Juwita tertawa lebar saat bermain bersama beberapa balita, Arjun yang melihatnya ikut terkekeh kecil.
"Arjun liat! Adeknya mirip lo," seru Juwita girang.
"Eh iya, mirip gue waktu kecil," pemuda itu tersenyum, membawa seorang balita perempuan yang berumur 3 tahun ke dalam gendongannya.
"Udah mirip keluarga bahagia kalian," Profesor Hardi berjalan mendekati mereka.
"Calon calon kan hehe," Arjun melemparkan cengiran lebarnya, "Besok lulus langsung nikah,"
"Enak banget bilang habis lulus langsung nikah, sukses dulu jangan lupa," omel Yuda.
"Hahaha bener tuh," Profesor Herdi mengangguki ucapan Yuda, "Eh saya mau ke ruangan dulu,"
"Okeyy,"
"Dengerin tuh Jun," kompor Lucas.
"Lo juga katanya lulus mau nikah ya babi,"
"Language please sir," Yeri mengingatkan, "Enak kalian udah ada calonnya, noh kasian Bima sama Yuda,"
"Kaya lo udah ada calonnya aja," balas Bima malas.
"Lucas,"
Sang empunya menoleh, diikuti beberapa orang di sana.
"Bang Dirga?" lirih pemuda itu.
"Udah gede ternyata lo ya," Dirga tersenyum kecil, menarik tubuh Lucas ke dalam pelukannya, "Sekarang udah lebih tinggi ya dari gue,"
"Lo kemana aja? 8 tahun ilang nggak ada kabar,"
Dirga tersenyum, "Gue lanjutin study pake beasiswa, dan ya lo bisa liat sekarang, gue jadi rekannya Om Alan,"
"Kak Maurine--"
"Hai Lucas,"
"Kak," pemuda itu tersenyum kecil lalu berjongkok untuk menjajarkan tingginya dengan balita yang berada di samping wanita yang di panggilnya Maurine itu, "Hai princess, siapa namanya?"
"Ditanyai sama om tuh, siapa namanya?"
"Vela om," jawabnya malu-malu.
"Aa gemoy," pekik Yeri.
"Mama!"
"Ah Vero come here,"
"Why?"
"He is your uncle, Lucas,"
"Hai uncle, ma mame Velo,"
"Hai jagoan," Lucas membawa balita itu ke dalam gendongannya, "Berapa umurnya?"
"2 tahun,"
"Jangan bilang kalian nikah waktu Bang Dirga masih kuliah?"
"Enggak kok, dia ambil aksel, kuliahnya juga nggak sampe 4 tahun, jadinya dia lulus gue masih semester 4,"
"Dia abangnya Lucas," Arjun berujar, "Namanya Bang Dirga, dan itu istrinya Kak Maurine, dia diusir dari rumah gara-gara jatuh cinta sama orang yang nggak seharusnya, padahal keluarganya Kak Maurine juga kaya loh,"
"Separah itu?" Bima melotot, "Gila sih,"
"Bang, Kak, kenalin Yuki," Lucas menarik lengan Yuki untuk berdiri di sampingnya.
"Yuki itu kan? Temen lo? Astaga kok jadi cantik gini? Dulu dekil banget kayaknya," seru Dirga heboh.
"Ih apaan sih Bang," Yuki mencebik kesal, "Muka gue lagi kayak mumi, nggak cantik,"
Lucas tertawa kecil, "Kita udah tunangan,"
"Hah? Jangan bilang--"
"Iya, tapi gue nggak mau nolak, soalnya dia Yuki, bukan yang lain,"
"Bucin," seru Arjun, "Eww geli,"
"Itu Arjun, sampingnya Juwita, Yuda, Yeri, Bima,"
"Hai, gue Dirga, abangnya Lucas,"
"Hai bang," Arjun tersenyum, "Sukses ya lo sekarang,"
"Alhamdulillah,"
"Eh, bunda gimana? Astaga--"
"Nyokap lo udah di evakuasi, untung aja Maurine sama anak-anak buru-buru gue bawa ke sini, kalo nggak ldr gue,"
"Lebay," cibir Lucas, "Bucin,"
"Nggak sadar diri," desis Yeri.
"Ada berita baru!" seru Profesor Hardi.
"Apa?!"
"Mereka! Sekarang melarikan diri ke Swiss, dan menyebarkan virus zombie baru yang lebih berbahaya,"
Sontak tubuh semuanya menegang mendengar berita itu.
"Mereka akan kembali dalam 2 bulan,"
"Kita harus tetap di sini sampai mereka kembali, siapkan diri, kita akan melawan mereka, dan para zombie sekaligus," Profesor Alan menyahut, "Lembaga militer juga pasti akan kewalahan karena virus zombie pasti akan menyebar hingga daerah lain, kita harus membantu mereka,"
"Tugas kita sekarang menangkap mereka, menjebloskan mereka ke dalam penjara, lalu mengambil vaksin untuk virus zombie baru,"
***
Lucas berdiri di samping Yuki. Menatap pemandangan indah di depan sana dari lantai dua gedung. Sangat indah. Yuki menyukainya, "Ki," panggil Lucas.
Sang empunya nama sontak menoleh, menatap penuh tanya ke arah lelaki itu, "Kenapa Cas?"
"Gue janji bakalan selamat demi lo,"
"Gue pegang janji lo dude. Jangan mati. Gue bakalan benci sama lo kalo misalnya lo mati atau jadi zombie," balas gadis itu, menepuk bahu lelaki di sampingnya beberapa kali seraya terkekeh, "Kalo aja situasinya beda. Gue bakalan seneng banget di sini. Banyak anak anak. Pemandangannya bagus. Ijo ijo. Sayang aja, kondisinya nggak memungkinkan banget buat ngelakuin hal itu. Buat seneng seneng. Karena justru kita lagi sulit banget sekarang,"
Lucas terkekeh, merangkul bahu Yuki, membawa gadis itu untuk merapat padanya, "Lo nggak perlu khawatir. Semuanya bakalan beres. Bakalan selesai kok. Tapi untuk itu gue mohon banget sama lo buat tetep terus berdiri di samping gue ya? Jangan pergi kemana mana apalagi jadi zombie. Lo cuma diijinkan berdiri melawan mereka bareng sama gue. Ya Ki?"
"Iya gue ngerti Cas," Yuki terkekeh, menyandarkan kepalanya pada bahu pemuda itu seraya menghela napas berat, "Gimana ya sama papa mama. Ayah bunda. Mereka baik baik aja nggak ya?"
"Gue nggak tau. Gue nggak bisa memastikan itu. Coba nanti kita tanyain ke Om Alan tentang mereka,"
"Di kota gimana ya Cas? Apa semuanya nggak selamat?"
"Gue nggak tau," Lucas menunduk, menatap ujung sepatu miliknya yang mulai lusuh, "Semoga aja masih ada yang selamat. Coba aja Dino sama Sonya masih ada di sini. Atau juga Mark. Mereka jelas bakalan seneng banget ada di puncak. Mark sih, dia jelas bakalan girang banget karena bisa liat banyak pohon. Lagian, siapa yang naruh ranjau di sana sih. Gue bener bener nggak habis pikir,"
"Bisa di bilang itu buat ngebunuh zombie nggak sih? Termasuk bomnya juga. Sekarang kita mikir ke depannya bakalan gimana aja oke? Jangan mikir yang lain. Mereka jelas udah bahagia diatas sana kok. Tugas kita sekarang adalah nyelametin diri. Nyelametin banyak orang dari zombie zombie itu," Yuki tersenyum simpul, membawa jemari Lucas untuk ia genggam dengan erat, "Kita udah dateng sejauh ini Cas. Kita harus semangat buat jalanin ini semua,"
"Iya. Lo bener," Lucas mengusap rambut Yuki dengan tangannya yang lain, memejamkan mata sejenak untuk menarik napas panjang. Perjalanan mereka masih panjang. Dan ini masihlah permulaan. Masih banyak. Sekali yang harus mereka lakukan. Zombie zombie itu jelad tidak akan hilang dengan sendirinya. Dan merekalah kini yang bertugas untuk membunuh zombie zombie itu, "Janji lo bakalan tetep stay di samping gue,"
"Iya. Gue janji. Dan kalau tuhan mengijinkan,"
"Jangan bilang kaya gitu,"
"Kita nggak akan sampe di sini kalo bukan karena ijin tuhan Cas,"
"Iya. Cuma gue takut. Lo bakalan pergi. Cuma lo satu satumya yang gue percaya Ki,"
"Ada yang lain Cas,"
"Yuki...,"
"Oke oke,"