Dengan sangat hati-hati Aden mengangkat kaki Pandu yang berada tepat di atas kemaluannya. Kemudian ia menarik tangannya yang masih digunakan Pandu untuk bantalan. Ia melakukannya juga dengan hati-hati karena tidak ingin Pandu terbangun. Lagi pula hari ini hari minggu, jadi biarkan saja Pandu bangun agak siang.
Aden tersenyum nyengir saat melihat Pandu sedang menggeliat. Tidurnya terlihat sangat pulas, Pandu masih kelelahan setelah aktivitas pertamanya menjadi seorang model. Dan itu Pandu lakukan hanya untuk membantu Aden. Oleh karena itu, Aden ingin agar Pandu tetap istirahat saja.
Kemudian Aden mengambil selimut yang ada di dekat kakai Pandu, lalu menutupi tubuh Pandu dangan selimut itu.
"Makasih ya Ndu, kamu benar-benar teman yang baik. Mulai saat ini aku bakal anggep kamu jadi sahabatku. Aku juga bakal ngelakuin apa aja buat kamu."
Setelah bergumam sambil menatap wajah Pandu, Aden kemudian bersiap untuk melakukan aktifitasnya. Aden mengambil semua pakaian kotor miliknya, dan milik Pandu, lalu merendamnya. Sambil menunggu pakaian direndam, Aden memanfaatkan waktu itu untuk membersihkan kamar. Menyapu dan juga mengepel lantai. Karena belum membawa ganti, jadi Aden melakukan aktifitas pagi hanya dengan memakai handuk saja. Itupun handuk milik Pandu.
Beberapa menit sudah berlalu, Aden sudah melakukan semua kegiatan. Kamar kos terlihat sangat bersih, baju yang sudah ia cuci pun sudah rapih berjejer di jemuran. Meski lelah dan mengeluarkan banyak keringat, tapi Aden senang melakukannya. Dan Aden berjanji pada dirinya, bahwa ia tidak akan membiarkan Pandu menyentuh pekerjaan itu sedikitpun. Aden juga pasti tahu kalau Pandu pasti tidak pernah melakukan pekerjaan itu.
Sedangkan Aden sendiri sudah terbiasa. Aden juga sering membantu kakaknya jika sedang sibuk. Pekerjaan apapun, jika Aden bisa pasti akan Aden lakukan. Meskipun mencuci pakaian pekerjaan wanita, laki-laki juga harus bisa melakukannya. Tidak boleh manja dan selalu mengandalkan wanita. Tidak boleh malu, dan jangan malas. Justru laki-laki yang sedang mengerjakan pekerjaan perempuan akan semakin terlihat keren dan seksi.
Setelah beristirahat sebentar, karena Pandu masih belum bangun, kemudian Aden ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah mandi dan kembali ke kamar kos, Aden tersenyum simpul sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia melihat Pandu masih nyenyak dalam tidur.
Beberapa saat terlihat Pandu mulai menggeliat sambil membuka matanya.
"Lu bangun jam berapa?" Tanya Pandu saat melihat Aden sedang memakai baju. Bajunya juga baju Pandu. Pandu sudah ngasih ijin semalam. Waktu Aden masih sedang memijit Pandu.
"Udah bangun?" Tanya Aden ketika ia menoleh ke arah Pandu. "Jam enam kalo nggak salah."
"Kok gue nggak dibangunin, nyeyak banget gue tidurnya." Ucap Pandu sambil menggeliat.
Aden hanya tersenyum menanggapi Pandu.
Pandu bangkit dari tidurannya, ia berjalan ke arah meja untuk mengambil air mineral.
Lagi-lagi Aden dibuat heran saat melihat Pandu sedang meminum, entah kehausan atau mungkin sudah menjadi kebiasaannya harus banyak minum kalau di pagin hari.
"Kamu kuat ya minumnya?" Tanya Aden setelah melihat Pandu menghabiskan dua botol air mineral berukuran tanggung. Ia terpaksa bertanya karena ia tidak hanya sekali melihatnya. Pertama waktu di restoran, kedua saat pulang sekolah, di tempat pemotretan juga Pandu kalau minum selalu banyak. Bahakan di pagi ini, saat bangun tidur pun Pandu minum seperti kuli yang kehausan karena kelelahan.
"Udah kebiasaan," jawab Pandu santai. "Tadinya si enggak gini, nyokap gue selalu maksa supaya gue banyak minum. Tadinya sih gue males, tapi lama-lama jadi gini, kebiasaan." Imbuhnya menjelaskan.
"Tapi bagus juga sih, katanya sehat kalau banyak minum air putih."
Mendengar kata-kata Aden, Pandu hanya tersenyum simpul sambil ia menebarkan pandanganya di sekitar kamar kosan.
"Eh tapi kalo bisa sih kamu jangan ngerokok juga."
"Kalau itu gue nggak bisa," serga Pandu. "Eh ngomong-ngomong kosan rapih amat?"
Aden menjawabnya hanya dengan senyuman saja.
"Trus baju kotor pada kemana?" Imbuh Pandu bertanya.
"Tuh..." jawab Aden, sambil telunjuknya menunjuk ke arah pintu kosan yang sudah terbuka lebar.
Terlihat Pandu memutar kepalanya, mengikuti arah telunjuk Aden. "Hah... lu yang nyuci?" Tanya Pandu heran.
"Iya..." jawab Aden santai.
"Seragam sekolah sama sepatu gue juga?" Tanya Pandu lagi.
Aden hanya mengangguk.
"Kok nggak nungguin gue sih?" Protes Pandu. Ia merasa tidak enak karena pada saat bangun semua sudah terlihat rapih. "Kan gue bisa bantu, jadi nggak enak gue."
"Nggak papa santai aja, kalau nggak enak nanti aku pijitin lagi." Canda Aden. Kemudian ia mengambil handuk, lalu menutupi tubuh mulus Pandu yang masih telanjang dada menggunakan handuk. "Mendingan kamu mandi, biar seger. Aku mau beli sarapan."
Aden memegang bahu Pandu lalu memutarnya menghadap ke pintu sambil mendorongnya pelan. "Kamu mau makan apa?"
"Apa aja deh..." jawab Pandu sambil berjalan ke arah pintu dengan didorong Aden.
"Ya udah."
Pandu dan Aden keluar kamar secara bersamaan. Setelah menitup pintu keduanya berjalan terpisah. Pandu menuju ke kamar mandi, sedangkan Aden keluar kosan mencari rumah makan yang tidak jauh jaraknya dari mereka tinggal.
Secera kebetulan, Pandu selesai mandi bertepatan sengan Aden yang baru saja kembali dari membeli sarapan. Keduanya kini sudah berada di depan pintu kamar kosan.
"Beli apa?" Tanya Pandu sambil membuka pintu.
Aden mengangkat kedua tangannya, memberi tahu Pandu dimana masing-masing tangannya sedang menenteng belanjaan. "Ini," ucapnya.
Pandu mengerutkan kening ia merasa aneh dengan apa yang dibeli Aden. Di kantong plastik satu ada dua bungkus nasi, dan di kantong satunya ia melihat air mineral dengan jumlah yang banyak.
"Banyak amat beli minumnya?"
"Kamu kan kuat minumnya." Aden tersenyum nyengir.
Aden sedang membuka dua bungkusan nasi yang baru saja ia beli. Ia menyiapkan sarapan sambil menunggu Pandu memakai baju.
Setelah memakai pakaian lengkap Pandu duduk bersilah di hadapan Aden yang sedang menunggunya. Terlihat keduanya sarapan bersama.
Ini pertamakali bagi Pandu menjadi anak kos. Tapi meski baru pertamakali Pandu sangat menikmatinya. Bagaimana tidak, ia bisa tinggal berdua bersama dengan remaja yang selama ini berhasil mencuri perhatiannya.
Entahlah, Pandu juga merasa seperti ada sesuatu dalam diri Aden yang akan menjadi miliknya. Mungkin hatinya?
Berada di dekat Aden, Pandu juga merasa sangat nyaman. Ia bisa menjadi dirinya sediri, tidak perlu berpura-pura galak seperti apa yang ia lakukan pada teman-temannya.
Setelah selesai makan terlihat Aden menatap intens wajah Pandu. Matanya tidak berkedip menatap bibir merah Pandu.
Yang di tatap menjadi serba salah dan mengerutkan kening. Jantungnya juga menjadi berdebar kencang saat Aden mengulurkan tengan dan menyentuh ujung bibir Pandu.
"Ada nasi," kata Aden sambil mengambil sebutir nasi di ujung bibir Pandu. Kemudian Aden juga menggunakan punggung tangannya untuk membersihkan noda kuah di sekitaran mulut Pandu.
"Eh..." desah Pandu. Wajahnya yang putih terlihat memerah karena malu.
Aden hanya tersenyum nyengir saja.
"Hari ini kita ada acara kemana?" Tanya Aden setelah selesai membersihkan mulut Pandu.
"Nanti sore gue ada jadwal."
"Kalo main ke tempat kakak ku mau nggak? Sekalian aku mau ambil keperluan di sana. Nanti aku kenalin deh sama teteh, sama aa ku juga." Usul Aden.
"Em..." Terlihat Pandu terdiam sambil berpikir, beberapa detik kemudian terlihat senyumnya mengembang, "Boleh deh." Ucapnya.
~♡♡♡~
"Kakak kamu udah tau soal ini belum?" Tanya Pandu saat sedang dalam perjalanan menuju ke kontrakan Anis dan Dadang. Aden membawa motor dengan kecepatan pelan, karena jarak kosnya dan kontrakan Anis tidak terlalu jauh.
"Belum... aku bingung mau ngomongnya."
Aden sengaja tidak memberitahu kakaknya, ia tidak ingin Anis dan Dadang akan bertambah pusing dengan masalah itu.
"Kalo kata gue sih, mending lu terus terang." Usul Pandu.
"Iya sih... tapi akunya takut..." kata Aden sambil fokus menyetir motor.
"Ya udah kalo gitu ntar gue bantu ngomong deh. Yang penting kan kita udah nemu jalan keluarnya."
Mendengar kata-kata Pandu bibir Aden tersenyum... "iya makasih," ucapnya.
Beberapa saat kemudian keduanya terdiam. Terlihat Pandu sudah tidak ragu lagi melingkarkan tangannya di perut Aden, lalu memeluknya erat.
Sedangkan Aden masih tersenyum simpul sambil menarik gas, menambah kecepatan laju kendaraannya.
~♡♡♡~
Di kamar Tristant Lukman sedang membuka catatan kecilnya.
Sedangkan Aldo sudah pulang lebih dulu sejak pagi. Ia terlihat buru-buru karena mendapat telfon dari ibunya yang ingin diantar ke mall untuk berbelanja.
Lukman tidak ikut pulang karena masih ingin tinggal sebentar di rumah Tristant. Terlihat bibir Lukman menyunggingkan senyum kepuasaan. Akhirnya ia bisa memberi tanda centang pada nama Tristant yang ia tulis di daftar targetnya. Lukman merasa puas akhirnya ia bisa membuat Tristant menjadi menyukainya dari pada Pandu.
Tapi sayang, Lukman merasa seperti terangkap dengan obesinya sendiri. Perasaannya pada Tristant berbeda dengan para korban yang sudah berhasil ia taklukan. Lukman merasa aneh dengan dirinya sendiri. Dengan para korban lain Lukman merasa cuek setelah mendapatkan hati mereka. Bahkan ia tidak perduli jika mereka harus meninggalkan atau memutuskan Lukman yang terlalu cuek.
Tapi dengan Tristant, Lukman seperti tidak ingin jika Tristant akan bersikap cuek padanya. Bahkan ia terlihat tidak suka jika Tristant dekat dengan orang lain, seperti Aldo.
Apa iya Lukman cemburu?
Entahlah, Lukman berusaha menepis perasaan itu. Tentu saja Lukman tidak ingin jika ia benar-benar menyukai Tristant. Tapi Lukman ingin agar Tristant tetap menyukainya sampai kapan pun.
Lukman terdiam, wajahnya terlihat datar saat membaca kembali daftar korban yang sudah berhasil ia taklukkan. Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Lukman hembuskan secara perlahan. Lukman baru tersadar apa yang sudah ia lakukan selama ini? Ingin menjadi anak paling populer nomor satu di sekolahnya, dengan cara menaklukan hati anak-anak yang menyukai Pandu.
Meski sejauh ini ia sudah berhasil, tapi tetap tidak berpengaruh apa-apa buat Pandu. Pandu masih terlihat santai-saja, bahkan seperti tidak perduli. Dan anehnya tunduknya para korban tidak mempengaruhi kepopuleran Pandu sebagai anak paling keren di sekolahnya. Fans dan penggemarnya masih tetap banyak, meski Pandu tidak pernah menanggapi mereka.
Tiba-tiba saja Lukman seperti merasa lelah, ia terlihat putus asa dan ingin menyudahi semuanya. Ia merasa sudah puas dengan apa yang sudah ia dapatkan. Yang penting baginya ia sudah mampu mendapatkan hati mereka dan juga Tristant.
"Huuft..." Lukman nembuang napas gusar, ia terdiam sambil berpikir, dan matanya terpejam. Setelah beberapa saat berpikir akhirnya Lukman memutuskan untuk merobek dan membuang catatan itu.
Tidak ada gunanya, pikir Lukman.
Namun saat Lukman akan menyobek kertas itu tiba-tiba saja ia urungkan karena terganggu oleh suara panggilan masuk dari HPnya.
Saat sudah mengambil HP dari dalam tas, ia melihat di layar HPnya tertera.
Salsa
Memanggil..
Karena tidak ingin diketahui Tristant kalau Salasa menelpon, akhirnya Lukman berjalan keluar kamar untuk menjawab panggilan Salsa. Karena terburu-buru Lukman sampai lupa menyimpan kembali catatan pribadinya. Ia meninggalkan begitu saja catatan itu tergeletak di atas meja belajar dengan posisi terbuka.
Bertepan dengan itu Tristant baru saja keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk. Ia terpaksa mandi untuk kedua kalinya, karena Lukman mengajaknya untuk berhubungan badan setelah ia selesai mandi pagi.
Langkah santai Tristant membawanya sampai pada lemari pakaiannya. Saat akan mengambil baju, Tristant menebarkan pandangan di sekitar kamar. Kemudian Tristant nampak heran karena tidak melihat keberadaan Lukman di kamarnya.
"Kemana tuh orang?" Gumam Tristant.
Tiba-tiba saja Tristant mengerutkan kening saat manik matanya menangkap sebuah buku yang seperti diary tergeletak di atas meja belajarnya.
Terlihat bibir Tristant tersenyum karena merasa geli. "Aih... masak iya kak Lukman punya diary."
Merasa penasaran, Tristant mendekati meja untuk mengambil buku yang ia anggap diary tersebut.