Cantik, ternyata khayalanmu liar juga.
—Bianca West
Pesan itu yang pertama kali kulihat saat membuka kotak masuk surat elektronik pribadi milikku. Seketika rasa horor menyeruak melingkupi sekeliling. Melihat isi pesan serta pengirimnya.
Bianca West.
Itu namaku dan selalu kusematkan di setiap aku menulis surat atau pun pesan singkat.
Awalnya aku pikir itu hanyalah perbuatan iseng seorang penindas. Yang mencoba menakutiku dengan berperan sebagai tiruan saat melakukan tipuan. Tapi saat melihat alamat surat elektronik yang merupakan salinan sempurna dari milikku.
Aku langsung mengetahui ada yang meretas akun yang kugunakan.
Siapa ini? Tindakanmu sangat tidak menyenangkan dan termasuk kategori kriminalitas.
—Bianca West
Setelah mengirimkan pesan itu, aku tidak menunggu si Peretas untuk membalasnya. Langsung pergi ke halaman pengaturan untuk mengganti kata sandi milikku. Namun ketika halaman selesai terunduh, aku malah terlempar keluar dari akun yang semula kugunakan.
Dan saat mencoba untuk masuk kembali, kata sandiku ditolak. Aku mencoba membukanya lewat alternatif lain—Jaring Sosial. Tapi sama seperti sebelumnya sandi yang kugunakan ditolak oleh server.
Detik kemudian ponselku berdering. Aku melemparkan tatapan takut bercampur curiga saat mendengarnya. Dengan gementar aku mengambil ponselku dan melihat layarnya. Di sana tertera pesan singkat yang dikirim melalui nomor yang hanya memiliki empat angka layaknya operator provider.
Kubaca apa yang tercantum di sana.
Pengirim : xxxx
Hei Cantik, maaf untuk sementara semua akunmu kuamankan.
Segera kubalas pesan itu. Meski ada kemungkinan pesan yang kukirim tidak akan sampai.
Penerima : xxxx
Siapa kamu? Apa keinginanmu melakukan itu!
—Bianca West
Tidak sampai semenit aku mendapatkan balasan.
Pengirim : xxxx
Memerasmu.
Lalu datang pesan beruntun yang membuatku ketakutan setengah mati.
Pengirim : xxxx
Agar aku bisa merasakan tubuhmu.
Pengirim : xxxx
Memasukkan kejantananku ke liangmu yang masih perawan atau ke dalam mulut mungilmu itu.
Pengirim : xxxx
Memaksa kau menelan tiap benihku yang keluar.
Pengirim : xxxx
Membuat perutmu membesar karena bayiku.
Pengirim : xxxx
Mendengar kau menjeritkan namaku di puncak kenikmatan.
Pengirim : xxxx
Merasakan tubuhmu berdenyut menginginkanku.
Pengirim : xxxx
Memaksa otakmu agar hanya memikirkanku seorang.
Pengirim : xxxx
Membuatmu lemas dan suaramu serak, akibat percintaan panas, liar, dan menggairahkan.
Kulempar ponselku ke seberang ruangan. Tidak peduli dering pertanda pesan singkat masuk terus mengumandang bagai lagu kematian di telingaku. Ataupun suara getaran ponsel yang terasa seperti mengguncang duniaku.
Aku tidak mengerti kenapa orang itu memilihku untuk diancam. Bahkan mengirimkan pesan yang sangat mengerikan itu.
Kutarik selimut dan membekap kepalaku dengan bantal. Mencoba menutupi diri dari dunia luat agar terhindar dari ancaman. Entah berapa lama aku terbangun. Langit yang semula gelap berubah menjadi cerah. Pertanda hari sudah berganti menjadi pagi di keesokan hari.
Kuusap mataku dengan buku jari untuk menghilangkan kantuk. Saat itu pandanganku tertuju pada ponselku yang tergeletak di lantai. Dengan takut aku berjalan dan mengambil benda itu. Di layar terpampang puluhan pesan singkat yang belum terbaca.
Dari empat nomor yang baru kukenal kemarin, tapi sudah sangat familiar. Bodohnya, karena penasaran, aku membuka pesan terbaru.
Pengirim : xxxx
Percuma kamu tidak mengacuhkanku, Cantik.
Aku mengetahui segalanya tentang dirimu dan mungkin paling mengenalmu.
Silakan jika kamu ingin lari. Tapi selamanya kamu tidak bisa bersembunyi dariku.
Blackmail (The Beginning of the Threat) - 11 Januari 2014