Nio sampai di kamar, dia berdiri ke hadapan pintu menuju balkon, tak lama Allena pun memasuki kamar.
Allena terdiam sejenak, dia terkejut melihat Nio ada di kamar. Bukankah sebelumnya Nio sudah keluar dari kamar? Allena pikir, Nio kembali ke ruang kerjanya.
"Tetap disitu!" ucap Nio ketika Allena baru saja akan melangkahkan kakinya. Allena pun diam, dia melihat Nio yang mulai berbalik dan menatapnya dengan jarak cukup jauh.
"Sejak kapan kamu memiliki sikap arogan? Kenapa kamu memecat pelayan hanya karena dia membuatkan secangkir kopi untukku? Bukankah dia sudah mengatakannya padamu, akulah yang memintanya membuatkan kopi!" ucap Nio.
"Sejak kapan kamu mempermasalahkan apa yang aku putuskan di rumah ini?" tanya Allena terlihat terkejut mendengar Nio mempertanyakan alasannya memecat pelayan itu.
Allena semakin tak mengerti dengan Nio, Nio tak pernah mempertanyakan apapun yang dia lakukan di rumah itu. Nio bahkan menyerahkan sepenuhnya urusan rumah itu pada Allena. Nio tak pernah melarang Allena untuk melakukan apapun di rumah itu dan seharusnya Nio juga takan keberatan saat dirinya memecat salah satu pelayan di rumah itu. Namun, kali ini berbeda. Nio mempertanyakan keputusannya, bukankah itu berarti Nio merasa keberatan dengan keputusannya?
Nio menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Dia mendekati Allena dan menatap Allena sejenak. Setelah itu dia kembali mengembuskan napas pelan.
"Aku ingin mengatakan bagaimana marahnya diriku saat tahu tentang kebohonganmu, tapi aku kembali berpikir, bahwa itu adalah kebohongan yang kecil, karena itu aku memutuskan untuk takan mempermasalahkannya denganmu. Tapi, aku justru semakin yakin saat mengetahui dirimu terlibat dengan Polisi, kamu menyembunyikan banyak hal dariku, dan aku tak tahu sejak kapan semua itu kamu lakukan!" ucap Nio menatap Allena dengan tajam.
Allena terdiam.
"Allena, aku sangat menjunjung tinggi sebuah komitmen dan kepercayaan! Itulah mengapa aku tak pernah menyembunyikan apapun darimu, terlebih kamu adalah istriku! Aku sangat mencintaimu, dan kamu tahu karena cinta itu, aku mampu memberikan segalanya untukmu, bahkan aku mampu memberikan seluruh hidupku padamu! Tapi, bagaimana bisa kamu membohongiku ketika aku meminta alamat restoran yang kamu datangi malam itu?" ucap Nio.
Jantung Allena berdegup cepat, bagaimana bisa Nio tahu bahwa saat dirinya mengirimkan alamat yang palsu pada Nio?
"Sepertinya aku terlalu tenang menghadapimu, sehingga aku tak memikirkan tentang ini. Ini bukan kebohonganmu yang pertama kalinya 'kan? Dan katakan, apa yang membuatmu sampai terlibat dengan Polisi?" ucap Nio.
Allena masih diam saja, entah apa yang akan dia katakan pada Nio? Melihat reaksi Nio, Nio terlihat sedang marah dan Allena tak pernah melihat Nio seperti itu. Allena khawatir ketika dia mengatakan masalahnya pada Nio, Nio akan semakin marah padanya.
"Sayang, aku--"
Allena terperangah ketika Nio menghindar darinya tepat ketika tangannya akan meraih tangan Nio. Allena menatap Nio.
"Katakan apa yang terjadi padamu, maka aku akan melupakan semua kebohonganmu! Aku akan memaafkanmu," ucap Nio.
Allena mengepalkan tangannya. Dia mengembuskan napas kasar dan keluar dari kamar.
Nio mengepalkan tangannya dengan erat. Apa selama ini dia begitu bodoh? Bagaimana bisa dia tak mengenali diri Allena sepenuhnya? Allena benar-benar terasa asing baginya dan entah apa yang membuat Allena menjadi seperti itu. Selama ini, Nio berpikir Nio telah sepenuhnya memahami diri Allena. Namun, tidak. Sepertinya masih banyak hal yang tak dia kenali dalam diri Allena.
Nio keluar dari kamar, dia mencari Allena tetapi tak menemukan Allena. Dia justru bertemu dengan pelayan yang baru saja Allena pecat.
Nio menghampiri pelayan itu yang terlihat sedih. Nio mengerti, pelayan itu tak melakukan kesalahan, tetapi Allena justru meluapkan kemarahannya pada pelayan itu, membuat pelayan itu harus kehilangan pekerjaannya.
"Tuan, Nona Allena--"
Nio mengangguk.
"Saya sudah melihatnya sendiri, Istri Saya baru saja memecatmu. Kamu bisa tunggu di sini, Saya akan mengambil sesuatu untukmu," ucap Nio dan kembali ke kamar. Nio mengambil buku cek, dan menuliskan sejumlah nominal di sana. Setelah itu dia merobek kertas yang sudah dia catat nominalnya dan keluar dari kamar. Dia kembali menghampiri pelayan itu.
"Kamu tahu, aturan rumah ini dipegang penuh oleh Istri Saya. Saya tak bisa menentang keputusannya. Saya berharap kamu mau memaafkan Saya, dan ambil ini!" ucap Nio, kemudian memberikan selembar cek tadi pada pelayan itu.
"Kamu bisa mencairkannya dan tak perlu lagi menjadi pelayan, semoga cek itu bisa membantumu," ucap Nio membuat pelayan itu semakin sedih.
Sebenarnya, dia tak mengharapkan cek itu. Dia tetap ingin tinggal dan bekerja untuk Nio lantaran Nio adalah orang yang baik. Dia sangat nyaman bekerja untuk Nio di rumah itu.
"Tuan, Saya sebenarnya tak ingin cek ini. Jika masih mungkin, Saya tak ingin pergi dari sini. Saya ingin tetap bekerja untuk Anda," ucap pelayan.
Nio menghela napas.
"Maaf, Saya tak bisa membantumu untuk tetap berada di sini," ucap Nio dan berbalik. Dia meninggakan pelayan itu.
Pelayan itupun melihat sekeliling, dia mengembuskan napas pelan. Dia sedih tetapi apa lagi yang harus dia lakukan? Seharusnya dia mengerti sejak awal, Nio takan mungkin membiarkannya tetap bekerja di rumah itu lantaran Allena sudah memecatnya. Dia tahu, bahkan semua orang yang bekerja di rumah itu tahu, Nio tak pernah melawan keputusan Allena. Pelayan itu akhirnya meninggalkan kediaman Nio.
***
Ke esokan paginya.
Nio keluar dari kamar mandi, dia baru saja selesai mandi dan memasuki ruang ganti. Di sana, dia melihat Allena tengah menyiapkan pakaian untuknya pergi ke kantor.
Menyadari kedatangan Nio, Allena pun berbalik dan tersenyum.
"Sayang, semuanya sudah aku siapkan. Setelah ini, aku akan menyiapkan sarapan untukmu," ucap Allena.
Nio pun hanya diam, dia melihat Allena mungkin tersenyum, tetapi Nio bisa melihat ada kecanggungan dari reaksi tubuh dan raut wajah Allena. Sepertinya Allena ingin melupakan perdebatan yang terjadi diantara keduanya tadi malam. Atau mungkin Allena menghindari pertanyaan tentang masalah yang Allena hadapi di kantor Polisi kemarin yang mungkin akan dia ajukan lagi pagi ini? Entahlah, satu hal yang pasti. Nio pun malas berdebat sekarang.
Nio mendekati Allena, dia terus mendekati Allena hingga Allena memundurkan langkahnya dan punggungnya menabrak lemari pakaian.
Nio menatap Allena, dan mendekatkan wajahnya ke wajah Allena.
Sebuah kecupan mendarat di pipi Allena membuat jantung Allena berdegup cepat. Dia menatap Nio ketika Nio kembali menatapnya.
"Tetaplah di sini," ucap Nio dan Allena mengangguk tanpa di sadari.
Dia agak aneh, mengapa Nio tiba-tiba bersikap sangat manis? Bukankah semalam Nio terlihat marah padanya?
"Allena, kamu tahu aku begitu memujamu. Aku menggilai semua yang ada dalam dirimu. Aku sangat mencintaimu, jadi tolong jangan menyembunyikan apapun lagi dariku!" ucap Nio.
Sebelum Allena sempat bicara, Nio bergegas mendaratkan bibirnya di bibir Allena. Tangannya terulur dan mengusap tengkuk Allena dengan sangat lembut. Ciuman yang sangat lembut membuat Allena melingkarkan tangannya di tengkuk Nio. Dia membalas ciuman itu.
Mungkin Allena telah berpikir berlebihan karena sempat mengira sikap Nio sangat aneh pagi ini. Namun, dia kembali ingat bahwa Nio takan sanggup mengabaikannya.
Ciuman itu berakhir, Nio menangkup wajah Allena, dahinya dia tempelkan di dahi Allena. Napasnya memburu ketika menatap Allena.
"Aku menginginkanmu," ucap Nio.