Chereads / Sin of The Twin / Chapter 17 - Penyejuk Hati

Chapter 17 - Penyejuk Hati

"Padahal kamu gaperlu datang jauh jauh kesini, Daf. Jarak dari rumahmu

Kesini kan lumayan. Lagipula, kamu kaya gaada kerjaan aja." Ujar Fera menahan air matanya

Agar tak terus mengalir.

"Santai aja, lagian aku ga berangkat dari rumah, kok. Akukan dari Kantor. Kebetulan ini jam makan siangku. Udah gausah nangis lagi. Nanti juga hubunganmu dengan Andi akan kembali seperti biasanya. Kalian kan sahabat, pasti ia akan mengerti."

Fera tak yakin dengan ucapan Daffa, sudah satu jam berlalu Andi tak membalas ataupun mengangkat telpon darinya. Padahal, ia tau sekali kalau Andi sempat online di WA nya namun seperti sengaja tak membalas pesan Fera.

Kruuuk …

"Kamu lapar?" tanya Fera yang tangisnya terhenti karena mendengar suara perut keroncongan yang berasal dari Daffa.

"Hehehe, iya," jawab Daffa tersenyum malu.

"Hahahahaha, kok gak bilang? Tunggu disini, kebetulan tadi aku masak dan dibawa kesini untuk bekalku sendiri.

Untung saja ada lebih satu porsi. Maklum, lagi banyak makan nih, hehe."

"Eh, makasih ya. Ternyata perut laparku bisa membuat kamu tersenyum kembali. Kalau gitu ka, cantik."

Gadis itu tersipu malu, ia hampir tak pernah mendengar pujian yang datang dari seorang lelaki kecuali dari Andi. Kehadiran Daffa membuat Fera melupakan sejenak masalahnya dengan sang sahabat. Ia bahkan tidak ingat kalau hari ini adalah hari terakhir Andi berada di Bandung.

Sementara di lain tempat, Andi meratapi kesedihannya dan mencoba untuk tenang. Ia paham mengapa Fera tidak menginginkannya, karena ia terlalu berharap lebih pada sahabatnya itu.

'Terimakasih atas semua ini, Fera.' Katanya dalam hati.

Hari demi hari, kedekatan Daffa dan Fera yang tak disengaja itu kian berkembang dengan manis. Keduanya sering bertemu, saling mengirimkan makanan, saling berkunjung bersama keluarga satu sama lain dan sampai akhirnya mereka tidak canggung lagi jika bersama. Walaupun kebahagiaan baru itu datang di kehidupan Fera, sesuatu yang mengganjal sampai saat ini adalah menghilangnya Andi. Hampir tiga bulan mereka berdua tak berkomunikasi. Bukan Fera tak mau, ia sudah mencobanya namun ponsel Andi tidak aktif. Keluarganya pun tak merespon. Mungkin, kedua orang tua mereka masih saling komunikasi, tapi, Fera sengaja tak memberitahu apapun pada orang tuanya mengenai permasalahannya itu karena alasan privasi.

Sesekali ia khawatir tentang Andi, namun kadang lupa karena kini kehadiran Daffa mengisi hari harinya.

"Ma, Daffa ingin melamar Fera."

Malam itu di kediamannya, Daffa mengungkapkan keinginannya.

"Syukurlah, kamu sudah siap, Nak?" tanya Bu Arni.

"Sudah. Daffa belum tau lebih detail tentangnya, namun Daffa yakin, dialah orangnya."

"Mama akan bicarakan ini pada om dan tante Gunawan. Tapi, apakah Fera juga sudah siap?"

"Daffa yakin, dia akan menerima Daffa," tutur Daffa dengan penuh keyakinan.

Lima bulan kenal sebagai teman dekat memang waktu yang sebentar. Namun, Daffa sangat yakin ia akan melamar Fera dalam waktu dekat. Ia merasa dirinya dan Fera sudah cocok, ia pun sudah lelah berpacaran. Mereka berdua sudah cukup dewasa walaupun nantinya akan menikah muda.

"Kakak yakin, mau melamar Kak Fera sekarang?" tanya Siska yang tiba-tiba masuk ke kamar Daffa.

"Kok tahu? Kamu nguping ya?! Hadeh.. Ya gak sekarang juga, tapi dalam waktu dekat inilah.." jawab Daffa.

"Apa Kakak melakukan ini karena kak Fera mirip dengan kak Feli?"

Deg..

Daffa terdiam dan memegang bahu adiknya dengan tatapan mata yang tajam.

"Feli sudah bahagia di luar sana. Keinginan kakak ini tidak ada hubungannya dengan dia, kau tahu Feli dan Fera berbeda. Aku cinta Fera karena dia adalah Fera. Bukan Feli, mengerti?" jelas Daffa.

"I-iya, Kak."

Siska bergegas pergi meninggalkan kamar kakaknya itu. Setelah memastikan kalau Siska telah benar benar pergi, sang pemilik kamar pun menutup rapat dan mengunci kamarnya. Ia langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk berukuran single itu.

"Tuhan, kalau ini memang jalan Mu, tolong berikan pilihan yang terbaik. Rasa ini Engkau yang beri, jadi tuntunlah aku agar bisa menjalankan ini dengan sempurna," ucapnya seraya menatap langit langit kamarnya.

Acara yang dinantipun tiba. Keluarga Gunawan termasuk Fera menyetujui pernikahan ini dipercepat demi menghindari hal yang tidak tidak. Lagipula, Fera dan Daffa sudah mengenal lebih jauh sebagai teman, sebelum menjadi dekat seperti sekarang.

Tak banyak orang yang datang, acara lamaran ini hanya dihadiri oleh keluarga yang bersangkutan saja. Yaitu, kedua orang tua Fera dan Daffa. Mereka berencana, keluarga besarnya akan diundang dalam acara utama nanti.

Berbalut kebaya modern berwarna hijau mint dan kain samping batik sebagai rok nya, Fera terlihat sangat anggun. Riasan wajah yang dibuat natural dan sanggulan rambut semakin mengeluarkan aura kecantikan Fera yang sesungguhnya.

Acara berlangsung sangat lancar hingga kini keduanya berfoto bersama menggunakan cincin lamaran masing masing. Keduanya terlihat bahagia dan nampak tak ada beban.

'Dimanapun kamu, aku harap kamu baik baik saja dan menemukan seseorang yang tepat untukmu, Ndi' ujar Fera dalam hati.

"Saat ini, bolehkah aku memanggilmu, Sayang?" tanya Daffa mesra.

"Apaansih kamu…" Fera tersipu malu.

Ditengah menikmati hari kebahagiaannya, tiba-tiba Fera melihat sesuatu yang aneh. Ada seorang perpempuan yang menggunakan kebaya dan riasan rambut yang sama dengannya sedang membalikkan tubuhnya, Lantas, Fera pun penasaran siapa ia. Perlahan lahan gadis itu berbalik dan..

"Feli???"