Chereads / Must I Go Out to Survive This? / Chapter 5 - Bab 4 - Seorang Gadis

Chapter 5 - Bab 4 - Seorang Gadis

Suara seorang wanita muncul dari balik bayangan seseorang. Seseorang yang tidak dikenal oleh sang penghuni kamar.

Tanaka mencoba untuk masuk ke dalam area koridor kamar. Tempat dimana saklar lampunya berada.

Dia hendak mennyalakan lampu kamarnya. Namun, Tanaka berhenti sebentar saat mendengar sesuatu dari si gadis. Suara kelaparan

"… Aku harus cepat… huh, huh… berakhirlah aku… aku akan mati dan menemani penghuni kamar ini-"

"Hallo!"

Potong pembicaraan si gadis oleh Tanaka. Bayangan yang masih belum jelas bagaimana tampaknya itu bisa dilihat terkejut dengan hadapan wajah menuju ke arah Tanaka.

Si gadis itu menjerit dengan cukup keras. Reaksi terkejut yang normal karena balasan Tanaka. Balasan yang mana didsarkan pada panggilan 'penghuni kamar ini'. Si Tanaka.

"Hrau~ kra!"

Tanaka menajamkan pendengarannya, bisa dirasa bahwa ada suara tapak kaki yang mengarah ke lantai atas. Menuju ke arah kamar nomor enam tentunya.

Tanaka yang mana menyadari hal itu segera meletakkan beberapa barang bawaannya ke lantai dan segera menutup pintu lalu menguncinya. Menyadari bahwa dia tidaklah sendiri di kamar, Tanaka berbalik badan dan mencoba untuk memahami gerakan siluet bayangan.

Tanaka mendekat dan menyalakan saklar lampu. Di pagi hari, kamar Tanaka memanglah sangat gelap.

Nyala lampu menerangi ruangan. Siluet bayangan kini terlihat jelas.

Seorang perempuan yang terlihat masih muda. Rambut panjang acak-acakan yang berwarna pirang. Baju SMA terpasang sebagai pakaiannya.

Penampilan yang kacau terlihat dari gambaran sekilas soal kondisinya saat ini.

Tanaka mencoba untuk melihat matanya yang sedang tertutup karena perubahan intensitas cahaya yang tiba-tiba. Mata yang sekilas terlihat berwarna biru kehitaman.

Seorang gadis cantik yang acak-acakan di dalam kamar seorang hikikomori. Seorang gadis yang menodongkan pisau ke hadapan sang pemilik kamar.

"Woi woi, tunggu dulu, santai oke! Ini aku Tanaka, tetanggamu sekaligus pemilik kamar ini!"

Seru Tanaka mencoba menenagkan seseorang yang terlihat berbahaya. Orang yang tidak terlalu asing karena mereka sudah pernah saling berbicara, tetapi tidaklah dekat juga untuk bisa dibilang seorang kenalan.

"Dia terlihat sangat defensif!"

Pikir Tanaka dalam batinnya. Dia meninjau situasi sekitar yang mana bisa memecah suasana berbahaya ini.

Tatapan tajam terlihat dari sorot mata sang gadis. Walaupun Tanaka menyadari hal itu, dia juga menyadari hal lain yang tidak kalah penting.

Sorot mata itu tidak tertuju dengan jelas kepadanya atau sesuatu yang lain di sekitarnya.

Si gadis maju perlahan, diikuti dengan Tanaka yang mundur ke belakang.

Mundur dan mundur hingga si hikikomori mencapai pintu yang sedang didobrak-dobrak oelh para zombie.

"Siapa kau?!"

"Sudah kubilang aku itu adalah Tanaka. Tanaka si penghuni kamar ini!"

Seru Tanaka yang mana dirinya sudah memperkenalkan namanya berkali-kali sejak mereka bertemu.

"Bohong! Tidak ada yang menghuni ka-"

Saat si gadis sedang berbicara, dia tiba-tiba menutup mata dan mulutnya. Melemaskan tubuh hingga akhirnya tersungkur ke arah depan. Jatuh di hadapan Tanaka.

Beruntung tangannya yang memegang pisau melepas benda berbahaya itu terlebih dahulu. Pisau yang jatuh langsung memantul ke arah samping, tempat yang mana tidak dijatuhi tubuh si gadis.

Suara perut yang terus-terusan keluar dari dada si gadis bisa terdengar dengan jelas oleh telinga Tanaka. Hal ini menandakan bahwa si gadis itu sedang kelaparan.

Hal yang baru bisa disadari oleh Tanaka setelah sekian lama. Orang lain juga bisa kelaparan.

Segera Tanaka mengangkat tubuh si gadis SMA itu untuk dipindahkan ke kasur.

Kini, masalah yang perlu Tanaka atasi adalah para zombie yang hendak masuk. Sebelumnya, saat kejadian dimana dia belum mengetahui apapun, Tanaka membiarkan seorang gadis menjadi korban.

Namun, kali ini dia tidak akan membiarkan kejadian yang sama terulang.

Dobrakan yang berulang kali terdengar dengan iringan suara zombie. Suara erangan yang tidak jelas.

"Fwuh, mari kita bertaruh!"

Tanaka masih pada kebingungannya. Apakah ada kemungkinan para zombie akan menyerangnya ataukah dia benar-benar tidak dideteksi oleh mereka.

Demi keamanan si gadis, Tanaka mencoba memblokade lorong dengan benda yang kira-kira bisa menutupi ruang sempit itu. Dipilihlah pintu kamar mandi yang mana dengan mudahnya bisa dicopot oleh Tanaka.

"Aneh, semoga saja kekuatanku memang sebesar ini!"

Tanaka masih mengingat seberapa lemahnya dia dahulu. Kekuatan yang dia terima saat ini benar-benar tidak masuk akal. Namun, hal itu dia kesampingkan terlebih dahulu karena prioritasnya saat ini adalah para zombie yang terus menerus membuat suara berisik.

Pisau yang ada di lantai di ambil. Pegangan pintu dia dekap, menunggu momentum yang tepat untuknya membuka kunci dan mendorong paksa beberapa zombie dibaliknya.

Saat dimana rasanya para zombie sedang memukul pintu secara bersamaan, Tanaka melepas kunci pintu dan mendorong objek luas itu ke depan. Para zombie terpental ke arah belakang.

Tanaka dengan cepat menancapkan pisau dapur ke kepala salah satu zombie yang mendekat.

Darah terciprat ke semua arah diikuti dengan muncratan darah dari bekas luka.

Tanaka membunuh seseorang atau lebih tepatnya sebuah zombie.

"Kenapa aku merasa terbiasa dengan hal ini?"

Namun, anehnya dia merasa sangat normal dengan kejadian itu. Tubuhnya bergerak sendiri mengeliminasi satu persatu zombie di sekitar.

Setelah benar-benar membuat para mayat itu mati, Tanaka mengecek ulang situasi sekitar.

Ada total tujuh belas zombie yang mendekat ke arah kamar Tanaka. Mereka datang dari arah yang sama, gerbang kosan.

Ada empat zombie yang mendekat dan sudah berada di lantai dua. Mengira zombie akan menyerang, Tanaka mencoba menghindar. Namun, keempat zombie itu hanya lewat begitu saja dan menerobos masuk ke koridor kamar Tanaka mencoba mengecek apa yang ada di dalam.

"Aku benar-benar diabaikan!"

Sebuah fakta yang telah dibuktikan. Kini Tanaka yakin bahwa dirinya benar-benar tidak terdeteksi oleh para zombie.

Mendapat kekuatan yang super, kemampuan membunuh yang terbilang cakap dan tidak terdeteksi oleh zombie. Bagi Tanaka ini adalah hal yang super duper curang dalam dunia baru yang dipenuhi oleh zombie.

Setelah diam beberapa saat untuk merasa terkejut akan fakta tersebut, Tanaka langsung menuju ke arah empat zombie yang sedang mencoba menerobos barikade lorong Tanaka. Dia membunuh mereka dengan cepat.

Kini tinggal beberapa zombie yang berada di luar. Tanaka bagaimanapun mulai merasakan efek samping dari apa yang dia lakukan.

Perasaan mual. Walaupun tubuh Tanaka terasa terbiasa dengan membunuh dan sebagainya, mental dan psikis Tanaka tetaplah seorang hikikomori normal.

"Sial, aku harus mencari cara lain!"

Tanaka tidak bisa melanjutkan untuk membunuh sisa tiga belas zombie yang kebingungan di halaman. Dia juga tidak bisa membiarkan mereka berkeliaran begitu saja semenjak ada seorang gadis yang kini tengah bertahan di dalam kamarnya.

Tanaka melihat pemotong rumput di samping gedung milik ibu kos.

"Itu dia!"

Tanaka lantas turun langsung dari lantai dua ke lantai satu untuk mengambil mesin pemotong. Lompat dari lantai dua ke lantai satu sama sekali tidak memberi efek ke Tanaka.

Tanaka mencoba menyalakan mesin pemotong rumput itu dan dia biarkan berdiri. Hal ini sangat berbahaya untuk dilakukan karena bisa saja Tanaka yang terkena putaran tali tajam tersebut.

Namun, Tanaka berhasil dan langsung menjauh dari tempat dia menyalakan. Para zombie tertarik dengan suara mesin dari pemotong rumput dan berusaha mendekat untuk mengobservasi.

Tubuh yang tercecer. Itulah hal yang bisa digambarkan akan pemandangan yang terjadi.

Ketiga belas zombie yang menuju ke mesin itu terpotong-potong menjadi dua. Memisahkan leher atau torso tubuh dengan bagian bawahnya.

Tanaka sendiri mencoba mengamati dari lantai dua, berharap dia tidak terkena cipratan darah. Sayangnya, dia tetap terkena.

Walaupun Tanaka merasa mual tadinya, kini dia kembali pada kondisi normal. Perasaan yang sangat aneh dirasakan oleh Tanaka. Perasaan dimana seolah-olah ada zat tertentu yang masuk melalui leher untuk menenangkan pikiran Tanaka.

Written by: Hikari_Nufisa

Mesin pemotong rumput pada akhirnya rusak, menyisakan dua zombie yang masih berdiri. Tanaka lantas membunuh sisanya dengan pisau yang dia gunakan tadi.

"Fyuhh,"

Tanaka menghela napas. Semua zombie yang masuk ke sekitar sudah terbunuh.

Zombie yang terkumpul karena suara yang ditimbulkan oleh Tanaka saat membuka pintu ibu kos, saat mendorong keranjang dan saat si gadis menjerit.

Dengan kostum yang dipenuhi dengan darah dan potongan daging, Tanaka mencoba membersihkannya dengan tangan. Namun, sudah jelas hanya potongan daging saja yang bisa terlepas dengan darah yang masih tetap menempel dan meresap.

"Kuharap ini bisa dihilangkan,"

ucap Tanaka sambil mencopot bajunya untuk dia rendam.

Namun, dirinya teringat akan sesuatu yang sangat penting.

"Ah iya, si cewek itu!"

Tanaka mengingat bahwa di kamarnya tengah terbaring seorang gadis SMA yang kelaparan. Jelas dia tidak bisa membiarkannya pada kondisi itu terlalu lama.

Segera Tanaka membersihkan tubuhnya di kamar mandi yang ada di bawah. Setelah bersih, Tanaka langsung pergi ke kamarnya meninggalkan baju yang dia biarkan terendam di bak air bening yang perlahan menjadi memerah.

Tanaka mencopot barikade pintu kamar mandinya yang dia gunakan untuk menutupi koridor kamar. Terlihat seorang gadis tengah terbaring di sisi kanan setelahnya.

Tanaka yang tubuhnya sudah bersih mendoba mengecek denyut nadi tangannya. Itu lemah, tetapi bukan berarti tidak ada.

Tanaka segera mengambil kompres air dingin dan menyeduh air untuknya membuar mie. Mie yang dibuat agar si gadis terlepas dari kondisi kelaparannya.

Kompres sudah dipasang di dahinya. Tanaka segera meremas mie yang mana jelas terlalu sulit untuk disuapi ke mulut orang yang tidak tersadar.

Hasil remukan itu kemudian diberi air panas yang mana membuatnya menjadi seperti kuah air dengan butiran-butiran mie. Karena masih panas, Tanaka meniupinya.

"Semoga ini bisa dicerna!"

Tanaka berharap akan sesuatu yang pada normalnya tidak akan terjadi. Namun, karena tubuh si gadis sebenarnya sudah terbiasa dengan kelaparan, dia akan baik-baik saja memakan makanan tidak sehat seperti itu.

Hal terpenting baginya saat ini adalah mendapat nutrisi dan karbohidrat dalam bentuk apapun.

Sendok demi sendok pergi melalui mulut si gadis. Tanaka yang sambil mengangkatnya sedikit kini menyadari seberapa cantiknya dia.

Kelopak matanya terlihat sangat terawat. Hidungnya yang agak mancung, tetapi tidak terlalu macnung. Bibirnya yang mana terlihat sangat kenyal saat bertabrakan dengan sendok.

Namun, hal itu disampingkan oleh Tanaka semenjak keadaan gadis itu sudah kritis.

Tanaka terus menyuapinya hingga satu cup mie dihabiskan. Setelah beberapa saat, Tanaka menidurkan si gadis kembali. Mengecek kondisi si gadis, denyut nadi dan detak jantungnya masih ada walaupun dengan pengecekan yang agak kurang akurat.

"Semoga dia bisa bertahan!"

Ucap lirih Tanaka. Dia lalu melanjutkan untuk membersihkan kamarnya yang mana ada beberapa zombie tergeletak dan berlanjut ke membersihkan tubuhnya kembali.

...

...

Tanaka terdiam. Dia sehabis membersihkan tubuh si gadis yang terlihat agak kotor.

Namun, di waktu itu pula Tanaka merasakan sesuatu yang membuatnya tegang. Tubuh si gadis yang sangat seksi dan putih pucat.

Kenyal. Lembut. Mulus.

Tanaka yang mana masih termasuk laki-laki normal yang sehat dan produktif jelas akan tertarik dengan kriteria seperti itu.

Namun, mengingat bahwa tindakan yang tadi Tanaka lakukan sebenarnya termasuk tindak pelecehan, dirinya termenung.

"Tidak bisakah kau diam sebentar dasar tiang!"

Tanaka menyeru dalam pikirannya. Tanaka terdiam, mencoba untuk menenangkan sang Tanaka junior dari bangkitnya.

Sambil mencoba menenangkan, Tanaka kembali melihat ulang kondisi si gadis.

Tinggi badan sekitar 165 centimeter. Tubuh yang terlalu dewasa untuk ukuran anak SMA. Rambut pirang yang jelas jarang ada di daerah Jahan.

"Jujur saja aku sangat tertarik dengan tubuhnya!"

Suatu impuls tertentu mentrigger Tanaka untuk mengatakan hal itu. Tanaka menyadarinya dan langsung berdiri untuk menanggapi apa yang barusan dia katakan.

"Lupakan itu, lebih baik untuk mengecek informasi di internet sekarang!"

Tanaka sebelumnya sudah mencoba menghidupkan wifi di ruangan ibu kos. Namun, seperti yang diduga, provider dari internet itu sudah tidak online.

"Aku butuh sesuatu yang lain!"

Tanaka bermaksud untuk mencari cara alternatif agar dirinya bisa terhubung ke internet. Saat dia melihat si gadis yang tertidur, Tanaka terpikirkan akan suatu hal.

"Handphone gadis ini!"

Si pria hikikomori beranjak dari kamarnya menuju ke kamar sebelahnya, kamar nomor lima.

Tidak terkunci. Tanaka bisa dengan mudah masuk ke dalam ruangan si gadis.

Handphone tergeletak di tempat yang sangat mudah untuk dilihat. Tanaka mencoba untuk mengaktifkan hotspotnya saja, tetapi dia keblabasan hingga masuk ke dalam halaman utama.

Handphone itu sama sekali tidak diberi password.

"Jadi, namanya adalah Yuki Fujiwara. Jika aku tidak salah, sekolah yang ada di wallpapernya bukan berada di kota ini,"

Tanaka membaca wallpaper handphone. Tertera jelas nama si gadis yaitu Yuki Fujiwara. Selain itu, memang benar bahwa si Yuki Fujiwara tidak bersekolah di sekitar kota itu.

Tanaka yang membajak handphone si gadis pergi ke bagian settingan. Mengira bahwa disana akan diberi password, Tanaka terkejut dengan kenyataan bahwa settingan hotspot dan lainnya sama sekali tidak diberi keamanan.

"Gadis ini sebenarnya tahu soal password atau tidak sih?"

Tanya Tanaka tanpa harus perlu dijawab. Bagaimanapun, tidak ada subjek lain yang bisa menanggapi pertanyaannya.

Paket data di ponsel masihlah aktif. Pulsa yang entah secara ajaib memiliki nilai setara puluhan ribu yen.

Yang lebih penting lagi adalah fakta bahwa provider kartu itu masih memungkinkan untuk memberi akses internet. Itulah yang dibutuhkan oleh Tanaka saat ini.

"Bravo!"

Ucap Tanaka, tanda bahwa dia sangat puas dengan apa yang didapat.

Tanaka kembali ke depan laptopnya. Namun, sebelum itu dia mengecek kondisi si gadis kembali.

Entah karena keanehan apa, tubuh si gadis perlahan mulai membaik hanya dengan kompres dan makanan yang kurang sehat.

"Besok akan kucoba bawakan bubur instan!"

Tanaka menyeru. Dia serius karena sejujurnya mie instan dirasa sangat tidak tepat untuk mengatasi gadis yang kelaparan. Entah akan ada konsekuensi apa kedepannya, Tanaka harus bersiap-siap.

Akan tetapi, fokus Tanaka saat ini tertuju kepada samudranya informasi, internet.

Tanaka menghubungkan koneksi. Dia langsung masuk ke browser andalannya dan langsung mengetikkan kata kunci 'zombie'.

Sayangnya, search engine yang melayani secara global tidak merespon.

Tanaka berganti ke search engine lokal yang dia ketahui. Beruntung masih ada beberapa yang merespon.

Tanaka menjelajahi berbagai web dan blog yang mana menyediakan informasi terkait situasi saat ini.

Zombie pertama kali muncul sepuluh hari yang lalu. Atau begitulah yang dibaca oleh Tanaka di blog yang sepertinya 'terpercaya'.

Serangan zombie tidaklah pada satu daerah. Zombie muncul secara serentak di berbagai belahan dunia dalam interval waktu yang terbilang sangat berdekatan.

Pada awalnya, militer bisa bertahan dari serangan para zombie ini. Mereka mengamankan cukup banyak kota dari serangan zombie dengan blokade jalanan dan jalur lain.

Namun, pada hari ketiga setelah kedatangan zombie, militer kewalahan karena ada zombie jenis tertentu yang menyerang. Mereka adalah zombie yang berevolusi atau bisa disebut dengan mutan.

"Hmmm, menarik,"

Tanaka mencoba mengulik lebih lanjut soal informasi terkait mutan.

Secara singkat, mereka sangatlah berbahaya.

"Pantas saja pihak militer bisa kewalahan!"

Menyadari bahwa ada ancaman yang lebih menakutkan daripada zombie, Tanaka kini mencoba untuk menyusun strategi untuk bertahan hidup.

Sudah terbukti bahwa dia tidak terdeteksi oleh zombie. Namun, tidak ada garansi bahwa hal itu juga akan berlaku bagi mutan yang mana merupakan evolusi dari para zombie.

"Kurasa aku butuh banyak persiapan!"

Ucap Tanaka sambil dirinya menyenderkan punggung ke kursi. Tangannya meregang ke atas.

Tanaka kini memiliki semacam visi untuk bertahan hidup.

"Kalau begitu, aku akan mencoba bertahan hidup di dunia baru ini!"

Ucap sang hikikomori, menantang situasi dunia.

============================================================