungilnya membuatku terus ingin mengaguminya. Aku sangat menghargainya, jadi sampai saat ini pun aku belum berani mencumbunya. Aku tak ingin dia takut terhadapku. Ini memang aneh, tapi aku seolah telah mengenal lama dia. Saat aku tertidur, seolah gadis itu berada di salah satu kenangan. Kami seperti memiliki ikatan sejak dulu," ucap Shinsuke sembari tersenyum setiap kali bayangan Kenkyo berkelebat dalam ingatannya.
"Cih! Omong kosong! Kau bukan dalam usia yang akan jatuh cinta secepat itu, Suke-kun." Naomi memakai lagi bajunya. Usahanya memancing napsu Shinsuke telah gagal. "Dan apa kau bilang? Ikatan batin, hah? Aku berani bertaruh jika dalam 3 bulan kau akan bosan dengannya. Dan pada akhirnya kau akan kembali mencariku."
Shinsuke menarik sudut kanan bibirnya. Ucapan Naomi ada benarnya juga. Selama bergonta-ganti wanita, ia tak pernah lebih dari 3 bulan. Pada akhirnya ia akan kembali pada Naomi, karena baginya Naomi adalah yang paling mengerti akan dirinya.
*****
Shinsuke melewati toko bunga. Ia melihat sejenak dari arah jendela. Ada satu jenis bunga yang menarik perhatiannya.
Bunga Lily. Bunga itu sangat disukai oleh Kenkyo selain mawar. Dia benar-benar polos dan suci bagai kertas putih, tanpa noda. Yah, putih dan indah layaknya Lily. Terkutuklah Shinsuke yang sudah mengejek kepolosannya dahulu. Ia telah terperangkap atas keluguan gadis itu. Seharusnya ia
Shinsuke membanting tubuh mungil Kenkyo ke ranjang. Ia mengunci pergerakan tangan Kenkyo menggunakan tangan kekarnya.
"KENAPA? KENAPA HARUS PADA DIA KAU BERIKAN KESUCIANMU, HAH?" bentak Shinsuke tepat di atas wajah Kenkyo.
"A-apa maksud Anda?"
"Jangan berlagak bodoh! Kau mengkhianatiku, Bocah! Kau dan Yamada sering menghabiskan malam, bukan? Kau benar-benar munafik. Bersedia menjadi 'pelayan' laki-laki brengsek itu. Sahabat apanya? Persahabatan kalian itu kotor! Aku muak pada kalian!"
Shinsuke berteriak kembali, membuat Kenkyo memalingkan wajahnya.
Plak!!
Shinsuke menampar pipi kiri Kenkyo, memaksa Kenkyo untuk menatap wajahnya.
"KALAU SUAMIMU BICARA, TATAP MATANYA, BOCAH!"
Mata Kenkyo berkaca-kaca. Bibirnya bergetar menahan tangis dan sakit. Hatinya begitu sakit mendengar tuduhan itu.
"Sa-saya tak pernah mengkhianati A-Anda, Takahashi-sama." Suara Kenkyo bergetar. Beberapa tetes air mata berhasil lolos dari mata sayunya.
"PEMBOHONG!! SAMPAI KAPAN KAU AKAN TERUS MEMBODOHIKU, HAH?!"
"Sa-saya .... saya ...."
"Kau benar-benar menjijikkan, Bocah!" Shinsuke melepas cengkeraman tangannya dari pergelangan tangan Kenkyo. Ia berjalan ke luar kamar, meninggalkan Kenkyo yang meringkuk di ranjang. Kenkyo menangis sesenggukan, meratapi nasib buruknya selama ini.
*****
"Sumpah demi Kami-sama! Aku tidak pernah melakukan itu bersama istri Anda. Dia ... tidak serendah itu!" Yamada memegang hidungnya yang berdarah. Mukanya juga babak belur dihajar Shinsuke.
Napas Shinsuke menderu. Amarahnya membuncah, seolah hanya bisa dihentikan jika ia mencabut nyawa orang di depannya itu.
Ia berjalan mendekat ke arah Yamada yang masih meringkuk di lantai. Mereka berada di rumah Naomi saat ini. Awalnya Yamada hanya ingin mengunjungi Bibinya itu, Naomi. Namun, siapa sangka ini yang mengantarnya pada sosok menyeramkan layaknya dewa kematian, Shinsuke.
Naomi tak berada di rumah. Entah takdir macam apa yang membawa Shinsuke hingga dapat melacak keberadaan Yamada. Tak ada ampun. Shinsuke kembali menghajar tubuh kecil Yamada.
"Takahashi-sama! Aku bisa melaporkan Anda atas tuduhan penganiayaan." Yamada berucap di tengah kepanikannya. Ia tak kuasa melawan. Kekuatan Shinsuke puluhan lipat lebih tangguh dari dirinya. Memang apa yang diharapkan dari pemuda yang kurus dan kurang tinggi ini?
Shinsuke menarik kerah baju Yamada untuk berdiri. Ia menubrukkan tubuh Yamada ke dinding.
"Dan apa kau tahu hukuman untuk orang yang tidur dengan istri orang, hah?"
Tubuh Yamada bergetar hebat. Ia dapat merasakan seluruh tulangnya ikut gemetar.
Shinsuke menyadari ketakutan yang maha dahsyat ditampilkan Yamada. Ia meyeringai, lalu melepaskan cengkeramannya. Otomatis tubuh Yamada kini jatuh terduduk.
"Akan hilang kemaluannya, bagi siapa pun yang melakukan itu."
*****
Shinsuke mengajak Kenkyo untuk pergi ke cafe. Ia ingin segera menyelesaikan kegelisahannya. Jika memang ia ditolak, terserahlah. Toh dia duluan yang memperingatkan Kenkyo untuk tidak jatuh cinta padanya. Jika memang bukan yang pertama, Shinsuke ingin menjadi yang terakhir yang memiliki hati Kenkyo. Dan lagi ia ingin mencoba melupakan kesalahan istrinya. Lagipula sepertinya Kenkyo tak sepenuhnya salah. Kalau saja pemuda brengsek itu tak mengganggunya.
Kecanggungan menyelimuti mereka. Shinsuke mengaduk-aduk Americano yang ia pesan. Belum berniat untuk menikmatinya. Sejenak dilihatnya Kenkyo yang mulai terhanyut dalam kenikmatan cokelat hangat favoritnya. Perempuan itu memang cantik, terlepas dari segala sifat menjengkelkannya. Termasuk sifat penurut yang menurut Shinsuke sangat mengesalkan. Seolah Kenkyo menganggap Shinsuke hanya sebagai majikan.
"Suke-kun~~~!" teriak seorang perempuan. Sontak membuat Kenkyo & Shinsuke menoleh ke arahnya. Mata Shinsuke membeliak saat tahu siapa pemilik suara yang baginya kini menjijikkan itu.
Naomi yang tiba-tiba datang, kini duduk di sebelah Shinsuke. Ia mengenggam tangan Shinsuke yang berada di atas meja. Ia sama sekali tak mengganggap keberadaan Kenkyo.
Kenkyo hanya menunjukkan keterkejutannya sejenak, tapi kemudian ia kembali menikmati cokelat hangatnya. Sepertinya ia tahu maksud Shinsuke membawanya ke cafe ini. Ia terlalu bodoh jika menganggap Shinsuke mulai tertarik terhadapnya. Kejadian malam-malam sebelumnya mungkin hanya lelucon bagi lelaki berkumis tipis itu. Seharusnya Kenkyo sudah tahu itu.
"Aku hamil!" ucap Naomi yang memberikan serangan terkejut bagi Shinsuke dan Kenkyo untuk kedua kalinya.
Hening.
Shinsuke menghela napas panjang, lalu mengembuskannya. Ia berusaha mengontrol emosi. Tangannya yang sedari terkepal, kini melemas.
"Lalu? Untuk apa kau beritahu pada kami?" Shinsuke berusaha keras untuk terlihat santai. Namun, sebenarnya ia takut. Ia takut pandangan Kenkyo terhadapnya akan berubah. Kenkyo begitu menghormati dirinya sebagai sosok yang dewasa dan dermawan. Namun, jika seperti ini ...
"Ini anakmu, Suke-kun!" pekik Naomi, membuat semua mata tertuju pada meja mereka.
"Bagaimana bisa kau seyakin itu, hah? Memang kau kira aku tak tahu berapa lelaki yang sudah mengencanimu? Jangan coba menipuku, Naomi!"
"Aku berkata yang sebenarnya, Suke-kun. Ini benar-benar anakmu." Naomi menuntun tangan Shinsuke untuk menyentuh perutnya. "Sudah berjalan 8 minggu. Kau pasti bisa merasakan kehadirannya, kan?"
Shinsuke menarik tangannya, cepat. Ia melihat kembali ke arah Kenkyo yang sedari tadi menunduk. Apa ia benar-benar tak terganggu dengan hal ini? Apa posisi Shinsuke selama ini tak lebih dari seorang dermawan yang memungutnya? Shinsuke benar-benar kesal pada sikap acuh Kenkyo.
Sepertinya Shinsuke perlu mengujinya.
Shinsuke melirik ke arah Kenkyo.
"Baiklah kalau begitu. Naomi, kau boleh tinggal bersamaku hingga anak itu lahir. Setelah lahir kita dapat memastikan anak itu benar anakku atau bukan."
Brak!!
Kenkyo menggebrak meja dan bangkit. Tangannya terkepal erat, tapi ia tetap menunduk. Sama sekali tak ingin melihat Shinsuke dan Naomi yang berada di hadapannya.
Shinsuke dapat melihat perempuan itu menyembunyikan mati-matian air matanya. Senyuman manis terulas dari bibir Shinsuke. Ia malah merasa lega jika respons Kenkyo seperti ini. Sepertinya masih ada kesempatan.
"Maaf! Aku ada acara sekarang. Terima kasih untuk minumannya, Takahashi-sama." Kenkyo menunduk ke arah Shinsuke. Ia mengambil tas dan buru-buru pergi dari tempat terkutuk itu.
Shinsuke tersenyum kembali melihat Kenkyo yang semakin menjauh.
"Manis. Benar-benar manis istriku," gumamnya.
"Apa yang kau bicarakan, Suke-kun?" tanya Naomi yang membuyarkan fantasi Shinsuke akan istrinya.
"Kenapa kau masih di sini, hah?!" bentak Shinsuke. Ia kini merasa jijik pada Naomi. Bisa-bisanya wanita itu menuntut pertanggung-jawabannya.
"Aku memang dari tadi di sini. Dan itu ... kau sungguh ingin aku tinggal bersamamu?"
"Cih! Bermimpilah saja kau, Jalang!"
Shinsuke mengambil mantelnya dan berjalan keluar.
"Suke-kun! Shinsuke!!!"
To be continued ....