"Sejak kapan sebuah berkas lebih berharga dari pada perasaanku, istrimu sendiri, ha?" ucap Allena dengan nada bicara penuh penekanan.
Nio mengerutkan dahinya, mengapa kali ini Allena terlihat emosional? Sebelumnya Allena bahkan tak pernah bersikap seperti apa yang baru saja dia lakukan. Menurut Nio sangat kasar, Nio tak mengerti mengapa mata Allena juga terlihat memerah, Allena seperti akan menangis.
Allena menatap Nio sejenak dan berbalik meninggalkan Nio, membuat Nio menghela napas dan bergegas menyusul Allena. Allena memasuki kamar, dan Nio pun ikut memasuki kamar.
"Ada apa denganmu? Kenapa kamu sangat kasar?" tanya Nio.
Allena berbalik dan menatap Nio dengan tatapan yang terdapat kemarahan di dalamnya.
"Sangat kasar? Bagian mana yang sangat kasar? Apa karena aku mengotori berkas kerjamu? Aku juga bertanya 'kan, sejak kapan berkas pekerjaanmu lebih berharga dari pada diriku?" ucap Allena.
"Allena, aku tak mengerti apa yang kamu pikirkan. Bagaimana mungkin kamu membandingkan dirimu dengan berkas pekerjaan? Aku terkejut melihatmu meletakan kopi itu dengan keras di atas meja, karena itu aku tak sengaja membentakmu," ucap Nio.
"Baiklah, aku memahaminya. Tapi, bagaimana dengan meninggalkanku makan malam lebih dulu? Apa itu juga sengaja? Bahkan kopi di mejamu, seharusnya aku yang membuatnya tetapi kamu membiarkan orang lain membuatnya!" geram Allena.
Nio mengerutkan dahinya. Jadi, apakah dua hal itu yang menyebabkan Allena terlihat aneh malam ini? Tapi, apakah tak berlebihan hanya karena hal kecil seperti itu lantas Allena menjadi marah bahkan sampai menahan tangisnya? Namun, Nio memang sengaja meninggalkan Allena dan makan malam lebih dulu. Entahlah, dia sedang ingin sendirian sekarang. Dia juga ingin menghindari Allena malam ini, karena itu dia langsung pergi ke ruang kerjanya. Dan tentang kopi yang ada di mejanya, Nio memang meminta asisten rumah tangga yang membuatkan untuknya.
"Aku makan malam lebih dulu, karena aku masih memiliki pekerjaan dan aku ingin menyelesaikannya dengan cepat!" ucap Nio beralasan.
"Alasanmu sangat tak masuk akal, apa kamu pikir aku sebodoh itu? Bahkan berapa lama pun aku meninggalkanmu, sebelumnya kamu akan menungguku!" geram Allena.
Nio salah jika berpikir Allena mudah dibodohi. Hampir separuh waktunya Allena habiskan di lingkungan yang mengharuskannya memiliki kepekaan yang tinggi. Semua itu sudah terlatih seiring berjalannya waktu yang dia lewati. Allena memiliki tingkat kepekaan yang baik, apalagi baginya alasan Nio sama sekali tak masuk akal. Nio bahkan selalu sabar menunggunya, jelas Nio sengaja meninggalkannya karena ingin menghindarinya. Allena sangat marah dengan itu.
Nio menghela napas. Dia menatap Allena sejenak dan membuang napas sedikit kasar.
"Sejak kapan kamu mempermasalahkan hal sepele seperti ini? Itu bukan dirimu!" ucap Nio dan berbalik akan meninggalkan Allena keluar kamar.
"Dan bukan dirimu meninggalkanku sendirian! Kamu tak pernah melakukannya, lalu kenapa kamu melakukannya sekarang? Apa kamu ingin menghindariku? Apa kesalahanku? Apa karena aku dibawa oleh Polisi, karena itu kamu menjadi jijik padaku, bahkan kamu tak ingin makan malam denganku? Kamu bahkan berani membiarkan apa yang seharusnya aku lakukan justru dilakukan oleh orang lain!" geram Allena.
Nio berbalik dan kembali melihat Allena.
"Aku tak meninggalkanmu ke tempat yang jauh, Allena! Aku meninggalkanmu hanya untuk makan malam lebih dulu, dan itu masih di rumah ini! Kenapa kamu kekanakan sekali, ha?" geram Nio membuat Allena terdiam. Dada Allena seketika bergemuruh, ada perasaan marah yang semakin bergejolak setelah mendengar apa yang Nio katakan.
"Dan kopi itu, hanya kali ini aku meminta asisten rumah tangga membuatkannya untukku, itu juga karena kamu sedang mandi! Lagipula, berapa kali aku harus mengatakannya padamu, jangan mempersulit dirimu sendiri di rumah ini! Aku bahkan sengaja membuat semuanya mudah agar kamu tak melakukan apapun di sini! Aku tak butuh kamu melakukan apa yang seharusnya tak kamu lakukan!" geram Nio.
Sungguh, Allena menjadi sangat kekanakan. Apa itu karena dirinya terlalu memanjakan Allena? Benar-benar tak habis pikir karena Allena justru mempermasalahkan masalah sekecil itu.
"Bagimu itu masalah kecil, tapi bagiku itu masalah yang besar. Kamu tak mengerti perasaanku, kamu tak pernah melakukan ini padaku! Apa kamu tak lagi mencintaiku?" geram Allena.
Sudah sejak di Kantor Polisi tadi, perasaan Allena tak baik-baik saja. Terlebih melihat sikap Nio malam ini, membuat Allena semakin ingin meluapkan kekesalannya. Mengapa Nio tak memahami, bahwa Allena hanya ingin Nio berada di sisinya dan menghiburnya. Namun, jangankan menghiburnya, Nio justru mencoba menghindarinya.
Nio yang akan keluar dari kamar pun lantas menghentikan langkahnya ketika mendengar apa yang Allena katakan. Dia menatap Allena yang kali ini benar-benar menangis.
Nio lantas mendekati Allena. Dia menatap Allena dengan seksama, sungguh Allena terlihat benar-benar sedih, tetapi entah mengapa kali ini Nio tak ada keinginan untuk membujuk Allena. Nio pun meninggalkan Allena, dia bahkan mengabaikan Allena yang terus memanggilnya.
Nio kembali ke ruang kerjanya. Dia mengusap wajahnya. Banyak hal yang ingin dia tanyakan pada Allena, tetapi dia mencoba menahannya. Allena tak tahu, Nio sedang marah padanya saat ini. Terus meladeni Allena bicara mungkin akan membuat keadaan lebih buruk. Apalagi Nio pun selalu tak berani menyakiti Allena. Meski selama ini hubungan keduanya sangat harmonis, tetapi bukan tak pernah perdebatan diantara mereka terjadi. Nio hanya perlu menenangkan dirinya dan menemukan waktu yang tepat untuk membicarakannya dengan Allena.
Biasanya, Nio yang akan menahan egonya dan membujuk Allena. Namun, kali ini Nio enggan membujuk Allena. Sangat bagus karena Allena berpikir dia tak seperti biasanya, semoga saja Allena menyadari kesalahannya dan segera memberitahunya tentang apa yang sebenarnya Allena sembunyikan.
Nio tersentak ketika mendengar seseorang berteriak. Sepertinya, itu suara Allena. Dia bergegas keluar dari ruang kerjanya dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Allena berteriak seperti itu?
Nio terdiam tepat ketika dirinya akan menuruni anak tangga menuju lantai dasar, dia mengerutkan dahinya melihat Allena berdiri di hadapan semua orang yang bekerja di rumah itu.
Ya, Allena baru saja berteriak memanggil semua orang yang bekerja di rumah itu. Mereka semua yang bekerja di rumah itupun akhirnya menghampiri Allena dan berdiri di hadapan Allena. Mereka terlihat bingung saat melihat Allena terlihat marah. Bahkan sebelumnya Allena berteriak memanggil mereka semua.
"Siapa yang membuatkan kopi untuk Tuan?" tanya Allena seraya menatap semua orang secara bergantian.
Mereka melihat satu sama lain, dan hanya diam, hingga akhirnya ada salah seorang asisten rumah tangga yang maju ke hadapan Allena.
Allena menatap orang itu sejenak.
"Kamu Saya pecat!" ucap Allena sontak semua orang terkejut. Bahkan orang yang baru saja Allena pecat pun sangat terkejut.
"Maaf, Nona. Apa salah Saya?" tanya orang itu.
"Kamu masih bertanya apa kesalahanmu? Seharusnya kamu tahu apa kesalahanmu!" geram Allena.
"Maaf, Nona. Tapi Tuan yang meminta Saya membuatkan kopi, jadi Saya membuatnya! Saya takan berani jika tak ada perintah dari Tuan," ucap orang itu membela dirinya. Dia tak terima Allena memecatnya sedangkan dia tak merasa melakukan kesalahan apapun.
"Saya tak ingin melihatmu lagi, sekarang pergi dari rumah Saya!" tegas Allena mengusir orang itu.
"Hem..." gumam Nio dan mengembuskan napas pelan. Dia pun berbalik dan kembali ke kamar.