Tanaka berlari. Berlari dengan membawa beberapa cup mie di pelukannya. Membawa barang dari supermarket yang tidak dibayar.
Atau lebih tepatnya tidak ada cara untuk Tanaka bisa bertransaksi membayarkannya.
"Entah apa yang sebenarnya mereka lakukan, lebih baik aku pergi dari sana!"
Tanaka mempercepat langkahnya. Kejadian sebelumnya membuat pikiran Tanaka dipenuhi dengan pertanyaan.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Apakah si gadis tadi masih hidup atau tidak?
Kenapa aku tidak ikut diserang oleh mereka?
"Apakah mungkin mereka bukanlah zombie?"
Bayang Tanaka mencoba menjawab alasan kenapa dirinya tidak diserang.
Si gadis SMA tadi adalah manusia. Tanaka juga adalah manusia. Namun, akan aneh jika hanya si gadis SMA saja yang diserang padahal Tanaka juga termasuk satu jenis dengannya, manusia.
"Sekte sesat,"
sekejap Tanaka terpikir akan topik itu.
Sekte sesat, sesuatu yang tercipta baru-baru ini terkait persembahan akan suatu 'Tuhan' atau 'Dewa' yang mana tidak diakui oleh banyak pihak. Itu menjadi trending beberapa waktu lalu seingat Tanaka.
Namun, dalam ingatan yang sama, sekte sesat tidaklah membuat kerusuhan hingga seperti tadi. Menggigit orang lain di tempat umum hingga terbunuh. Itu bukanlah kegiatan sekte sesat yang biasanya menculik atau menjebak orang untuk dijadikan bagian dari kelompoknya.
Terlebih lagi, secara logika itu adalah hal yang mustahil untuk membuat seseorang hidup kembali setelah mati dengan keadaan yang mengenaskan.
Bahkan dengan sekelibat pemikiran itu, Tanaka masih tidak bisa menjawab kenapa alasan hanya dirinyalah yang tidak diserang. Sekte sesatpun juga seharusnya tetap menyadari Tanaka sebagai targetnya.
"Tidak, kurasa mereka tetaplah zombie... Tapi atas dasar apa hanya aku yang tidak diserang?!"
Tanaka kembali ke pemikiran awalnya. Zombie.
"Apa mungkin karena diriku bukanlah manusia?!"
Tanaka berhenti sesaat. Disampingnya adalah sebuah tiang dengan cermin yang digunakan dipertigaan jalan.
Tanaka melihat ke arah cermin tikungan yang berbentuk cembung. Terlihat bentuk tubuh seperti bentuk bulatan oval dari tubuh Tanaka.
"Tidak… ini tidak mungkin bukan… Seharusnya tidak seperti ini!"
Sentak Tanaka keluar dari mulutnya.
"Apa-apaan ini, aku adalah manusia normal!"
Begitulah kenyataannya. Kenyataan yang aneh dimana Tanaka adalah manusia, tetapi Tanaka tidak diincar oleh para zombie.
"Apa mungkin karena aku yang menjadi terlihat lebih muda?"
Tanaka masih mencoba mencari alasan logis akan kejadian tadi.
"Tidak, itu tidak mungkin!"
Hikikomori. Terlintas lagi pemikiran aneh dari Tanaka soal attribut di dalam dirinya. Itu adalah hikikomori.
"Itu benar, hikikomori!"
Itu adalah hasil dari pemikiran keras Tanaka berulang-ulang. Hikikomori dianggap sebagai manusia yang bukan manusia.
Atau begitulah orang-orang di dunia itu mendeskripsikannya.
Jadi, entah itu sekte sesat terupdate ataupun zombie, ada alasan yang setidaknya cukup masuk akal bahwa hikikomori tidak diincar. Hal ini karena mindset orang-orang yang berubah itu menganggap bahwa hikikomori itu adalah manusia yang bukan manusia.
Sembari menyelesaikan permasalahan akan pemikiran itu, Tanaka sudah tiba di depan kosannya yang berdiri tepat di pinggi jalan besar. Walaupun bukan termasuk jalan utama, jalan yang ada di depan kosan tetap saja bisa dilewati tiga mobil sekaligus.
Kos-kosan yang mana tidak cukup banyak penghuninya. Atau bisa dibilang penghuninya hanya ada di hitungan jari satu tangan.
Kos-kosan dengan tembok setinggi dua orang dewasa di sekelilingnya kecuali bagian depan yang mengarah langsung ke jalanan. Bagian depan hanya dipasangi pagar besi setinggi satu meter yang biasanya ada di rumah-rumah besar.
Tanaka membuka kunci kamarnya, masuk ke kamar lalu meletakkan sepuluh buah cup mienya di meja yang di atasnya masih ada laptop yang menyala. Masih menyala dengan membuka tab pengaturan jaringan laptop.
Tanaka segera pergi ke bawah, berharap bahwa masih ada ibu kos yang bisa menjelaskan situasi.
"Permisi!"
Tanpa membutuhkan ketukan atau apapun seperti sebelumnya, Tanaka langsung saja mendobrak pintu. Dobrakan yang menimbulkan suara yang cukup keras.
"Eh, semudah itu? Apa dari awal memang tidak dikunci?"
Pikir Tanaka. Itu adalah hal yang aneh mengingat tubuhnya yang lemah saat menjadi hikikomori bisa mendobrak pintu yang terkunci. Bahkan saat dulu dia menjadi siswa SMA yang sehat, butuh empat hingga enam kali dobrakan keras agar pintu gudang olahraga terbuka.
Mengabaikan hal itu, Tanaka menyadari bahwa ruangan yang dimasukinya itu gelap. Tanaka menraba-raba sekitaran dinding demi menggapai saklar lampu.
Setelah mendapatkannya, Tanaka menjentikkan switchernya. Lampu tengah menyala, ruangan kini bisa terlihat dengan jelas.
"Permisi, ibu kos!"
Tanaka memanggil ibu kos dengan panggilan formal sesuai jabatannya. Walaupun pantaran umur mereka sebenarnya tidak berbeda jauh, Tanaka lebih nyaman memanggilnya begitu daripada menjadi 'sok dekat' dengan orang lain.
Sambil mencari di berbagai sudut ruangan, Tanaka terus memanggilnya. Namun, hasil pencarian sama sekali tidak menunjukkan keberadaan ibu kos.
Walaupun begitu, ada satu hal yang membuat Tanaka setidaknya tahu informasi terkait keberadaa ibu kos.
Itu adalah sebuah notes atau memo yang terpasang di papan kayo pengumuman. Seharusnya papan itu berada di luar ruangan untuk memberitahu semacam informasi terkini atau sekedar ibu kos ingin menempel sesuatu yang menarik. Namun, semenjak papan itu ditaruh di dalam, artinya ibu kos memang sedang berpergian seperti yang Tanaka duga sebelumnya.
Tanaka mencoba membaca memo yang cukup panjang isinya.
'Jika kau melihat tulisan memo ini berarti kau berusaha merampok rumahku bukan!'
"Tunggu dulu, awal dari memo ini sudah terlihat ambigu walaupun ada benarnya,"
Tanaka menanggapi tulisan awal di memo. Itu adalah kebiasaan ibu kos yang mana suka membuat semacam pernyataan random.
Tanaka meneruskan untuk membaca memo.
'… Kuharap kau tidak berniat seperti itu. Karena saat ini aku sedang diajak oleh teman-temanku untuk berlibur di pulau Hawaii untuk berpesta merayakan ulang tahun salah satu temanku yang sangat tajir. Yah, bukannya iri atau gimana tapi aku sangat ingin bertukar posisi dengannya. Jadi jika kau melihat pesan memo ini, jangan lupa untuk mematikan saklar listrik di dekat pintu masuk itu jika kalian hendak pergi keluar untuk waktu yang lama. Dan kalian bebas untuk mengambil makanan di kulkasku selama tidak mengobrak-abriknya. Jadi selamat tinggal dan selamat bersenang-senang. Muwachhh.'
"Memo yang aneh!"
Ungkap Tanaka.
Namun, dari memo itu Tanaka menjadi teringat akan sesuatu. Bentuk jamak kata 'kalian' itu membuat dia teringat akan keberadaan penghuni kos-kosan yang lain.
Itu berada tepat di sebelah kamar Tanaka, kata ibu kos dia adalah gadis muda. Ibu kos sendiri memperingatkan untuk tidak macam-macam ke gadis itu karena dia sedang mengalami nasib yang malang. Takutnya Tanaka akan memperparah kondisi gadis itu.
Sebelum keluar dari ruangan, Tanaka mengecek kulkas di ruangan ibu kos. Kulkas yang cukup besar dimana isinya penuh dengan air mineral.
"Yah, ini memang sudah kebiasaannya sih."
Prank. Atau begitulah pikir Tanaka tanpa mengetahui asal usul kenapa makanan di kulkas menghilang.
Tanaka segera menutup kulkas dan beranjak dari ruangan ibu kos. Di depannya adalah gedung kosan yang mana terlihat seperti asrama yang memanjang. Itu adalah asrama yang sangat besar sebenarnya jika saja tempat ini tidak mendapat rumor aneh tentang keberadaan hantu atau semacamnya.
Di samping kamar Tanaka, kamar nomor 205 atau kamar nomor lima dilantai dua. Itu adalah tempat dimana si gadis yang dimaksud ibu kos berada.
Tanaka memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar. Seorang hikikomori yang mencoba menghadapi attribut 'hikikomori'-nya.
"Halo, apakah masih ada orang?"
...
Tidak ada jawaban sama sekalig setelah Tanaka menunggu beberapa saat. Ketukan tadi seharusnya sudah cukup keras untuk seseorang bangun dari tidurnya.
"Ah, mungkin mereka sudah pergi,"
pikir Tanaka saat hendak beranjak kembali ke dalam kamarnya.
"Apakah itu dari JDF?"
Tiba-tiba saja ada suara yang muncul dari balik pintu itu. Suara yang serak seperti seorang gadis , tetapi terdengar seperti laki-laki paruh baya.
Tanaka yang sudah lama tidak berbicara dengan orang lain kecuali penjaga minimarket menjadi agak gugup. Bagaimanapun, dia masih tetap mencoba untuk mengawali pembicaraan.
"Ah bukan, tapi aku sama sepertimu, aku tinggal di kosan ini!"
Tanaka menjelaskan identitas dirinya yang terlihat memiliki persamaan dengan si gadis. Sama-sama menghuni kosan ini.
"Pembohong! Tidak mungkin kau adalah penguni kos ini. Mereka semua sudah pergi!"
Suara yang terlihat ambigu itu mengindikasikan bahwa ia yakin bahwa di kosan ini sudah tidak ada penghuni lagi. Padahal kenyataannya masih ada Tanaka yang menghuni tepat di sebelahnya.
Written by: Hikari_Nufisa
"Apa, tidak tidak. Ini adalah aku penghuni kamar sebelahmu, namaku Tanaka, kamarku tepat ada di samping kamarmu!"
Sangkal Tanaka mencoba untuk meyakinkan identitasnya. Bagaimanapun, ada hal yang cukup membuat Tanaka bingung. Itu adalah alasan kenapa si gadis mencoba menyamarkan suaranya.
Ada dua kemungkinan yang terpikirkan oleh Tanaka. Kemungkinan bahwa kerongkongannya itu mengalami masalah atau karena ia memang sengaja untuk menyamarkan suaranya.
Bagimanapun, kedua kemungkinan itu tetap saja mencurigakan bagi Tanaka.
"Apa, kaupikir kau dapat membodohiku! Mana mungkin ada penghuni kos di lantai dua selain aku. Pasti kau hanya mau menjebakku untuk makanan bukan!? Pergilah! Milikku sendiri sudah mau habis disini!"
Mendengar hal itu, Tanaka menjadi cukup sakit hati.
Itu memang benar bahwa Tanaka adalah seorang hikikomori yang mana merupakan jenis terndah manusia di dunia itu. Namun, hingga seseorang yang sudah satu setengah tahun tinggal di kosan justru tidak dianggap itu membuat perasaan Tanaka menjadi agak berat.
"Tidak tidak, kau mungkin tidak tahu tapi aku benar-benar tinggal bersebelahan denganmu selama ini. Jika kau ingin bukti tanyakanlah padaku apapun tentang kosan ini. Akan kujawab!"
Tanaka menantang si gadis yang berada di balik pintu itu. Hal ini demi membuktikan bahwa dirinya memang berpengetahuan soal kosan ini.
"Apapun? Kalau begitu berapa jumlah penguni kosan di lantai bawah?"
Pertanyaan langsung dilontarkan.
Itu sebenarnya pertanyaan yang mudah. Jika saja Tanaka mengetahuinya.
Sayangnya Tanaka tidak mengetahui jumlah persis penghuni lantai bawah. Namun, seingat Tanaka dulu pernah ada semacam keramaian di kamar bawahnya. Setidaknya keramaian itu hanya bisa dibuat oleh tiga orang.
"Kurasa ada tiga bukan?"
Tanaka mencoba menebaknya. Bagaimanapun, informasi yang dia ketahui dari ibu kos soal penghuni kosan hanya yang berada di lantai dua.
Satu-satunya penghuni lain yang diberitahu oleh ibu kos adalah si gadis di dalam kamar yang sedang berhadapan dengan Tanaka ini.
"Salah, sejak awal hanya akulah yang menghuni di kosan ini semenjak setengah tahun yang lalu. Kau mencurigakan jadi cepatlah pergi atau kupanggil pol… maksudku cepatlah pergi atau nyawamu akan terancam jika kau terus berada di depan pintuku!"
"Apa maksudnya?"
Pikir Tanaka tanpa terucap.
Ada beberapa kejanggalan di pernyataan si entah siapa di dalam. Bagi Tanaka, keberadaan si yang ada di dalam kini malah menjadi mencurigakan. Dia menjadi tidak yakin bahwa yang berada di dalam adalah si gadis.
Pernyataan bahwa ia sudah menempati kosan selama setengah tahun jelas sangat aneh bagi seorang Tanaka yang lebih veteran darinya. Setidaknya jika ia sudah tinggal selama setengah tahun, seharusnya ada kesadaran bahwa ada penghuni di kamar sebelahnya semenjak kamar itu yang sering didatango oleh ibu kos untuk ditagih.
Namun, jika dipikir ulang, Tanaka mengingat bahwa kondisi saat ini memang sangat berbahaya. Mungkin hal yang dilakukan oleh orang di dalam itu merupakan tindakan mencegah bahaya dari luar.
Tanaka mencoba menganggap itu hanya pernyataan yang berbentuk kebohongan defensif.
"Yah bukan berarti kau satu-satunya penghuni di seluruh kosan ini bukan. Maksudku jika kau benar-benar ingin mendapat jawaban yang benar, seharusnya jawabannya adalah dua atau tiga bukan. Termasuk kau dan aku dan ibu kos?"
Tanaka mencoba menjelaskan sekaligus menyangkal pernyataan si gadis. Sekarang Tanaka yakin bahwa yang berada di dalam sana itu adalah seorang gadis yang sama dengan yang ibu kos beritahu sebelumnya.
"Mengapa kau sangat bersikeras bahwa kau penguni ruangan berhantu itu! Tidakkah kau takut akan karma atas mengaitkan dengan hal mistis?!"
Tanaka agak terkejut mendengar balasan dari si gadis itu.
"Hal mistis? Ruangan berhantu? Apa yang dia katakan?"
Kamar yang dihuni oleh Tanaka si hikikomori selama satu setengah tahun disebut kamar angker.
"Pasti terjadi kesalahpahaman!"
Pikir Tanaka menanggapinya tanpa terucap.
"Tidak tidak, itu adalah aku Tanaka yang menghuni tempat itu. Kau mungkin salah mengira bahwa aku ini hantu!"
"Ha, jika kau bersikeras untuk mengaku-ngaku maka jawablah pertanyaan ini! Siapa nama landlady di kosan ini?!"
Landlady itu artinya ibu kos. Ini adalah pertanyaan yang mudah.
"Namanya adalah Fumiko, Fumiko Kurokami!"
Jawab Tanaka dengan tegas dan yakin. Bagaimanapun, hanya itulah saja nama orang yang mana menghuni kosan ini yang diketahuinya.
Dulu, saat Tanaka sedang dalam masa awal keluar dari pekerjaannya, dia masihlah seorang pria yang pemberani. Dia bahkan sanggup bertanya nama wanita muda yang membuatnya tertarik dalam pandangan pertama, itulah Fumiko Kurokami.
Saat itu, Tanaka masih memiliki semacam harapan untuk mendapat kehidupan yang normal dan mungkin saja dia bisa melamar wanita itu. Yah, itu dulunya hingga Tanaka sadar bahwa dirinya itu sama sekali sudah kehilangan harapan dan sudah tidak memiliki kemampuan apapun untuk bisa melamar wanita secantik itu.
"… Kau benar, tapi apa kau benar-benar penghuni di kamar sebelah? Aku masih tidak bisa mempercayaimu!"
Tanaka yang sudah percaya diri dengan jawabannya kini menjadi agak kesal. Apa yang dikatakan oleh si gadis di balik pintu itu tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan di awal.
Walaupun pertanyaan pertama dijawab dengan salah oleh Tanaka, tetapi seharusnya pertanyaan sepenting nama pemilik kos itu sudah menjawab kecurigaannya.
"Baiklah baiklah, aku paham. Apapun itu aku benar-benar 'hantu' yang tinggal di kamar sebelahmu ini. Ingat saja jika kau butuh bantuan, 'pergilah' kepadaku!"
Tanaka mengatakannya dengan sedikit menonjolkan di beberapa kata. Itu adalah sarkasme yang artinya sebenarnya sangat berkebalikan dengan kenyataannya.
Sarkasme yang ditujukan untuk meluapkan kekesalan Tanaka yang mana harapannya tidak terpenuhi bahkan setelah dia melakukan hal yang diinginkan oleh si gadis.
Tanaka lalu beranjak ke pintu kamarnya yang masih sedikit membuka. Pintu yang tadi ditinggalkan olehnya saat hendak keluar untuk mengecek gedung atau ruangan ibu kos.
Pria penghuni kamar yang masuk ke dalam areanya, meninggalkan semua permasalahan duniawi yang masih belum terjawab.
Apakah dunia sedang mengalami kiamat zombie?
Apakah masih ada orang lain selain penghuni di kamar sebelah?
Apa yang terjadi di pemerintahan?
Kenapa dirinya merasa sangat berbeda?
Serta masih banyak pertanyaan lain yang ada di dalam pikirannya dibariskan dalam ruang tunggu di otak. Saat ini, si pria hikikomori sedang ingin berfokus ke kegiatan hariannya untuk melupakan kepenatan yang dia rasakan.
Kegiatan normal seorang remaja atau mungkin orang dewasa yang belum sukses. Kegiatan yang mana sangat memalukan jika diketahui oleh orang lain.
"Yah, tanpa internetpun aku masih bisa menonton videonya Kuroha Kami!"
Kegiatan yang bersifat sangat privat.
"Apapun yang terjadi di luar, aku akan tetap bertahan di tempat teraman ini!"
Seru Tanaka sebelum dia melepas bajunya. Walau bagaimanapun itu adalah benar adanya bahwa dia termasuk salah satu dari survivor yang bertahan di apocalypse.
Zombie apocalypse.
============================================================