Yuki berteriak kesakitan ketika Yeri mencoba membersihkan luka-lukanya. Begitu pula dengan Arjun yang memekik keras kala Bu Mila--bidan desa--tengah mengeluarkan peluru dari dalam tubuhnya.
"INI NGGAK ADA BIUS APA?" pemuda itu menjerit, tangan kanannya di cekal erat oleh Yuda, dan tangan kirinya meremat jemari Juwita.
"UDAH DIEM AJA DEH JUN! MAKIN SAKIT INI GUE," Yuki ikut menjerit, "HWAA YERI PELAN-PELAN,"
"INI UDAH PELAN ASTAGA," yang di teriaki melotot kesal, lalu dengan sengaja menekan kapas pada luka temannya.
"BASTARD YERI! I HATE YOU! YOU'RE MY ENEMY RIGHT NOW!"
Lucas tertawa melihat tingkah tunangannya, "Udah deh Ki, luka segitu doang,"
"SEGITU DOANG KATA LO! SAKIT INI!"
"LEBIH SAKIT GUE BEGO AWWW BU PELAN PELAN," bibir Arjun bergetar dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aduh Jun jangan nangis dong," Juwita kelabakan, "Aduh Jun astaga,"
"LUCAS VIDEOIN BURUANN," seru Bima semangat.
"TEMEN BANGSAT KALIAN EMANG,"
"JANGAN DI KASIH OBAT MERAHH NANTI TAMBAH SAKITT," Yuki beranjak lalu segera berlari keluar rumah Pak Budi.
"LUCAS BINI LO KABUR!"
"BENTAR LAGI VIDEOIN ARJUN,"
Yuda memijat pangkal hidungnya yang berdenyut nyeri, "Maaf ya Bu, memang kalo mereka suka ngegas gitu,"
"BIMA BURUAN KEJAR YUKINYA!"
"IYA NYAI BENTAR,"
Bu Mila tersenyum, "Nggak papa kok, namanya juga anak muda,"
***
"Jadi Yer, gimana?" tanya Bima.
Semuanya kini duduk melingkar di ruang tengah rumah Pak Budi dengan Arjun yang masih meringis sakit atau Yuki yang menangis tersedu-sedu.
"Bentar, Ki diem dulu kek," Yeri melotot galak.
"Sakit banget.. hiks.. hweee,"
"Perasaan waktu kena peluru nyasar lo nggak nangis deh Ki," Lucas menatap gadis itu aneh.
"Soalnya waktu itu pake bius ngobatinnya sekarang enggak.. hiks,"
"Lupa kalian kalo Yuki bakalan nangis kejer kalo lukanya diobatin?" Juwita menatap teman-temannya malas, "Apalagi kalo dikasih obat merah, bisa sehari semalem dia nangisnya,"
"Lah waktu kena peluru kenapa nggak nangis? Kalo biusnya habis sakit kan?"
"Tapi nggak sesakit.. hiks.. waktu lukanya.. hiks.. dikasih obat merah.. hiks.. sakit banget tau,"
"Udahlah skip aja," Arjun memutar bola matanya malas.
"Oke, sekarang gue jelasin," Yeri menghela napas, "Kalo menurut gue, mereka ada hubungannya sama zombie-zombie yang sampe sini. Kalian logika aja deh, kalo beneran mereka nembak Arjun sama Yuki dari atas pohon tanpa takut sama zombie. Pasti ada dua kemungkinan-"
"Kemungkinan yang pertama mereka punya vaksinnya, dan kemungkinan yang kedua, mereka naik ke pohon dulu sebelum lepasin zombie-zombie itu,"
"Lepasin zombie?" Bima mengernyit.
"Iya, bisa aja mereka sengaja bawa zombie-zombie itu kesini. Nggak mungkin kan kalo zombie itu dari kota? Atau kalo misal dari daerah sekitar sini. Terlalu imposible waktu inget kita aja yang manusia lumayan kesusahan buat sampe di desa ini. Yakali zombie bisa semudah itu, dan sebanyak itu, apalagi kemaren kita sama sekali nggak nemuin zombie di perjalanan kan? Yakali secepet itu mereka jalan sampe kesini,"
"Ah iya, apalagi mereka jalan aja masih kayak gitu," Bima menyetujui, "Tapi buat apa? Yakali randomly lepasin zombie di desa orang? Nggak mungkin kan? Dan nggak mungkin juga mereka asal-asalan nembak? Kalo misal nih ya, tujuan mereka mau nembak zombie dan kebetulan kena Arjun atau Yuki, nggak masuk akal kalo itu cuma di sebut kebetulan,"
"Bener juga, apalagi penampilan zombie sama manusia beda banget," Yuda menimpali.
"Make a sense nggak sih kalo mereka itu mereka yang di maksud bokapnya Arjun?"
Hening.
Semuanya sibuk dengan pikirannya masing-masing setelah mendengar perkataan Lucas.
"Yang kemaren kalian bilang kuda itu?" Bima memastikan.
"Iya, yang jalannya nggak bisa di cerna pake akal sehat," jawab Juwita.
"Bisa aja," Yuki berujar dengan suara seraknya, "Tapi apa motifnya, itu yang kita nggak tau,"
"Kita belum bisa mastiin itu bener si kuda atau bukan, jadi kita nggak bisa mastiin apa motifnya," Lucas beranjak, "Gara nangis tuh,"
"Sampe nggak sadar gue," Yuki meringis.
"Udah, mending pada mandi aja. Udah sore, nggak eneg kalian bau gini?" ujar Arjun.
"JANGAN DIINGETIN GUE JADI MAU MUNTAH," Yeri berteriak kesal, tak lama kemudian gadis itu berlari menuju dapur.
"Minyak kayu putinya tadi lo taruh mana Ki?"
"Bukannya lo yang bawa ya Juw?"
"Enggak ih, lo yang bawa,"
"Ini gue yang bawa," Yuda melemparkan benda yang di maksud ke arah dua gadis itu.
"Ki, tolong ambilin kompres instan sama obat demam dong,"
"Mau buat apa?"
"Gara beneran demam,"
"Shit," Bima bergumam.
"Aduh, bentar deh,"
"Maaf ya, jadi demam gini," ujar Bu Asri tampak sangat merasa bersalah.
"Enggak kok buk," Yuda tersenyum kecil, "Namanya juga anak kecil pasti gampang sakit,"
"Gara kenapa?" tanya Yeri, sebelah tangannya memegang botol miyak kayu putih dengan tangan yang lain memijat pelipisnya.
"Demam dia," jawab Lucas.
"Nih nih," Yuki menghampiri Lucas, segera memasangkan kompres instan kepada bayi yang berada di gendongan pemuda itu, "Obatnya langsung minumin aja?"
"Iya, kasih aja," jawab Yuda.
"Gue nggak tega," gadis itu melengkungkan bibirnya, "Jangan gue deh,"
"Bunuh orang tega lo, tapi cuma minumin obat nggak tega," gerutu Juwita.
"Beda konsep itu," seru Yuki tak terima, "Dahlah, gue mau tidur siang,"
"Udah sore Ki, mandi aja sana,"
"Iya deh, ntar gantian jagain Garanya," ujarnya segera berlalu keluar.
"Kalian bawa baju ganti?"
"Bawa kok bu, di mobil," jawab Yeri ramah, "Aduh mau muntah lagi,"
"Eh lagi sakit nak?" tanya Bu Asri khawatir.
"Tidak kok bu, memang sering mual kalau habis lawan zombie," jawab Arjun lengkap dengan cengiran lebarnya, "Perut Yeri sensitif soalnya,"
"Ah begitu,"
"Arjun, hape lo bunyi,"
"Bawa sini Bim,"
"Nih,"
"Ayah telfon gaes,"
"Angkat buruan," desak Juwita yang tengah memberi Gara obat.
"Halo yah?"
"Arjun! Kamu dimana? Kamu selamat kan nak?"
"Arjun nggak papa kok Yah, sekarang Arjun udah di bukit yang ayah maksud,"
"Kamu di mana?"
"Di desa--,"
"Di desa? Kamu nggak papa? Bukannya di situ habis ada penyerangan zombie?"
"Iya yah, Arjun nggak papa kok, cume kena tembak di paha,"
"Hah dasar keparat itu, oke Arjun, lebih baik kamu sama temen-temen stay di sana dulu dua hari ke depan buat istirahat. Setelah itu kalian ke puncak, pasti kamu sudah tau tentang gedungnya kan? Nah ayah di sana,"
"Siap yah, tapi, apa benar zombie itu sengaja di lepas?"
"Oh zombie di desa itu? Mereka sengaja melepasnya, ayah akan jelaskan kita kita sudah bertemu nanti. Ayah matikan dulu, selamat siang,"
"Selamat siang,"
"Kaku banget kayaknya," gumam Bima.
"Emang, gue sama ayah nggak pernah deket, hibungan kita bisa di katakan not good,"
"Ah gitu,"
"Berarti kita ke puncak 3 hari lagi dong?"
"Iya, bu apa jalan ke puncak bukit bisa di lalui dengan mobil?" tanya Lucas.
"Bisa kok, tapi medannya agak sedikit sulit,"
"Alhamdulillah, yang penting bisa sampe sana," sorak Yuda.