Juwita menatap teman-temannya yang tengah mendirikan tenda sedangkan ia dan Yeri membuat api unggun. Yuki tengah sibuk menenangkan Gara yang sendari tadi terus menangis keras.
Setelah 2 jam perjalanan dari perbatasan kota, mereka akhirnya menemukan sebuah lahan kosong di pinggir jalan. Karena hari semakin larut dan tidak mungkin untuk melanjutkan perjalanan, mereka memutuskan untuk singgah sejenak hingga pagi menyingsing.
Juwita menatap jalanan yang berupa tanah, tidak lagi terbuat dari aspal. Gadis itu termenung.
"Mau masak apa?" pertanyaan Yeri sontak membuat lamunan Juwita buyar.
"Yang gampang aja dulu, lo pasti capek," jawab Bima, "Indomie juga nggak papa,"
"Oke deh, tolong ambilin mienya dong, sama panci sekalian eh air juga,"
"Iya," Yuda mengangguk, segera melesat menuju mobil Lucas yang terparkir tidak jauh dari sana.
"Di mobil Om Alan ada apa aja?" tanya Yuki.
"Cuma tiker, selimut, sama bahan makanan dikit sih. Tapi lumayan bermanfaat," jawab Bima.
"Oh gitu," gadis itu mengangguk, "Gila gede bener tendanya,"
"Gue juga kaget ternyata punya tenda segede itu," balas Arjun, "Nanti cowok-cowok gantian jaga ya,"
"Dua jam sekali ganti ya jaganya," sahut Lucas.
"Oke,"
"Eh minta air mineralnya boleh?" tanya Yuda.
"Oh mau minum?" tanya Bima.
"Enggak, mau sholat. Duh tadi mana gue lupa sholat asar," rutuk Yuda.
Hening sebentar hingga Yeri berdehem, "Ambil aja di mobil Lucas, lo bawa alat sholat emang?"
"Bawa kok, ayo sholat jamaah,"
Yuki menunduk sebentar, tampak menimbang-nimbang.
Tak lama kemudian gadis itu beranjak, "Gue naruh Gara dulu, udah tidur dia,"
"Emang lo bawa alat sholat?" tanya Juwita.
"Tadi gue udah masukin mukena banyak kok di mobil," Yuda menjawab, "Tadi nemu di rumahnya Arjun, sayang kan kalo kena bom. Sama ada Al-Qur'an juga,"
"Oh iya, yaudah ayo," Arjun mendahului, "Wudhunya gantian ya,"
"Oke, biar gue gelar tiker dulu," balas Bima.
"Jangan lupa doain ya lain ya," Yuki tersenyum getir.
***
Yuki menatap langit-langit tenda kosong, di samping kanannya Gara sudah tertidur pulas, Yeri di samping kirinya juga demikian.
Gadis itu mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping menghadap Gara, dan Lucas.
"Belum tidur?" bisik pemuda itu yang di balas gelengan Yuki, "Mau keluar? Bentar lagi giliran gue jaga,"
"Boleh," gadis itu tersenyum singkat lalu beranjak.
"Loh ngapain keluar?" tanya Yuda, "Masih setengah jam lagi jatah lo jaga Cas, ini juga Yuki ngapain keluar?"
"Lo tidur aja nggak papa," ujar Lucas, "Biar gue sama Yuki yang jaga,"
"Nggak papa nih?"
"Nggak papa kok," Yuki tersenyum menenangkan, "Tolong jagain Gara ya, gue ngobrol sama Lucas sebentar,"
Yuda mengangguk, tampak ragu-ragu.
"Udah sana nggak papa," Yuki mendorong pemuda itu agar segera memasuki tenda, "Gue mau ngobrol nih,"
"Iya iya nyai maap ganggu,"
Yuki terkekeh kecil, lalu mendudukkan diri di samping Lucas hingga keduanya kini duduk berdampingan dekat api unggun dengan sebuah tikar kecil sebagai alas. Gadis itu melirik jam tangannya, masih penunjukkan pukul setengah duabelas malam, masih cukup lama hingga matahari terbit.
"Badan gue lengket," ujar Lucas, "Padahal tadi siang udah mandi,"
"Gue juga,"
"Lagi kepikiran sesuatu ya?"
"Hmm?" sang gadis menoleh, "Kok tau,"
"Gue udah kenal lo dari bayi Ki. Udah hafal gue sama lo mah,"
Yuki kembali terkekeh, menyandarkan kepalanya pada bahu Lucas, "Sekarang gue sadar,"
"Sadar apa? Lo kesurupan emang?"
"Nggak gitu ih," jemari gadis itu beralih mencobit paha yang lebih tinggi, "Selama ini ternyata gue jauh banget sama tuhan. Di kasih cobaan kaya gini baru gue sadar, nggak tau diri ya?"
Lucas menghela napas berat, "Gue juga mikir kaya gitu, kayanya kita udah jauh banget sama tuhan. Dari kecil kita udah bergelimpang harta sampe lupa sama agama,"
Sang gadis mengangguk singkat, "Merasa jadi anak setan gue sekarang,"
"Nggak gitu hahaha,"
"Ih jangan ketawa," Yuki mencebik kesal, "Sekarang gue nggak tau, masih punya muka nggak di depan tuhan,"
"Tuhan itu selalu memaafkan hambanya," Lucas merangkul bahu Yuki, "Gue bukan cowok baik-baik yang bisa nuntun lo ke arah yang bener. Gue juga bukan cowok agamis yang bisa ngajarin lo tentang agama. Dejujurnya bahkan gue cowok brengsek yang jauh banget sama tuhannya. Tapi kalo lo mau belajar buat jadi lebih baik, ayo jalan sama sama,"
Gadis itu mengangguk, "Ayo jalan sama-sama,"
Lucas tersenyum, "Mau begadang?"
"Besok lo nyetirnya gimana?"
"Gue kuat kok, kan tadi sempet tidur satu jam,"
"Jadi tadi lo kebangun?"
"Iya habisnya lo gerak-gerak mulu kaya cacing," pemuda itu mendengus, "Biar yang lain istirahat aja,"
"Boleh, kalo udah subuh kita bangunin mereka,"
***
"BANGUNNN BANGUNNN SAHURRR SAHURR," teriak Lucas rusuh, memukul panci di tangannya dengan sebuah sendok sayur, "BANGUN GAES BANGUNN,"
"Udah jatah gue jaga?" Arjun membuka sebelah mata sembari meregangkan tubuhnya.
"Udah bangun, sholat gaes sholah," sahut Yuki, "Ayo bangunnn,"
"Oek oek oek,"
"Yah Gara bangun," Yuki cemberut, "Gara bobok aja, sini sama kakak uwu,"
"Apasih ribut banget, kayaknya gue udah bagian jaga," erang Yuda, "Udah ah gue mau tidur lagi,"
"Ini giliran siapa sih?" Bima membuka mata, tampak bernatakan dengan rambut pendeknya yang mencuat kesana kemari seperti landak.
Lucas tertawa keras melihat penampilan temannya, "Udah bangun, sholat subuh,"
"HAH UDAH SUBUH?" kaget Arjun, "Yah gue skip jaga dong ini?"
"Udah buruan bangun kalian?" Yuki menatap datar teman-temannya, "Gara sini dulu ya," gadis itu kembali menidurkan sang adik diatas kasur lipat dengan selimut berlapis-lapis agar bayi itu tidak merasa kedinginan.
"Ayo solat woy," Lucas kesal, menarik lengan Arjun yang berada paling dekat dengannya keluar dari tenda, "Ayo buruan,"
"Duh duh pusing, masih ngantuk nih gue," pekik Juwita kesal.
Yeri mendengus, tanpa banyak bicara segera mengambil air wudhu.
"Buruan gaes," Yuki tersenyum lebar, duduk diatas tikar lembab dengan menakai sebuah mukena, "Bentar lagi kita berangkat,"
"Nggak mandi dulu? Badan gue pliket ini," Yuda menjerit.
"Nggak akan sempet mandi, kalo lo mau mandi pake debu ya nggak papa," acuh Bima.
"Buruan, gue mau bikin sarapan ini," Yeri berdecak, "Lama banget sih kek cewek,"
"Ya bentar dong, nggak khusu' ntar gue wudhunya," Arjun berdecak kesal.
"Ngaku aja situ emang lelet Jun," sahut Yuda, "Kaya cewek beneran lo serius,"
"Damn,"
"Heh language, ada Gara, ntar dia ikut-ikutan toxic kaya lo," omel Yuki.
"Kaya lo nggak toxic aja," cibir Arjun, "Sarungnya mana woy?"
"Itu di pojokan, mata tuh di pake, jangan cuma mulutnya aja,"
"Iya maap sayang,"
"Bucin,"
Arjun menatap Bima sengit, "Sirik aja jones,"
"Udah jangan ribut, ayo buruan sholat, keburu siang," Yuda menengahi.