Chereads / TANGGUH PERKASA / Chapter 5 - Untaian 5: Kejahilan Terbesar

Chapter 5 - Untaian 5: Kejahilan Terbesar

Matahari seolah datang dan pergi, hari demi hari pun berlalu, Tangguh terus bertahan menghadapi kejahilan Badrun dan kawan-kawannya. Beruntung ia punya teman seperti Lica, gadis kecil yang selalu membelanya. Hanya ia teman yang mampu membangun kembali mentalnya yang runtuh.

Tahun demi tahun berlalu, semuanya masih sama. Hingga Tangguh telah duduk di bangku SMP, ia masih selalu dijahili ketiga temannya. Saat mentalnya rapuh, ia terkadang pergi ke tepi pantai dan memanjat batu karang yang berdiri kokoh walau selalu diterjang ombak. Ia berdiri di sana dan mengepalkan tangannya tuk menguatkan tekadnya.

Ia juga harus bersyukur, selain Lica, kini ada Cahyo dan Solihin yang mau bergaul degannya. Cahyo selalu menyisir rapi rambutnya dan tak lupa memakai minyak rambut yang terbuat dari minyak kelapa. Ia selalu membawa sisir di saku belakangnya. Jika berucap tinggi sekali bahasanya, seperti seorang politisi. Namun terkadang ia sendiri tak mengerti arti kata-kata yang diucapkannya. Sedangkan Solihin kebalikannya, ia malas sekali menyisir. Karena itulah ia lebih sering menggunduli kepalanya agar tak usah menyisir, apalagi keramas. Cahyo dan Solihin suka sekali bercanda. Itu yang membuat Tangguh tak terlalu bersedih ketika selalu dijahili Badrun, Jamal, dan Tohir.

Tangguh hampir setiap hari dijahili Badrun, Jamal, dan Tohir. Namun ia terus bertahan di sekolah itu. Ia ingat sebuah pepatah yang bilang bahwa orang yang tangguh adalah orang yang mampu membangun benteng dari batu yang dilemparkan padanya.

Puncak kejahilan itu terjadi saat ia duduk di kelas 3 SMP. Badrun, Jamal, dan Tohir, tiga otak di balik kejahilan itu selalu penasaran dengan nama Tangguh hingga membuat mereka terus menjahilinya untuk membuktikan apakah Tangguh memang tangguh. Mereka bertiga merencanakan aksi jahil terbesar. Selama ini Tangguh cukup sabar, mulai dari kotor, basah, sakit kepala, kaki, pegal–pegal, nyeri otot, dan lainnya telah dirasakannya akibat kejahilan tiga teman sekelasnya itu. Namun selama ini ia masih bisa bersabar. Tapi apakah kali ini ia masih bisa bersabar?

***

Sore itu, selepas pulang sekolah, Badrun, Jamal dan Tohir berkumpul di hamparan rumput di belakang sekolah, duduk di bawah pohon yang rindang. Di bawah pohon itu mereka melaksanakan rapat untuk merencanakan jahil yang terbesar kepada Tangguh.

Mereka merencanakan siasat dan mengatur peran masing–masing untuk menjalankan kejahilan itu. Badrun sebagai ketua kelompok menugaskan Jamal untuk mengambil sepatu Tangguh saat malam hari. Sedangkan ia dan Tohir akan ke sekolah saat malam hari, ketika penjaga sekolah telah tidur.

***

Rencana telah disusun matang. Mereka siap untuk melancarkan aksinya. Pertama, di malam itu Jamal pergi ke rumah Tangguh. Tangguh merasa heran dengan kedatangan Jamal yang mengetuk pintu rumahnya. Di teras, di rumah yang amat sederhana, Jamal berpura–pura meminjam catatan pelajaran Tangguh.

"Guh, aku tadi tidak mencatat pelajaran matematika, aku boleh kan minjam catatan kamu?" tanya Jamal dengan muka belaga baiknya.

Walau masih heran, namun Tangguh mencoba tuk berpikir positif. "Oh, tentu saja boleh." Tangguh lalu mengambil catatannya.

Saat Tangguh masuk ke rumahnya untuk mengambil catatannya, Jamal pun beraksi. Ia melihat sepatu Tangguh ada di teras rumahnya, tepat di atas tulisan WELCOME. Ia lantas mengambil sebelah sepatunya dan memasukannya ke dalam tas yang ia bawa. Tak lama Kemudian Tangguh kembali dengan membawa catatannya.

"Ini, Mal, catatannya," ucap Tangguh memberi catatannya pada Jamal.

"Oh. . . iya, makasih, kalau begitu aku pulang dulu, Guh," Jamal berpamitan.

Tangguh tak menyadari aksi Jamal. Jamal usai berbalik arah dari rumah Tangguh, tak sabar menahan tawa ketika membayangkan rencana mereka esok hari.

Di tempat yang lain, Badrun dan Tohir mengendap-ngendap di sekolah. Sembari celingak-celinguk ke samping kanan dan kiri mengawasi kalau-kalau aksi mereka ketahuan, mereka menuju ruang kepala sekolah, lalu membobol pintu ruang kepala sekolah dengan obeng dan peralatan lainnya. Kemudian dengan menggunakan senter sebagai alat penerang, mereka membuka setiap laci dan lemari yang ada di ruangan itu. Mereka hendak mencari sesuatu. Namun tak lama kemudian terdengar ada suara orang yang datang dan membuka pintu. Mereka kaget setengah mati karena takut aksinya diketahui. Namun ternyata orang itu adalah Jamal yang tidak lain adalah anggota gengnya.

"Ssst.... tenang kalian, nggak usah kaget. Ini aku Jamal, aku sudah berhasil bawa sepatunya Tangguh," bisik Jamal menunjukkan sepatunya Tangguh.

"Oke, kita juga sudah berhasil nemu kunci jawaban soal UAS nanti, kalo gitu kita segera pergi dari tempat ini dan jangan lupa simpen sepatu baunya si Letoy itu di depan pintu," ucap Badrun.

Mereka pun segera pergi dari sana dan meletakkan sepatu Tangguh di depan pintu ruang kepala sekolah. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, mereka menjahili Tangguh sekaligus dapat kunci jawaban soal UAS.

***

Keesokan harinya, di pagi yang cerah, seluruh murid–murid telah masuk ke kelasnya. Suasana kelas yang tenang langsung berubah riuh oleh suara tawa terbahak-bahak yang terdengar menggema dari ruang kelas. Rupanya Tangguh datang ke sekolah dengan memakai sepatu sebelah kanan saja. Sedangkan kaki kirinya beralaskan sandal jepit yang hampir putus. Itu yang membuat mereka tertawa terbahak–bahak. Tangguh hanya tertunduk malu memandangi sendal jepitnya.

Di sisi lain, Kepala sekolah hendak masuk ke ruangannya. Namun ia kaget ketika melihat ada sebuah sepatu di depan ruangannya. Rasa curiga mulai muncul dalam benaknya. Ia semakin kaget ketika melihat handle pintu ruangannya rusak tanda bekas dijebol. Kekagetannya mencapai puncaknya ketika masuk ke ruangannya dan melihat seisi ruangan berantakan. Kertas–kertas berkas berserakan di mana–mana.

Ia berpikir kalau telah ada maling yang mencuri barang berharga di ruangannya. Tapi komputer dan peralatan lainnya masih tertata rapi di ruangan itu. Kemudian pandangannya tertuju pada sebuah laci yang sudah terbuka. Ia ingat di laci itu ia sempat menyimpan soal beserta kunci jawaban ujian akhir semester yang diadakan hari itu. Ia pun baru mengerti arti semua ini.

Seluruh siswa telah memasuki kelas masing–masing. Hari itu mereka menjalani Ujian Akhir Semester. Semuanya duduk dengan rapi menanti soal yang akan dibagikan. Tak seperti biasanya, Badrun, Jamal, dan Tohir tampak tenang menghadapi ujian kali ini, paras wajahnya terlihat berseri-seri. Tak ada yang sadar kalau mereka telah mencatat kunci jawaban ujian pada sobekan kertas kecil. Namun ketika pengawas ujian hampir membagikan soal ujian, tiba–tiba terdengar pengumuman melalui pengeras suara. Itu adalah suara kepala sekolah.

"Seluruh murid, guru, dan staf diharapkan berkumpul di lapangan upacara, sekali lagi, seluruh murid, guru, dan staf diharapkan kumpul di lapangan upacara sekarang juga!!!" tegas kepala sekolah dengan pengeras suara.

Mendengar pengumuman itu, semua bertanya–tanya apa yang terjadi, mereka mulai gusar karena tak biasanya kepala sekolah mengumpulkan mereka secara mendadak seperti ini, apalagi di saat sedang ujian. Mereka pun berhamburan keluar dari kelas dan berkumpul di lapangan.

Rasa cemas dan bingung yang mereka rasakan menimbulkan suara gaduh saat berkumpul di lapangan upacara. Semua bertanya–tanya kebingungan. Sedangkan kepala sekolah dengan kumis tebalnya hanya diam dan terpaku memandangi mereka dengan wajah masam.

Mendengar suara gaduh itu, seketika saja kepala sekolah menyentak. "Diaaaaaaaaaaaaam....., kalian semua diaaaam !!!!!!!" teriak kepala sekolah di dekat tiang bendera di lapangan upacara.

Spontan saja suasana menjadi sepi laksana malam di tengah gurun. Namun semua orang kala itu semakin tegang. Keringat dingin bercucuran dari kening, tangan bergetar, dan mereka masih bertanya–tanya dalam hati tentang apa yang membuat kepala sekolah berseragam coklat muda itu amat murka.

Saat semua terdiam dan terpaku, kepala sekolah pun mulai bicara tentang maksudnya untuk mengumpulkan mereka semua di lapangan.

"Saat saya masuk ke ruangan saya, saya melihat ruangan saya sangat berantakan dan kalian tahu? ternyata soal ujian kali ini telah bocor. Ya, ada salah satu murid yang telah mengambil soal itu beserta kunci jawabannya," ujar kepala sekolah dengan suara lantang.

Mendengar perkataan itu, suasana menjadi gaduh kembali. Semua bertanya-tanya tentang siapa pelakunya.

Kepala sekolah pun mengambil tongkat dan memukulkannya ke lonceng yang berada di sebelah mikrofon. Suara berdenting menusuk gendang telinga, membuat mereka kembali tersentak dan terdiam. Kepala sekolah meneruskan apa yang ia bicarakan.

"Saya telah menemukan petunjuk siapa yang mengambil soal dan jawabannya," ujar kepala sekolah, kumisnya naik turun mengikuti gerak bibirnya.

Mendengar hal itu, Badrun, Jamal, dan Tohir, sedikit gemetar. Wajah mereka memerah lantaran takut apa yang mereka lakukan akan terbongkar. Keringat dingin pun mulai mengalir dari keningnya, detak jantung mereka semakin cepat.

"Ini, kalian lihat ini! ini saya temukan di depan ruangan saya," kata kepala sekolah sambil mengangkat sebuah sepatu. "Itu artinya si pencuri terburu–buru hingga sepatunya lepas dan ia ingin cepat lari dari tempat ini," ucap kepala sekolah meneruskan perkataannya lagi.

Badrun, Jamal, dan Tohir bisa bernapas lega ketika mendengar ucapan kepala sekolah. Itu artinya rencana mereka berhasil.

Kali ini giliran Tangguh yang gemetar, keringat dingin mengalir dari dahinya, dipejamkan matanya sesaat sembari berdoa. Tangannya yang gemetar itu mencengkram seragam sekolah yang dikenakannya kuat-kuat. Ia tak menyangka sepatu coklat yang kumal miliknya itu berada di tangan kepala sekolah.

Kepala sekolah pun bertanya dengan suara lantang, "Sepatu siapa ini?. . . jawaaab!!!!"

Tangguh yang berada di barisan kedua perlahan mengacungkan tangannya dengan rasa takut seraya menundukkan kepalanya. Kemudian kepala sekolah memanggilnya ke depan dengan rasa marah dan mengumumkan sesuatu kepada seluruh murid dan guru yang berkumpul di lapangan saat itu.

"Hari ini sekolah kita akan berkurang satu murid. Karena murid yang ada di hadapan saya, Tangguh Perkasa, resmi dikeluarkan dari sekolah ini!!" tegas Kepala sekolah tanpa pertimbangan lagi.

Tangguh terkejut dengan keputusan itu, ia pun menagis, meringis, dan memohon–mohon kepada kepala sekolah agar tidak dikeluarkan dari sekolah ini.

"Pak, saya mohon Pak, jangan keluarin saya dari sini. Bukan saya pelakunya, Pak .... tolong, Pak." Tangguh memohon sambil berlutut menarik–narik celana kepala sekolah hingga melorot.

Hampir-hampir saja suasana tegang kala itu berubah menjadi gelak tawa andai para murid dan guru yang berkumpul di lapangan tak kuasa membendung tawa ketika melihat celana kepala sekolah melorot.

Kepala sekolah begitu marah sehingga ia tak menggubris apa yang dikatakan Tangguh. Segera saja ia menaikkan kembali celananya dan bergegegas menuju ruangannya. Perkumpulan itu pun dibubarkan, sementara Tangguh masih sendiri menangis, meratapi kesedihannya di tengah lapangan. Terbayang wajah ayah dan ibunya yang kecewa dengan apa yang terjadi.

Ia masih sendiri dan tak ada seorang pun yang peduli padanya. Lica yang mencoba menghampirinya segera ditarik oleh guru pengawas untuk melanjutkan ujian. Beberapa teman yang mengenalnya pun seperti Cahyo dan Solihin seolah tak percaya Tangguh dikeluarkan dari sekolah, karena mereka yakin, Tangguh tak mungkin berbuat seperti itu.

***