Warna krim adalah hal yang pertama kali memenuhi pandanganku yang buram, saat aku membuka mata. Itu adalah warna langit-langit kamarku. Pada biasanya, saat terbangun yang menyambutku adalah kelambu rajut dengan motif detail bunga yang terpasang di tempat tidurku. Kali ini, sebuah pengecualian. Bukan dikarenakan malam sebelumnya aku melakukan perombakan besar pada kamarku, namun dikarenakan saat ini aku terbangun bukan di atas tempat tidur seperti biasanya. Melainkan sebuah lantai marmer dingin.
Sekujur tubuhku yang kaku dikarenakan berbaring pada tempat yang keras membenarkan itu.
Bukan hanya terbangun dan menatap langit-langit yang menjadi pengalamanku yang tidak biasa di pagi ini. Tapi juga tidur tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh dengan bagian bawahku, tepatnya daerah kewanitaan, dalam keadaan tidak menyenangkan.
Di mana helaian yang berwarna sama seperti rambutku yang ada di sana, menempel lekat baik satu sama lain ataupun pada bagian tubuhku yang terdekat. Menimbulkan rasa gatal tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh cairan cintaku yang menyering.
Tidak lupa dengan pecahan gelas sampanye yang harus kubersihan yang serpihan terbesar tergeletak dalam jangkauan tangan. Yang semula kupergunakan sebagai senjata untuk melindungiku dari penyelinap yang menerobos masuk rumahku.
Entah aku harus bersyukur atau tidak akan kenyataan penerorku tidak memasuki rumahku. Atau aku harus mengutukinya dengan nama-nama buruk yang aku tahu, karena meski tidak menerobos masuk ke dalam wilayah pribadiku, ia berhasil membuatku terbangun dalam keadaan tidak menyenangkan.
"Ya, memang terkutuk bajingan itu."
Berserapah, tapi aku sendiri yang melakukan hal itu merasa bahwa makian yang kulemparkan suatu hal yang dilakukan dengan setengah hati.
Dan mungkin itu benar.
Seberapa inginnya aku menyalahkan penerorku atas kondisiku saat ini, sebagian diriku yang logis, sinis dan memiliki kejujuran yang bagiku tidak pada tempatnya, terus mencemooh dan membeberkan fakta yang membuatku tidak bisa melakukan itu. Penerorku bersalah atas banyak hal. Tapi mengenai keadaanku saat ini, aku memiliki campur tangan yang sama besarnya.
Pada malam sebelumnya, di bawah ancaman, aku melakukan sebuah pertunjukan solo yang disajikan langsung untuk penerorku. Setelah orgasme pertama yang kurasakan dan menyuarakan sebuah janj—em ..., maksudku ancaman, mengenai dirinya akan meniduriku dalam waktu dekat dengan suara sintesis serak, penerorku memutuskan koneksi panggilan kami. Meninggalkanku menatap layar yang memuat halaman depan.
Atas sebuah alasan aku tidak tahu, atau lebih tepat tidak ingin aku cari tahu. Bahkan setelah ancaman telah meninggalku dan tidak memaksa aku untuk lagi memainkan kewanitaanku sendiri, aku terus menyentuh diriku hingga serangkaian orgasme kurasakan. Membuat tubuhku lemas dan malas untuk merangkak naik ke tempat tidur meski hanya berjarak beberapa kaki.
Mengingat hal itu membuat bagian bawahku menghangat.
Aku merasakan cairan baru ikut bergabung dan melembabkan bagian yang telah menyering. Aku menurunkan tanganku. Berniat untuk menyentuh bagian yang kini terasa lembab, dengan alasan ingin memeriksa kebenaran.
Sebelum niatku berjalan sepenuhnya. Aku dikejutkan dengan suara bel yang memenuhi rumah. Jangankan untuk melakukan pemeriksaan dadakan yang bisa memberikanku rasa nikmat. Sikapku segera berubah seketika dan kalang kabut menutupi hal yang semula ingin kulakukan dan dengan liar melemparkan pandangan ke tiap sudut ruangan untuk menyambar hal paling terdekat yang bisa kugunakan untuk menutupi tubuhku yang telanjang. Beruntung, jubah mandiku yang kutanggalkan pada malam sebelumnya berada dalam jangkauan.
Aku tidak sebegitu bodoh untuk berlari dan menuruni tangga dengan keadaanku yang tidak begitu layak untuk menjawab panggilan tersebut. Hanya berjalan sedikit tergesa melintasi ruangan, mencuri pandang dari jendela untuk mengetahuiku siapa pengunjung tidak diundang yang mengganggu pagi di akhir pekanku.
Debaran jantung yang begitu kencang hingga dapat menulikan telinga, mengumandang saat ini. Kondisi tersebut dikarenakan akan sebuah kemungkinan seseorang yang 'spesial'. Orang yang akhir-akhir ini memberiku rasa tidak kumaui. Rasa horor akan teror bercampur suatu hal yang tidak ingin aku akui.
Dengan perasaan yang sama seperti halnya saat menanti sebuah hukuman, aku menjatuhkan pandangan pada bagian depan rumahku. Sebuah helaan napas yang semula tertahan, keluar. Entah kelegaan atau kekecewaan yang mewakili tindakan itu, aku sama sekali tidak memahami perasaanku sendiri saat ini. Hanya tahu, saat melihat orang dengan seragam yang biasanya dikenakan pengantar surat berjalan menjauh dari rumahku, tubuhku melemas.
Pertanyaan yang sama menari di otakku. Akan perasaanku yang merasa kecewa atau bersyukur bahwa bukanlah penerorku yang datang. Namun pada akhirnya, aku memilih untuk merasa kecewa. Beralasan bahwa jika aku mengetahui siapa yang menerorku akhir-akhir ini, dengan tahu siapa orangnya, aku dapat dengan mudah mengambil langkah hukum dan menghentikan segala mimpi buruk yang aku rasa baru dimulai.
Atas pemikiran itu, aku menghela napas sekali lagi. Untuk ini, aku tidak ingin mencari alasan atau menjelaskan, bahkan untuk diriku sendiri.
Belum puas aku mengasihani diriku sendiri, lagi-lagi aku tersentak. Kali ini bukan rasa cemas atau takut yang kurasakan. Melainkan rasa kesal, karena aku merasa bahwa entah kenapa hari ini seperti sebuah acara 'Mari Kejutkan Bianca' diselenggarakan dan aku yang terlibat tidak tahu sama sekali akan hal itu.
Kusambar ponselku yang merupakan asal dari sumber suara yang mengejutkanku. Dengan perasaan kesal yang sama, aku melihat layar yang kini menampilkan pemberitahuan. Aku tidak dapat melihat ekspresiku saat ini, tapi aku yakin saat ini menampilkan raut buruk yang mungkin bisa kulakukan. Dikarenakan akan besar porsi kecurigaan akan pengirim tidak lain dari empat angka yang mulai akrab bagiku.
Terlebih dengan kejadian malam sebelumnya yang masih begitu segar. Aku tidak heran jika penerorku mengirimiku pesan dengan lampiran foto atau bahkan video, yang ia dapatkan dari pertunjukan yang kulakukan. Demi untuk memamerkan kesuksesan yang diraih dari perbuatan menyimpangnya bagi sebuah piala.
Sebelum kekesalan berubah menjadi amarah yang akan membuatku mengeluarkan caci maki, pemberitahuan yang terpampang pada layar, menurunkan emosiku dalam sekejap. Tidak seperti dugaanku, di mana mengira bahwa penerorku-lah yang bertanggung jawab terhadap dering di ponselku, pesan yang terpampang menunjukkan nama pengirim yang kukenal baik.
Dengan segera aku membuka pesan tersebut.
Pengirim: Doughall
Pagi, B. Semoga kau bermimpi indah semalam.
Aku benar-benar menantikan makan malam kita malam ini.
—D
Ps: Aku akan menjemputmu pada jam 6 sore.
Seketika rasa panas menyergapku. Kali ini bukan menyerang bagian bawah tubuhku, melainkan mataku. Membaca pesan bernada hangat dari Doughall, setelah apa yang kulakukan semalam, membuatku merasa sangat bersalah. Aku memang bisa mengatakan bahwa melakukan semua itu karena di bawah ancaman, tapi hatiku tahu, ketakutanku memang bukan kepura-puraan. Hanya saja secara bersamaan aku tidak bisa menampik, ada bagian kecilku yang menikmati permainan berbahaya ini.
Saat Doughall tahu akan semua hal ini, apakah ia masih berpikir tentang hal sama mengenaiku? Atau ia akan menghujatku dan menyebutku dengan nama-nama kotor yang ia tahu?
Apa pun reaksi yang dikeluarkan oleh Doughall, seburuk apa pun itu memang pantas kuterima. Tapi, saat ini aku hanya bisa berdoa. Memohon agar rahasia kotor ini tersimpan selama mungkin. Jika bisa selamanya.
Aku mengerjapkan mata mengusap sudutnya yang mengeluarkan air mata yang semula menggenang. Berusaha menghentikan sikap mengasihani diri sendiri dan bersikap layaknya korban. Karena jika ada pihak yang benar-benar dirugikan dalam situasi ini, itu adalah Doughall bukan diriku. Sebelumnya aku merasa bahwa pantas menerima cambukan sebagai hukuman. Saat ini aku berpikir hanya pantas jika cambuk yang digunakan untuk memukulku dipenuhi dengan duri.
Penerima: Doughall
Aku pun tidak sabar menanti malam ini.
—B
Lupakan akan fantasi mengenai Doughall akan memaafkan dan menerima diriku saat ia tahu, untuk waktu ini aku hanya bisa berharap kegembiraan yang kupaksakan pada pesanku dapat dengan baik menutupi rasa bersalah yang kurasa.
Pengirim: Doughall
🖤
—D
Ah ....
Ada saatnya, aku mempertanyakan akan hubunganku dengan Doughall. Pertunangan kami yang ditentukan oleh kedua pihak keluarga, namun tidak melibatkan pihak yang terkait—aku dan Doughall. Kadang aku bertanya-tanya jika tidak terikat oleh pertunangan, apakah aku akan memilih Doughall. Kadang pula aku berpikir bahwa banyak di luar sana yang lebih baik dariku.
Meski perasaanku pada Doughall masih merupakan sebuah pertanyaan yang belum terjawab, satu hal yang aku tahu. Dilimpahi sikap hangat dan perhatian membuatku tidak pernah menyesali bertunangan dengan Doughall. Aku pun tahu, bahwa tidak mungkin aku akan melepaskan Doughall.
Ancaman-ancaman yang akhir-akhir ini kudapat, memang membuat rasa penasaran juga gairahku tersulut. Juga sensasi manis yang kurasa dikarenakan fantasi terahasia dan terliarku terpenuhi, membuatku sedikit banyak berpartisipasi. Tapi saat ini, sebuah pertanyaan membuatku berpikir kembali. Semua itu, segala yang kurasa, apa pantas ditukar dengan stabilitas yang kumiliki dengan Doughall?
Ya, aku akan menghentikan permainan ini dan tidak akan menggubris segala provokasi yang dilemparkan oleh penerorku.
Hanya saja ketetapan yang kuputuskan itu goyah. Saat aku ke bawah, dan akan mengambil surat serta paket yang baru saja diantarkan. Di pertengahan jalan—tepatnya di tengah halaman, langkahku yang semula menuju kotak pos yang berada pada gerbang terhenti. Saat melihat sebuah bingkisan tergeletak di sana.
Dari posisinya yang tidak bisa, membuatku curiga bahwa kotak yang entah memuat benda apa di dalamnya, dilemparkan dari luar ke halaman rumahku. Rasa curiga dan penasaran, membuatku tidak bisa menghentikan diri untuk mengambil kemasan tersebut.
Tidak ada satu hal pun yang berbeda, menarik atau apa pun dari bingkisan tersebut. Jika ada suatu hal yang ganjil, itu adalah betapa tidak mencoloknya paket tersebut dengan bungkusnya yang berwarna cokelat dan sebagai ganti sebuah label pengiriman yang biasa dicantumkan oleh pengirim juga jasa pengiriman, pada paket tersebut tercantum sebuah lembaran kertas berukuran kecil dengan tulisan kaligrafi indah yang dibuat melalui komputer.
Semoga kau menyukai hadiahku.
—XXXX
Blackmail - Day 3 | 25 September 2021