Penjahat. Mereka adalah survivor yang melakukan tindak kriminal.
Namun, apa itu tindak kriminal di dunia baru yang mana memperbolehkan untuk seseorang menggambil barang dari suatu toko tanpa harus takut hukum?
Secara singkat, kriminal disini artinya melakukan tindak tidak pantas terhadap survivor lain.
Membunuh, merampok, memperkosa atau bahkan memperbudak seseorang yang mana masih hidup dan masih dalam lingkup ras manusia.
Survivor yang melakukan tindak kriminal ini akan dilabeli sebagai penjahat atau villian. Mereka sangat dimusuhi oleh pihak survivor pada umumnya.
Geng motor adalah sebutan untuk kelompok orang yang merusuh menggunakan motor di daerah kota yang Tanaka tinggali. Sebutan ini entah kenapa membuat seolah-olah geng motor sama dengan kriminal, tetapi karena kebiasaan masyarakat yang menyebutnya begitu maka Tanaka juga mencoba mengikuti.
"Iya, beberapa hari yang lalu… Sepertinya empat hari yang lalu ada geng motor yang menyisir daerah ini!"
Tanaka sebelumnya bertanya soal apakah ada geng motor di sekitar. Yuki menjawabnya dengan jawaban yang membuat Tanaka was-was akan situasi di luar. Yuki meneruskan cerita pengalamannya.
"Aku ketakutan karena mereka juga pergi ke atas sini. Aku bersembunyi di dalam mesin cuci dan beruntungnya itu tidak dicek. Aku mengira bahwa penghuni kamar ini tertangkap karena mereka juga sepertinya memasuki kamarmu dan... aku tidak menemukan seorangpun di kamar ini sebelumnya!"
Tanaka agak merinding mendengar bagian akhirnya.
Bingung akan apa yang terjadi. Empat hari yang lalu, artinya itu waktu yang sangat berdekatan dengan saat Tanaka akan bangun dari hibernasinya.
Namun, kesampingkan masalah itu sebentar, Tanaka mencoba untuk mencari informasi lebih lanjut terkait keberadaan para penjahat itu. Yuki menatap si pria hikikomori dengan cukup tajam seolah mengharapkan penjelasan soal keanehan itu.
"Baik, intinya kau berhasil menghindari para penjahat itu bukan? Syukurlah kalau begitu. Selain itu, aku sendiripun tidak yakin apa yang terjadi kemarin-kemarin karena aku pingsan di kamar saat itu!
Yuki menghela napasnya. Dia tidak mendapat jawaban yang memuaskan dari Tanaka.
"Seperti itukah,"
lanjut Yuki yang mana seperti kecewa dan kurang puas. Bagaimanapun, yang menjadi pertimbangan Yuki adalah si Tanaka itu hantu, penjahat, survivor lain atau memang benar bahwa dia itu penghuni kamar yang asli.
Yuki masih belum bisa memastikan.
"Jadi kemungkinan para penjahat itu masih berkeliaran disini ya?"
Tanaka kembali memastikan jawaban. Ini adalah hal yang penting karena keberadaan penjahat di sekitar sama saja dengan keberadaan marabahaya itu sendiri.
Tidak seperti zombie, kemungkinan besar diantara mereka ada yang memiliki kekuatan bless atau senjata berbahaya. Jelas dalam kaitannya hal ini, Tanaka sangat tidak diuntungkan.
Yuki yang masih belum menjawab seolah menandakan bahwa dirinya tidak tahu pasti.
Tanaka lantas mencoba memperkirakan apa yang harus dia lakukan untuk mengatasi ancaman ini.
Senjata, kekuatan dan markas yang kuat. Ini semua yang diperlukan oleh Tanaka untuk mengantisipasi kedatangan para penjahat.
Satu-satunya yang bisa didapat oleh Tanaka saat ini adalah kekuatan. Dia harus memperkuat fisiknya sehingga raganya siap jika saja harus bertempur melawan para survivor kriminal itu.
"A-anu..."
Yuki tiba-tiba saja berbicara. Tanaka yang tadi sedang dalam mode berpikir serius kini teralihkan dan mencoba memperhatikan Yuki. Pandangan mata kedua orang itu saling bertemu.
"Mereka sudah pergi jika infonya benar. Mereka awalnya memiliki markas di daerah barat dari sini, tetapi itu sudah diserang gerombolan zombie dan mutan sehingga kemungkinan untuk selamat sangatlah kecil... Tapi aku juga tidak yakin."
Tanaka yang mana mendengar hal itu merespon dengan cukup senang. Itu adalah berita bagus yang lumayan ambigu.
Sore hari dimana itu adalah waktu yang tepat untuk seseorang berolahraga selain waktu pagi. Tanaka bagaimanapun sudah bersiap untuk melatih tubuhnya kembali seperti saat dulu SMA.
"Oh benarkah, itu berita bagus. Aku akan mencoba mengeceknya nanti… Tapi sebelum itu aku akan…"
Tanaka mencopot bajunya yang mana termasuk baju paling mahalnya.
Yuki yang melihat hal itu mengira bahwa Tanaka hendak memperkosanya.
"A-apa yang mau kau lakukan… Berhenti!"
Tanaka yang mana masih belum sepenuhnya mencopot baju hampir saja terkena serangan memutar dari gesper. Itu hampir mengenai sisi kiri kepala jika saja dia tidak berhasil menangkapnya.
"Apa yang kau lakukan?!"
Tanaka menanyakan maksud dari Yuki yang barusan menyerang.
"Berhenti disana, entah itu kau atau bahkan orang penting sekalipun tidak kuperbolehkan memperkosaku! Aku lebih baik mati dibanding menjadi lacur seperti itu!"
"Apa yang kau bicarakan... Ahhh!"
Tanaka menyadarinya. Seorang laki-laki yang mencopot baju di depan seorang wanita merupakan hal yang tidak biasa.
Tanaka melupakan hal itu semenjak yang menjadi fokusnya sesaat tadi hanyalah tentang 'seberapa kuat dirinya'. Dia yang menyadari kesalahpahaman ini hanya bisa tertawa kecil soal itu.
"Dengar ya, aku tidak ada niatan memperkosamu. Aku mencopot baju karena aku ingin berlatih. Dan kau kembalilah ke kamarmu, dasar yankee!"
Tanaka menjelaskan apa tujuannya mencopot baju yang mana masih pada kancing kedua.
"Eh, benarkah?"
Yuki yang mana memiliki wajah normal tadi kini mulai memerah. Dia merasa malu karena apa yang menjadi kesalahpahaman, tetapi dia juga tidak bisa lengah begitu saja.
"… Jika kau memang tidak ada hal lain maka kembalilah ke kamarmu sebelum aku berubah pikiran!"
Tanaka meledek si gadis yang wajahnya memerah itu. Karena perkataannya barusan, Yuki menjadi semakin memerah dan dia pergi dari kamar Tanaka.
Tanaka sendiri melanjutkan apa yang hendak dia lakukan tadi.
Bagaimanapun, Tanaka masih belum bisa melupakan dua frasa penting yang tadi dia dengar. Itu adalah 'memperkosa' dan 'copot baju'.
"Hentikan itu dasar otak sialan!"
Ucap Tanaka untuk memaksa otak imajinatifnya berhenti memikirkan kejadian yang mungkin saja terjadi jika sesuati dengan yang dikatakan si Yuki. Namun, Tanaka saat ini harus berfokus akan pengembangan tubuhnya terlebih dahulu sebelum kegiatan sampingan seperti itu.
Tanaka memulai push-upnya. Targetnya adalah empat puluh atau lebih.
Setidaknya itulah awal yang baik untuk tubuh seorang hikikomori yang mendapat suatu keajaiban berupa tubuh kuat.
"Satu, dua, tiga… sepuluh… duapuluh… limapuluh… seratus… empatratus… empatratus sembilanpuluh delapan, empatratus sembilanpuluh sembilan, limaratus. Yosh cukup, sekarang aku ingin berteriak tapi lupakan dan renungkan saja!"
Tanaka berhenti melakukan push-upnya dikali ke-500. Sejujurnya, itu adalah jumlah yang terlalu banyak untuk seorang hikikomori.
"Kenapa aku sangat kuat?!"
Tanaka tersentak. Ini adalah hal yang sangat aneh baginya.
Memang benar bahwa dia merasa tubuhnya menjadi lebih sehat dan terasa hebat. Namun, hal seperti push-up sebanyak lima ratus kali itu terlalu berlebihan bagi seorang hikikomori yang dulunya kesusahan untuk mencapai kali push-up kelima.
Tanaka mencoba mengecek tubuhnya. Sejauh ingatan memori yang bisa Tanaka gali, tubuhnya sama seperti dulu hanya saja ditambahi bekas luka yang mana tidak diingat kapan pernah dia dapat.
"Kapan aku mendapat luka ini?"
Tanaka mengusap bagian perutnya dimana terdapat bekas luka yang cukup sulit untuk diketahui jika saja dia tidak teliti.
"Ah, mungkin karena aku keseringan menunduk!"
Ucap si hikikomori dengan hipotesanya demi menutup topik.
Tanaka masih perlu melatih bagian tubuh lainnya. Perut dan kaki.
Tanaka melakukan sit-up. Hasilnya kurang lebih sama dengan saat tadi push-up.
"Lima ratus lagikah?"
Sebenarnya Tanaka masih bisa melanjutkannya. Namun, dia tidak bisa menghamburkan banyak waktu semenjak dia tahu bahwa rekor yang dia dapat sudah terbilang sangat banyak baginya.
"Kurasa saatnya untuk berjogging!"
Tanaka memutuskan untuk pergi keluar untuk jogging. Kebiasaan lamanya yang mana terhenti semenjak dia lulus dari universitas.
Dalam batinnya, Tanaka agak takut untuk keluar semenjak mengetahui bahwa ada keberadaan semacam penjahat di sekitar. Namun, dia yakin akan kemampuan untuk menghindari masalah dan kabur secara diam-diamnya.
Tanaka keluar dari ruangan, mengunci pintu hingga akhirnya berpapasan dengan seseorang yang membawa tongkat serta berpakaian sangat tertutup. Dari bentuk tubuh dan faktor super jelas lainnya, Tanaka menebak bahwa dia adalah Yuki Fujiwara.
"Yo, yankee!"
Sapaan sekaligus ejekan dari Tanaka terhadap Yuki. Si gadis SMA itu sendiri agak terganggu dengan panggilan tersebut, tetapi dia mencoba untuk bersikap biasa saja.
Mereka berdua saling bertukar pandangan. Tanaka melihat seorang gadis dengan pakaian yang menutupi hampir seluruh tubuh. Kontras dengan apa yang dilihat oleh Yuki, seorang pria berumur dua puluhan dengan pakaian kasual dan celana pendek.
"Apa yang ingin kau lakukan?"
Tanaka bertanya karena penasaran.
Penasaran dan ingin mencoba akrab ke orang lain setelah sekian lama dia tidak melakukannya.
"Apa yang kau katakan! Lihatlah kondisi dibawah sana. Itu sama sekali bukanlah hal yang baik kau tahu. Jika itu tidak segera dibersihkan tempat itu bisa menjadi sarang virus dan aku bisa terinfeksi bahkan tanpa tergigit oleh zombie!"
Yuki menjelaskan. Suaranya agak tertutupi oleh masker yang dia pakai, tetapi tetap saja terdengar jelas di telinga Tanaka.
"Jika memang seberbahaya itu maka aku akan membantu!"
Tanaka yang baru saja menyadari hal itu kini berniat membantu. Awalnya dia tidak memiliki pikiran seperti itu semenjak dirinya merasa bahwa semua itu terasa 'normal'.
"Ini aneh, kenapa aku tidak kepikiran seperti itu?"
Tanaka bertanya kepada dirinya sendiri. Dia tahu bahwa keberadaannya tidak bisa dideteksi zombie. Namun, dia sama sekali tidak yakin bahwa zat lain dari zombie seperti darah atau saliva bisa membuatnya terinfeksi.
Tanaka dan Yuki mengumpulkan mayat zombie.
Yuki yang mana hanyalah seorang gadis SMA atau setidaknya begitu tidaklah terbiasa dengan pemandangan sadis seperti ini. Bagian tubuh dan potongan daging tubuh manusia yang tersebar kemana-mana dan harus diambil. Terlihat dari raut alis Yuki bahwa dia sangatlah merasa 'ugh, ini menjijikkan dan sangat berbahaya'.
Di lain sisi, Tanaka yang sambil berdengung menggumamkan suatu lagu terlihat seperti sangat terbiasa akan hal seperti ini. Dirinya tidak sadar hingga beberapa waktu atau lebih tepatnya hingga saat dia melihat Yuki yang memiliki raut alis yang lucu.
"Benar juga, kenapa aku malah merasa terbiasa dengan hal ini? Bukankah beberapa waktu yang lalu aku merasa mual hanya dengan melihat potongan tubuh ini?"
Tanya Tanaka terhadap dirinya sendiri. Dirinya tidak mengetahui apa alasan pasti kenapa tubuh, kemampuan dan bahkan cara berpikirnya menjadi sangat berbeda. Baginya, hal ini pasti memiliki suatu penyebab yang sama.
"Yah, pikirkan nanti saja. Kembali bekerja!"
Seru Tanaka dalam pikirannya guna memberi perintah ke tubuh. Atau setidaknya begitulah yang biasanya si hikikomori ini lakukan guna menyemangati diri.
...
...
"Yosh, selesai juga!"
"Hehe, benar,"
Tanaka menyeru dan Yuki mencoba untuk menyambung. Mereka sudah selesai mengerjakan apa yang beberapa menit yang lalu mereka mulai.
Kini adalah saat bagi mereka untuk membakar mayat dan bagian tubuh itu.
Bagaimanapun, Tanaka menyadari sesuatu dari yang barusan terjadi.
Mereka berdua sama sekali tidak beinteraksi secara konversasional kecuali saat bagian Tanaka menyeru tadi. Artinya Yuki adalah tipe pasif yang mana tidak bisa memulai pembicaraan.
Tanaka yang menyadari hal itu kini ingin mencoba membuka suasana yang sekiranya bisa dibilang tidak canggung.
"Ummm, Yuki... Apakah kau berasal dari sekolah X?"
Tanaka memulai pembicaraan dengan pertanyaan normal yang mana sebenarnya sudah tidak penting di masa apocalypse. Atau begitulah yang dipikirkan Tanaka saat dia mencoba mencari pertanyaan yang ringan.
"Tidak… Aku berasal dari sekolah A!"
Yuki membenarkan. Sekolah X merupakan sekolahan yang berada di kota yang saat ini mereka tinggali. Sedang sekolah A adalah sekolahan yang mana ada di kota sebelah dan bisa dibilang cukup jauh dari tempat mereka.
Tanaka yang mana mengetahui sekolah itu langsung tersadar.
"Njir, sekolahnya di kota sebelah!"
Kira-kira reaksi Tanaka dalam pikirannya. Dia mencoba memikirkan mengenai alasan kenapa si gadis ini justru tinggal di kosan yang murah dan jauh ini dibanding tinggal di tempat yang lebih dekat.
Bagiamanapun, biaya transportasi dan waktu adalah hal yang cukup krusial untuk keefisienan.
Tanaka mencoba untuk menghentikan analisa dan mode 'membuat asumsi'-nya.
"Oh, begitukah. Apa kau punya pacar?"
Tanaka mencoba untuk menanggapi dan bertanya sesuatu yang terkesan ceroboh.
"Apasih yang kupikirkan?"
Tanya Tanaka dalam pikirannya. Dia kini merasa sangat aneh.
Written by: Hikari_Nufisa
Yuki diam untuk beberapa saat seolah dia sedang berpikir keras untuk menjawabnya. Tanaka sesekali melirik Yuki, berharap si gadis SMA itu tidak memberi pandangan jijik ke om-om berumur dua puluh tuhunan itu.
"... Tidak, aku tidak mempunyai satupun. Bahkan aku tidak yakin memiliki teman haha,"
Yuki mengakhirinya dengan tertawa sedikit seolah itu sesuatu yang lucu. Namun, jujur jauh di dalam hatinya dia sangat sedih karena hal itu.
Tanaka menyadarinya. Itu mungkin alasan kenapa Yuki lebih memilih tinggal di kosan yang lebih jauh untuk bersekolah. Atau mungkin lebih mirip memilih tinggal di kosan ini untuk menjauh dari sesuatu dari sekolah.
Tanaka mencoba mengganti topik.
"Kenapa kau tidak ikut ke kamp sekitar?"
Yuki melihat Tanaka, dirinya ragu untuk menjawab.
"… A-aku tidak tahu. Aku terlalu takut untuk mencobanya,"
ucap Yuki yang mana masih cukup ambigu kedengarannya. Namun, Tanaka yang mana memiliki beberapa pengalaman hidup bisa menebak apa yang menjadi pertimbangan gadis muda yang berada di atas rata-rata seperti Yuki.
Berdasar apa yang dibaca oleh Tanaka, kamp survivor tidak terdiri dari hanya survivor yang baik hati yang suka membantu orang lain. Beberapa dari kelompok itu tidak ragu untuk menggunakan anggota mereka sebagai objek 'senang-senang' yang mana itu adalah wanita.
Walaupun termasuk klasifikasi pelanggaran karena memperkosa, mereka tidak ditindak dengan keras. Bagiamanapun, mereka memiliki regulasi mereka sendiri-sendiri dan tidak semua kamp mempunyai kemampuan untuk mengurus urusan kamp lain.
"Oh begitukah, bagiku itu juga merupakan pilihan yang tepat untuk wanita cantik sepertimu. Aku juga akan lebih memilih menghindari kamp atau perkumpulan yang lain jika aku menjadimu!"
Tanaka mencoba untuk mensingkronkan akan apa yang kira-kira menjadi pertimbangan Yuki. Si gadis SMA yang mendengar hal itu kini menoleh ke arah Tanaka, terkejut akan apa yang baru saja si pria katakan.
"Kau tahu maksudku?"
Yuki mencoba meyakinkan dirinya dengan bertanya kepada si pria. Tanaka yang mana dilempari pertanyaan seperti itu mencoba merangkai kalimat untuk menjelaskan kepadanya.
"Maksudku, aku dulu pernah menjadi orang yang pintar dan 'serba bisa'... Tidak, aku bukan bermaksud sombong tapi intinya karena itulah perusahaan hanya memperalatku. Dalam komunitas, jika kau tidak punya kekuatan politik maka kau sama saja nilainya dengan sebuah alat. Dan untuk wanita cantik sepertimu, aku yakin mereka akan berbuat tidak-tidak,"
jelas Tanaka panjang terhadap Yuki. Cerita soal potongan kehidupan Tanaka yang mana merupakan alasan kenapa dia menyerah soal berjuang dalam karirnya.
Yuki meresapi apa yang dikatakan Tanaka. Si pria yang kini merasa agak malu karena terkesan menjadi seseorang yang 'sok dekat' dengan menceritakan masa lalu mulai merasa canggung.
"… Ya, setidaknya begitulah bagaimana kami para pria berpikir,"
ucapnya tanpa tersadar dengan penuh.
Tanaka kini menjadi gugup. Kalimat yang barusan dia katakan adalah dead flag baginya. Itu sama saja dengan mengatakan bahwa Tanaka merupakan jenis pria berbahaya itu.
Walaupun sebenarnya tidak. Dia terlalu cupu untuk itu.
Mereka berdua terdiam selama beberapa saat. Terdiam melupakan apa yang seharusnya mereka kerjakan, membakar tumpukan mayat zombie.
Itu hanya beberapa saat hingga akhirnya Yuki mulai kembali bekerja lalu Tanaka mengikuti.
...
Asap hitam menjulang ke langit. Udara di sekitar terasa berat dan tentu saja berbahaya untuk dihirup.
Seorang gadis terus melirik ke arah gerbang kosan. Melirik guna jaga-jaga jika ada zombie yang tertarik karena suara gemelitik api yang membakar mayat.
Tegang. itulah yang dirasakan oleh Yuki saat ini. Namun, ada hal yang membuat Yuki merasa lebih baik.
Itu adalah teman berbicaranya sesaat tadi. Walaupun berakhir agak canggung, baginya pembicaraan tadi sangatlah berharga.
"… Terima kasih!"
Ucap Yuki secara tiba-tiba. Tanaka yang agak bingung mencoba mengecek sekitar akan ada siapa orang lain di sekitar.
"Huh?"
Tidak ada orang lain selain mereka berdua. Artinya Yuki mengucapkan 'terima kasih' ke dirinya. Atau mungkin ke dirinya sendiri.
Yuki yang mana melihat si pria itu kebingungan tersenyum sedikit. Tersenyum melihat tingkah konyol si pria yang aslinya berumur dua puluh enam tahun.
"… Tidak, lupakan saja. Ngomong-ngomong kau tadi mau kemana?"
Tanaka melihat ke arah wajah Yuki. Si gadis saat ini sedang tersenyum.
Tanaka menjadi agak gugup.
"O-oh, aku tadi ingin pergi jogging dan berlari... Aku ingin meningkatkan kemampuanku karena situasinya yang sangat berbahaya sekarang. Aku perlu menjadi lebih kuat untuk selamat!"
Tanaka teringat akan tujuannya keluar dari kamar. Itu adalah untuk mengecek kekuatan kaki dan staminanya.
"Kau benar. Aku juga sekarang masih terlalu lemah. Tapi apa tidak apa-apa untukmu jogging diluar? Maksudku, bukankah kau sudah bertemu dengan zombie-zombie itu sebelumnya?"
Yuki yang agak khawatir mencoba menanyakan soal kesiapan Tanaka.
"Ya, kau tahu. Aku itu ahli soal bersembunyi dan aku bisa menghindari mereka. Kau tadi melihat aku kembali dengan segentong cup mie bukan? Itulah buktinya!"
Tanaka menjawab dengan enteng yang mengada-ada. Dirinya masih cukup ragu untuk memberitahu kemampuannya kepada orang lain semenjak dia sendiri tidak yakin darimana asal kemampuan itu.
Yuki yang mana tidak terlalu mengingat soal kejadian sebelum dia jatuh pingsan hanya bisa mengiyakan. Namun, dia tahu bahwa si pria itu memang berhasil membawa cukup banyak makanan ke dalam kamarnya.
"Baiklah kalai begitu. Kurasa tidak berguna mengkhawatirkan hal itu. Aku akan kembali ke kamarku duluan!"
Seru Yuki sambil bergerak sedikit ke arah tangga. Dia kini berjalan meghadap ke arah tangga sepenuhnya.
"Ya, dan berhati-hatilah dengan tangganya!"
Tanaka membalas dengan tambahan. Tanaka bagaimanapun masih melihat beberapa noda darah yang belum sepenuhnya kering dari kejauhan.
Kemampuan penglihatan yang belum disadari oleh Tanaka.
Tanaka memulai kegiatannya. Jogging sore.
============================================================