Chereads / Ex - Boss / Chapter 22 - Missing

Chapter 22 - Missing

Mr. Skinner mendengarkan dengan baik, membuatnya merasa seperti pria brengsek yang memutuskan segala keinginan dan ambisi gadis itu. Mr. Skinner telah menghancurkannya, menempatkan Vivian pada sebuah masalah besar yang akhirnya membuat gadis itu merasa tertekan dan pergi.

Apalagi setelah mengetahui masa lalu Vivian yang ternyata adalah anak yatim piatu dan dibesarkan oleh pamannya di area perkebunan, cita-cita Vivian pasti sangat tinggi. Dan kini gadis itu meninggalkan semua keinginannya karena ada calon bayi yang harus ia urus, Mr. Skinner merunduk lesu. Merasa bersalah kepada gadis yang harusnya menggapai keinginan di masa mudanya.

"Apa kalian tidak memiliki keluarga di kota lain?" Tanya Mr. Skinner berharap masih ada harapan untuk menemukan Vivian.

"Tidak! Seperti yang kau tahu, Vivian tidak memiliki orang tua dan hanya aku satu-satunya keluarga yang ia punya." Kata Fred menjelaskan. Pupus sudah harapan Mr. Skinner.

...

Mr. Skinner terbaring lesu di kamarnya, tidak ada catatan atau setidaknya surat yang ditinggalkan Vivian untuknya. Apakah dirinya sebegitu tak berartinya bagi gadis itu? Wajah pria itu nampak tak terurus, brewoknya hampir menutupi seluruh dagunya tanpa ia berniat untuk mencukurnya. Dan sudah seharian ini Mr. Skinner tak berselera makan.

Mr. Skinner memutuskan untuk pergi ke club malam ini, menghabiskan malamnya hanya untuk mabuk seolah ia tak perduli jika hari esok masih ada. Sampai kepalanya benar-benar pusing dan tak menyadari ada sesosok wanita yang duduk di samping seraya menggodanya. Mr. Skinner mengernyitkan dahi, mengapa wajah wanita itu sangat mirip dengan Vivian?

Wanita itu mengajak Mr. Skinner ke sebuah ruangan VVIP dan menanggalkan seluruh pakaiannya di hadapan Mr. Skinner, ia hanya pria biasa dalam keadaan mabuk berat. Membuat tubuh Mr. Skinner bereaksi serta memanggil wanita itu menggunakan nama Vivian di setiap desahan percintaan mereka. Dengan kasar Mr. Skinner mencengkram kuat leher wanita itu sehingga membuatnya mendesah nikmat.

Sesekali ia menampar wajahnya dan mencumbunya dengan keras di saat yang bersamaan, Mr. Skinner membalikan tubuh wanita itu. Membuat bongkahan padat dan kenyal tersebut terekspos sempurna, ia menjambak rambut wanita itu dengan keras. Menitipkan beberapa tanda merah di punggung dan leher terbukanya.

Permainan panas dan keras akan terasa nikmat jika dalam keadaan mabuk, Mr. Skinner bahkan tidak perduli jika wanita itu merintih memohon untuk menyudahi permainan. Untuk saat ini baginya adalah menyalurkan kekecewaannya kepada siapapun, bahkan untuk wanita yang terus ia panggil dengan menggunakan nama Vivian.

Mr. Skinner terus meracau tanpa ia sadar tubuhnya telah ambruk di atas wanita itu setelah pelepasannya, ia tak sadarkan diri hingga pagi menjelang.

Saat sinar matahari pagi masuk melalui celah gorden yang sedikit terbuka, Mr. Skinner merasakan pusing yang luar biasa di kepalanya. Melihat seorang wanita yang tengah tertidur di sampingnya yang ternyata bukanlah Vivian, hanya wanita jalang yang menggunakan kesempatan ketika Mr. Skinner sedang mabuk.

Mungkin karena ia terlalu banyak memikirkan Vivian, semua wanita terlihat seperti Vivian di matanya. "Pergilah kau Jalang!" Cecar Mr. Skinner pada wanita yang tak mengenakan sehelai benangpun itu saat ingin memeluknya, Mr. Skinner merasa jijik pada dirinya sendiri mengingat ia memperlakukan wanita jalang itu seperti Vivian.

Dengan langkah gontai Mr. Skinner keluar dari club tersebut, menelpon supir pribadinya karena ia khawatir mengemudi seorang diri dalam keadaan masih pusing. Tak lama ia meninggalkan tempat itu menuju rumahnya, mengabaikan beberapa panggilan yang ada di ponselnya, yang tak lain adalah sekertarisnya sendiri.

Mr. Skinner tak perduli lagi dengan pekerjaan, mungkin orang tua dan keluarganya akan mencerca dirinya karena tidak becus mengurus bisnis dan usaha. Tapi Mr. Skinner saat ini benar-benar dalam kondisi terpuruk, ia khawatir akan membuat kegaduhan di kantor jika kondisinya masih seperti ini.

"Apa kita harus mencari gadis itu?"

"Tidak perlu! Axton akan segera melupakannya seperti wanita-wanita sebelumnya."

"Tapi, dia belum sadar juga."

"Dia akan sadar sebentar lagi!"

Mr. Skinner mendengar percakapan antara Ibu dan adik perempuannya, tak lama setelah ibunya keluar dari kamar, Mr. Skinner membuka kedua matanya dengan perlahan.

"Apa yang terjadi padamu?" Tanya adiknya yang bernama Lucy seraya duduk di pinggiran ranjang.

"Kepalaku pusing!" Balas Mr. Skinner acuh, tidak ada yang bisa ia percayai di dunia ini. Termasuk adik perempuannya yang hanya perduli akan kemewahan tanpa berniat membantu Mr. Skinner mengurus perusahaan dan bisnis keluarga.

Lucy menghela nafas kasar, "kau pergi tiba-tiba saat malam pertunanganku, dan sekarang kau pingsan dalam keadaan mabuk berat." Katanya lagi sambil menyeka dahi Mr. Skinner yang mulai panas.

"Kau demam."

"Apa pedulimu!" Ketus Mr. Skinner.

"Apa karena gadis itu?" Tanyanya namun tak dijawab oleh Mr. Skinner.

"Aku sudah dengar skandal itu, semua orang bahkan Ayah dan Ibu serta keluarga besar. Kau kehilangan semangatmu, Ax. Seharusnya kau merelakan gadis itu!"

"Pintu keluar ada di sana!" Cecar Mr. Skinner saat Lucy menyindir agar ia merelakan Vivian.

"Aku mengerti, tapi keluarga ini begitu rumit. Gadis itu tidak akan sanggup menghadapi keluarga ini, apa kau mau mempersulit hidup gadismu itu?" Ujar Lucy, masih tidak ditanggapi oleh Mr. Skinner.

"Seharusnya kau yang mengambil alih perusahaan."

"Dan menerima perjodohan? Tidak, aku ingin memilih jalanku." Ujar Lucy, sudah bukan rahasia lagi jika keturunan Skinner harus rela menikah tanpa ada rasa cinta demi mempertahankan kekayaan mereka.

"Ada alasan mengapa aku tidak perduli dengan perusahaan tersebut, itu karena aku tidak ingin terkekang dan terikat pada keluarga ini." Tambahnya.

"Dan kau harus memilih Ax, jika kau memilih gadis itu maka kau harus berani mengambil resiko dan menentang Ibu. Tapi jika kau memilih keluarga, maka kau harus melepaskan gadis itu untuk selamanya. Karena dua hal itu tidak akan pernah bisa bersatu, pegang kata-kataku!" Ujarnya lalu meninggalkan Mr. Skinner sendiri di kamarnya.

Haruskah ia berpikir?

Tentu saja ia akan memilih Vivian di atas segalanya jika keluarganya tidak menerima Vivian menjadi salah satu bagian dari hidupnya.

Setelah cukup pulih, Mr. Skinner memutuskan untuk turun ke lantai satu rumahnya guna menemui Ibu dan Ayahnya yang sedang ada di ruang keluarga.

"Kalian belum pulang?" Tanya Mr. Skinner seolah mengusir kedua orang itu, yang ternyata berhasil membuat Ibunya merasa dilecehkan.

"Keuntungan menurun setelah kau membolos bekerja dan tidak hadir saat kerjasama dengan Jefferson Group, pada akhirnya mereka membatalkan kerjasama dan menarik kontraknya." Tukas Ayahnya, Mr. Skinner seolah menulikan pendengarannya. Kedua orang tuanya hanya perduli pada perusahaan dan bisnis dari pada perasaan putranya.

"Maka dari itu kami berusaha menjodohkanmu kembali dengan seorang model, Ax. Kau harus menerimanya demi kelangsungan perusahaan ini." Pinta Ibunya, Mr. Skinner hampir saja dibuat gila karenanya. Jika saja ia berani membuka status pernikahannya dengan Vivian pada keluarganya, mungkin Mr. Skinner bisa menghentikan perjodohan ini.