"Maaf aku terlambat" kata Horn saat terburu-buru masuk ke dalam ruangan pegawai untuk menaruh jaketnya. Managernya, Benny, ada disana dengan wajah masam lengkap dengan pose melipat tangannya.
"Tenang Bos…. Aku akan datang besok pagi… bukankah begitu, Horn Backtack?" kata sang manager, mencoba mengutip omongan Horn kemarin. "Aku tahu, Kau pasti asik minum-minum hingga kau lupa kau harus bekerja besok…. Sekarang kembali ke tempatmu dan selesaikan tugasmu!".
"Baik…." Jawabnya datar. Horn'pun pergi keluar dari ruangan pegawai dan menoleh pada Benny sebentar. "…Sudah kubilang panggil aku Horn tanpa nama belakangku….". Horn menutup pintu yang memisahkan dunia pembeli dan pekerja disana dan menuju pos dimana ia ditempatkan. Kasir.
Sudah enam tahun ia bekerja disana dan selama enam tahun itu pula ia bekerja bersama Benny. Awalnya pegawai disana hanyalah dia, Benny dan Lanza. Benny dan Lanza merupakan keturunan keluarga Rodriguez, pemilik minimarket ini. Setahun Horn berada di minimarket itu, Mr. Rodriguez dinyatakan meninggal dikarenakan penyakit diabetes yang menggerogotinya selama 5 tahun terakhir sehingga bisnis keluarga ini diteruskan oleh Lanza Rodriguez, anak kelima dari Mr. Rodriguez. Anak-anak Mr. Rodriguez yang Horn tidak tahu namanya, konon sudah memiliki bisnis sendiri-sendiri kecuali Lanza. Sehingga bisnis toko minimarket beserta cabang-cabangnya dipegang oleh Lanza dan manager untuk cabang Shovel di pimpin oleh Benny Rodriguez, keponakan Lanza. Lanza selama Horn mengenalnya, ia adalah orang yang baik namun semenjak ia menggantikan ayahnya ia menjadi super sibuk atas berbagai urusannya mengatur bisnis keluarga. Benny sebenarnya juga orang yang baik namun di balik kebaikannya ada sesuatu yang Horn paling benci dari dirinya, yaitu mulut wanitanya. Horn dalam lubuk hatinya sebenarnya mengagumi karisma milik Mr. Rodriguez. Beliau sangat rajin mengecek setiap cabang-cabang bisnisnya dan memastikan pelayanan bagi para pembeli terpenuhi. Beliau memang cerewet namun terkadang kata-katanya sangat inspiratif dan akan membuat siapapun yang mendengarnya ingin mendengar bagian-bagian yang keren dari pria tua yang sudah tiada tersebut. Salah satu kalimat yang Horn ingat ketika para pegawai sedang disemangati oleh Mr.Rodriguez di ruangan manager adalah.
"Avanzamos para atacar, nos retiramos para cuadrar y giramos para aprovechar las oportunidades." (Kita maju untuk menyerang, mundur untuk ancang-ancang, dan berbelok untuk mengambil kesempatan).
Horn sangat kagum dengan kata-kata itu hingga beliau meninggal dan digantikan oleh Lanza dan Benny'pun kini menjadi atasannya. Lanza mengubah toko minimarket yang tadinya beroperasi 18 jam kini berubah menjadi 24 jam dan dibagi menjadi 2 shift kerja. Pistol revolver yang disembunyikan dibalik meja kasir untuk pertahanan jika ada perampokan juga diganti dengan senapan shotgun. Keamanan diperketat pada setiap cabang minimarket milik keluarga Rodriguez. Namun anehnya Lanza tidak memindahkan tempat bekerja Benny dari minimarket cabang Shovel ke cabang yang lingkungannya lebih baik dan bagi Benny juga tampak tidak masalah. Umur Benny sendiri hanya terpaut tiga tahun lebih tua darinya, dan dari apa yang dialaminya juga dari pegawai yang sudah keluar dan masuk selama lima tahun terakhir semenjak Lanza menjadi pemilik bisnis tersebut, mereka membenci Benny. Benny sebenarnya adalah orang yang baik, namun kebaikannya sering menjadi tameng dan bumerang oleh orang lain sehingga seringkali terindikasi 'pilih kasih' dalam menentukan siapa yang patut disalahkan. Horn juga mendengar mereka benci mulut wanita Benny yang tidak pernah berhenti berkomentar dan hanya berputar-putar pada sebuah masalah saja. Namun mereka yang sudah keluar memiliki jalan untuk berbelok karena mereka punya pilihan dan kesempatan. Namun, Horn tidak memiliki pilihan, seorang lulusan SMA tidak bisa memiliki pekerjaan lebih baik dari ini, dan ia harus menerima kenyataan itu dengan pahit.
"Oh… lihat, tampaknya si Horny kena omel lagi oleh seorang cewek.. haha…"
Dan pegawai satu lagi adalah Jerry. Jerry Rodriguez, adik dari Benny yang tidak jauh beda sifatnya. Ia sangat suka berlindung dibalik kedudukan kakaknya dan mulut besarnya. Orang tua mereka berdua adalah seorang Rodriguez petani di provinsi Lemonade dan tampaknya menurut orang tua mereka adik dari anak mereka harus mengikuti kakak-nya. Jerry awalnya ramah dan sedikit malu-malu dengan Horn namun lama kelamaan ia jadi lupa diri dan semena-mena kepada Horn yang enam tahun lebih tua darinya.
Jerry sudah enam bulan bekerja disana. Sebulan adaptasi dan lima bulan lainnya hanya meracau. Jerry memang tampak baik-baik saja di depan semua pembeli namun ketika ia sudah mengetahui suatu kelemahan seseorang, ia akan memerasnya. Memerasnya hingga sekering mungkin. Horn benci nama belakangnya juga nama panggilan yang dibuat oleh Jerry yang sangat kekanak-kanakan, dan ini sangat mengganggunya. Jerry tidak ada henti-hentinya dalam menggunakan dua rumus tersebut untuk mengganggu Horn. Terkadang Horn juga menemukan alat-alat kebersihan di lokernya padahal alat-alat itu seharusnya tidak ada disana, ternyata Jerry meminjam kunci loker pegawai cadangan dari Benny dan memasukanya. Horn pernah mengadukannya tapi sia-sia saja. Benny dengan 1001 katanya menangkis semua keluhan Horn demi adiknya. Horn tidak bisa berbuat apa-apa. Dia bukan anggota keluarga Rodriguez, bukan orang terkenal, bukanlah siapa-siapa. Dia sudah terjebak pada lingkaran setan yang dibuat oleh Jerry dan Benny untuknya. Horn sempat meminta Benny untuk memindahkan shift-nya menjadi malam, tetapi Benny menolaknya karena menurutnya akan mengganggu siklus para pekerja dan berbagai alasan lainnya. Ia tidak memiliki pilihan, untuk bertahan hidup dia harus bekerja, dan satu-satunya pekerjaannya adalah menjadi kasir di sebuah minimarket di area kumuh yang di isi oleh hantu yang hanya gentayangan saat sinar matahari masih bersinar.
Tunggu… apa-apaan semua pemikiran ini?
"Anda baik-baik saja, pak? Anda tampak pucat." tanya seorang ibu-ibu yang sedang dilayani oleh Horn. Horn tersenyum dan menyanggah dengan halus.
"Tidak nyonya, aku baik-baik saja..".
Tiba-tiba rasa pusingnya kembali bergejolak. Horn meringkuk dan merintih kesakitan seperti yang ia alami di apartemennya. Ibu-ibu itu panik dan langsung memanggil seorang pegawai lain untuk membawa Horn beristirahat. Horn tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh ibu-ibu tersebut. Sebuah suara terus mengiang-ngiang di kepala Horn dan menghantui Horn dengan sebuah pertanyaan yang diulang-ulang.
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan? Apa yang kau sembunyikan?
Jerry mengajak Horn untuk beristirahat di belakang dan bersikeras untuk menggantikannya berjaga di kasir demi kenyamanan pembeli. Horn menolak. Horn sendiri bahkan sulit untuk melihat wajah Jerry dengan jelas. Jerry kembali meminta Horn untuk mundur dan beristirahat sebentar, Rasa pusing Horn semakin menjadi-jadi. Akhirnya ia meng-iyakan dan pergi ke ruangan pegawai untuk beristirahat. Benny yang sedang merapihkan rak dan mengecek barcode hanya memperhatikan Horn dari jauh sedang memasuki ruangan khusus pegawai.
Sesampainya di ruangan pegawai Horn duduk bersandar pada lokernya. Letak loker para pegawai ditempatkan ditengah ruangan tersebur dan masing-masing mengahadap tembok. Ia menyandarkan kepalanya di loker besi tersebut. Sayang sekali kepalanya masih pusing. Ia hendak menyalakan rokok tapi ia ingat bahwa minimarket ini dilengkapi sistem pemadam asap. Ia harus menenangkan diri, dan mencoba mengabaikan sebuah pertanyaan yang masih menghantui kepalanya. Horn memejamkan matanya, berharap ia dapat tertidur sebentar.
Tubuhnya kini lebih tenang tetapi rasa pusingnya belum juga mulai mereda. Horn mengambil air minum yang tersedia di ruangan tersebut dan meneguknya habis. Entah kenapa pikirannya kini mulai melayang kemana-mana. Ia teringat bahwa di ruangan itu awalnya dicat bewarna oranye. Ia juga ingat kembali lukisan matador pada ruangan tersebut yang kini sudah dipindahkan setelah Mr. Rodriguez wafat. Ia juga kembali mengingat apa yang terjadi semalam, mimpi-nya, orang yang dibunuh di atas apartemennya, bukankah sudah terlalu banyak yang terjadi dalam kurang daru 24 jam ini, dan buku?
Buku…..?
Buku..... buku? Aku mengambil sebuah buku lalu…? Buku itu hilang? Bersembunyi? Disembunyikan? Hah?
Bam!
"Horn…! Jerry bilang kau menyogoknya dan berpura-pura sakit supaya kau bisa beristirahat lebih cepat, apa yang kau lakukan disini cepat kembali ke kasir atau anak itu akan memotong gajimu sendiri…!" Nyerocos Benny setelah setengah menobrak pintu ruangan pegawai. Rasa pusing Horn kembali bangkit dan wajah Benny seketika kabur dalam penglihatannya.
"Aku sedang tidak enak badan….biarkan aku istirahat sebentar, bos. 5 menit saja, aku janji." Ujar Horn yang berusaha meminta waktu rehat sejenak pada Benny sang manager. Benny menyanggah dan malah memberikan Horn sebuah ceramah yang tidak perlu. Horn tidak bisa mendengarnya, dia kini malah merintih kesakitan terhadap rasa pusingnya yang semakin menjadi-jadi. Kini Benny baru sadar ada yang tidak beres pada Horn. Ia'pun menanyakan keadaan Horn.
"Ya ampun! Kau baik-baik saja, Horn?".
"Diam….!" Pinta Horn dalam rintihannya. Suara di kepala Horn kembali melemparkan pertanyaan yang sama.
Apa yang kau sembunyikan, Horn?
"Akan kuambilkan aspirin.", Ujar Benny yang langsung menuju kotak P3K yang ada di ruangan tersebut dan mengambil sebutir aspirin. Ia'pun menyodorkannya pada Horn. "Ini cepat kau minum…".
Tubuh Horn sudah bergetar hampir kejang-kejang dan suara-suara tersebut semakin keras menanyakan pertanyaan yang sama.
Apa yang kau sembunyikan, Horn?
Apa yang aku sembunyikan?
Ya, apa yang kau sembunyikan saat ini. Aku ingin mengetahui-nya dan itu bisa menjadi rahasia untuk kita berdua.
Rahasia kita berdua? Memang kau siapa?
Aku ini dirimu. Jadi tidak ada alasan kau menyembunyikannya, bukan?
Menyembunyikan? Aku....?
.
.
.
Horn menatap Benny yang terus menyodorkan aspirin kepadanya. Wajah Benny perlahan-lahan mulai terlihat jelas.
"Horn, cepat kau minum aspirin ini!"
"Diam brengsek!!" Horn tiba-tiba bangkit dan mendorong Benny dengan cukup kuat hingga menjatuhkannya ke lantai. Horn menindih tubuhnya dan mulai mencekik Benny sehingga ia kesulitan bernafas.
"Horn…..keuperintahkan kau...…stop…. Horn..ekkhh!". Pinta Benny yang sudah kesulitan bernafas.
Apa yang kau sembunyikan, Horn?
Yang Kusembunyikan….
…
Yang kusembunyikan....Ah tentu saja.
Apa itu?
Kebencianku.
Kedua tangan Horn seketika menjadi panas. Benny mulai kejang-kejang kehabisan oksigen. Horn mengeluarkan seluruh energinya untuk mencekik Benny dan tanpa Horn sadari kondisi leher Benny mulai berubah aneh hingga akhirnya…
BUM….!
Kepala dan torso Benny pecah berkeping-keping. Sambungan kepalanya seakan membeku seperti kristal, begitu'pun serpihan-serpihan tubuh lainnya yang ikut mengkristal. Darah Benny yang memancar berubah menjadi butiran kristal yang berhamburan. Kristal-kristal yang bewarna ungu itu'pun berserakan di lantai lengkap dengan sisa tubuh-tubuh Benny yang langsung terlepas dari genggaman Horn. Horn kaget sekaligus bingung ketika melihat tubuh Benny hancur berkeping-keping. Horn terengah-engah dan baru menyadari bahwa kepalanya kini terasa ringan. Rasa pusing yang mengganggunya itu telah hilang. Tiba-tiba…
"Suara ledakan apa barusan….?", Jerry mulai menerjemahkan kondisi ruangan pegawai dengan adanya tubuh yang tidak utuh tergeletak didekat orang yang dikenalnya. Horn.
"AAAHHHHHHHHHH!!!!! APA YANG TELAH KAU LAKUKAN….. KAU TELAH MEMBUNUHNYA!!"
Jerry kemudian membanting pintu dan berlari menuruni tangga. Horn'pun tanpa pikir panjang mengejarnya. Jerry berusaha membuka pintu pemisah antara dunia pembeli dan pegawai yang memang terkenal berat. Ketika ia hampir membukanya tiba-tiba sebuah kristal menancap di tangannya yang membuat tangan dan gagang pintu menjadi menempel. Ia berusaha menariknya, namun rasa sakit yang membara menahannya. Ia tidak bisa kemana-mana. Di bayangan mata Jerry terdapat sosok yang sering ia kata-katai, orang yang sering ia katai dengan sebutan 'Horny'. Kini posisi mereka terbalik. Tanpa Benny, Jerry hanyalah seorang pengecut. Jerry memohon-mohon agar tidak bernasib sama seperti Benny dan ia akan melakukan apa saja untuk Horn. Horn mengabaikan permohonannya dan memutuskan mengobrol sebentar.
"Jadi… Jerry kau'kan belum lama lulus dari SMA'kan?" tanya Horn yang berjongkok di dekat Jerry.
"Hah…. Iya..iya…"
"Selama SMA kau masuk klub apa, lukis, kebudayaan….?"
"Ah…. Itu…. Aku masuk klub bola voli…iya itu.." Jerry masih berusaha melepaskan tangannya dari gagang pintu dan juga menahan rasa sakitnya.
"Bola Voli, ya….. dulu ketika aku mau masuk klub aku sempat berpikir klub apa yang cocok untukku. Bola voli hanya memantul-mantulkan bola, sepak bola hanya menendang-nendang bola untuk masuk ke gawang. Awalnya aku ingin masuk klub basket karena kau akan mendapatkan kendali penuh terhadap bola tapi bola-nya menurutku kebesaran. Tapi aku mendapatkan apa yang cocok bagiku".
"A…apa?"
"Baseball… kau tahu anak-anak baseball sangat angkuh bahkan aku sendiri seringkali tidak dianggap dalam klub tersebut. Mereka hanya memanggilku kalau ada pertandingan hanya untuk melempar-lempar bola saat latihan."
"…K-kau seorang pitcher?"
Horn tersenyum.
"Lihat Jerry bukankah menyenangkan mengobrol seperti ini…. Kita bisa berbagi cerita dan pengalaman seperti dulu lagi… tapi sayangnya ada yang ingin ku akhiri sekarang.". Horn mundur beberapa langkah, mengambil ancang-ancang dan mengayunkan tangan kanannya. Seketika muncul sebuah bongkahan kristal tajam meluncur dari telapak tangannya dan melesat ke wajah Jerry.
Zleb!
Wajah Jerry tertembus oleh kristal tersebut sekaligus menghilangkan nyawanya. Kristal itu membuat tubuh Jerry menempel pada pintu yang berat tersebut. Seketika kepalanya terpisah dari tubuhnya yang kini menggantung di sana.
Horn seketika menyadari apa yang ia telah perbuat. Ia merasa ada yang aneh didalam dirinya. Ia merasa tidak nyaman. Ia mengambil jaketnya di loker dan keluar dari minimarket tersebut lewat pintu belakang. Ia harus pergi dari sana. Dirinya sangat tidak tenang karena diringi rasa bersalah dan rasa puas disaat bersamaan.
Tanpa Horn sadari ada yang memperhatikannya semenjak ia keluar dari toko dari pintu belakang. Ia mengawasi Horn dari tempat yang tinggi. Sosoknya seperti iblis dengan wujud hitam dan mata merah.
Sosok itu telah menemukan targetnya.
Horn mengunci dirinya di apartemen. Ia baru sadar membunuh mereka berdua di toko akan menimbulkan banyak masalah. Belum lagi ia meninggalkan toko tanpa memindahkan mayat mereka berdua begitu saja dan kondisi toko juga pasti kosong. Ia sudah tidak bisa kembali kesana. Kini ia hanya tinggal menunggu polisi untuk datang menangkapnya. Ia'pun duduk di pagar balkon apartemennya sambil merokok. Ia mau menghilangkan semua rasa bersalah yang ada di kepalanya. Tangannya penuh luka karena ia langsung memukul-mukul dinding seketika masuk apartemennya.
Ia menyesal karena sudah membunuh… tetapi ia juga senang karena orang-orang yang mengganggu dan ia benci kini sudah tidak ada. Horn juga masih bertanya-tanya dengan kondisi tubuh Benny yang tiba-tiba hancur dan kristal-kristal yang keluar dari tangannya. Semua itu apa?
…
....
...…
Sudahlah.
Kini ia tinggal menunggu hidup dibalik jeruji penjara yang akan mengurusi hidupnya, sehingga ia tidak perlu susah-susah mencari nafkah. Kalau dihukum mati'pun bukankah itu lebih baik? Semua penderitaannya akan hilang begitu saja? Haha….. Horn memejamkan matanya dan mencoba menikmati angin senja pada hari itu. Walau langit mulai gelap karena tertutup awan hitam, tetapi anginnya berhembus semilir, cukup membuat perasaan Horn nyaman. Perasaannya hanyut terbawa dengan suasana senja di Shovel.
..
….
'Kau mengganti nama panggilanmu?'
'Iya, ibu yang memberikan namanya….. bagus'kan?'
'Hm…. Nak…. Jika kau memang ingin menggunakannya ingatlah ini. Namamu itu adalah kebanggaanmu. Dan kebanggaanmu adalah kebanggaanku juga.'
'Kebanggaan?'
'Sesuatu yang kau jaga dan tidak boleh dirusak atau dikotori oleh siapapun karena kau yang memilikinya jadi kau juga yang menjaganya'
'Aku tidak mengerti'
'Suatu saat kau akan mengerti…. Seperti kejadian hari ini kau menjaga kebanggaanmu berupa nama… apa panggilanmu barusan?'
'Horn'
'Benar….. Horn Backtack'
...
…
Ah!
Horn sontak membuka mata dan mendapati langit merah yang bercampur awan hitam yang semula ia lihat kini sudah berganti menjadi langit yang gelap yang menurunkan hujan.
Sudah Malam? Horn melihat rokoknya sudah terbakar habis diatas piring kecil yang ia jadikan wadah asbak. Ia'pun bangun dari tempat duduknya dan menatap ke halaman apartemen bagian dalam. Malam itu turun hujan. Hujan pertama yang turun di musim panas. Hujannya cukup deras. Penerangan di luar apartemen sangat remang-remang dan lampunya juga sudah lama tidak diganti, tinggal menunggu gas neon didalamnya habis. Cahaya lampu itu hanya bisa pasrah ditelan derasnya hujan. Horn melihat-lihat pekarangan apartemen yang sepi. Pemandangan sederhana yang dihias dengan lampu-lampu redup.
Oh iya…. Daripada aku harus mendekap di penjara kenapa aku tidak bunuh diri saja sekarang, kata pikirannya.
Horn'pun memanjat pagar balkon apartemennya yang basah dan duduk sambil mengamati titik halaman yang terbuat konkrit yang ia spekulasikan akan menjadi tempat ia mendarat dan tewas. Ia menengok ke area sekitar bahwa tidak akan ada yang melihat perbuatannya kali ini. Tepat sebelum ia akan terjun ia melihat sosok hitam ditempat dimana ia memperkirakan akan mendarat. Sosok itu menangkap matanya dengan mata merah yang menyala. Mata mereka bertemu dalam hitungan detik yang terasa seperti bermenit-menit, tiba-tiba ada yang mengetuk-ngetuk pintu apartemennya.
Tok-tok
"Permisi…. Kami dari kepolisian resort Shovel ingin menanyai anda, tuan Horn."
Polisi?
Horn tidak jadi melompat dari balkon dan memutuskan untuk menghadap polisi yang sudah berjaga di depan apartemennya. Horn membukakan pintu apartemennya dan mendapatkan dua orang polisi, yang satu dengan tubuh kekar, berkulit gelap juga berkumis tebal, dan satu lagi memiliki wajah bersih dengan tubuh yang sedikit gemuk. Horn menghadap mereka dengan sedikit gugup dan kesal.
"Tidak perlu gugup tuan Horn kami hanya ingin menanyakan beberapa hal kepada anda perkara dua pembunuhan di Rodriguez Mart cabang Shovel. Korban bernama Benny Rodriguez dan Jerry Rodriguez. Tubuh mereka ditemukan baru saja sore ini disana, dan dari info yang kami dapat anda merupakan pegawai disana yang mendapatkan shift siang karena orang yang dari laporan salah seorang pekerja shift malam di sana. Oleh karena itu anda adalah satu-satunya orang yang bukan merupakan korban dan yang ada di sana apakah sekiranya anda tahu apa yang terjadi?" tanya polisi yang bertubuh gemuk.
"A-aku tidak tahu apa-apa soal itu. Hari ini aku izin karena kurang enak badan.."
"Apa benar soal itu tuan Horn. Menurut absen yang ada di tempat anda bekerja anda masuk pada hari ini.."
Sial!
Polisi berkumis itu terus memperhatikan tingkah laku Horn yang mulai gelisah.
"Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi tuan, kami hanya sebentar saja menanyai anda. Anda berikan semua yang anda tahu maka kami akan segera pergi dari sini." kata polisi berkumis.
"Jangan menutupi sesuatu dari kami. Tenang saja, kami tidak akan menyakiti anda" Ujar polisi gemuk.
Apa kau menyembunyikan sesuatu, Horn?
Suara itu kembali begitu'pun dengan kepala Horn yang kembali berdering tetapi ia memutuskan untuk menyembunyikan rasa pusingnya di hadapan polisi. Horn mati-matian menjawab pertanyaan polisi gemuk yang berlangsung seakan selamanya. Polisi berkumis masih tetap memperhatikan tingkah lakunya. Di tengah pertanyaan polisi berkumis itu bertanya pada Horn.
"Bisakah anda membuka kedua tangan anda?". Polisi berkumis itu meminta Horn membuka tangannya yang ia posisikan terlipat.
"Baik…" Horn memperlihatkan kedua tangannya terhadap kedua polisi tersebut dan dia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Tangannya yang ia yakin seratus persen sudah ia basuh dan cuci kini berlumuran darah. Kini para polisi itu tampak lebih curiga terhadap Horn. Horn menatap kedua tangannya dengan frustasi.
Apa yang kau sembunyikan, Horn?
"Maaf tuan Horn, anda akan kami tahan terlebih dahulu untuk pemeriksaan lanjutan. Mari ikut kami…." Polisi berkumis itu menghampiri Horn dan memborgol tangannya. Tampaknya ia paling bersemangat dalam memborgol orang. Polisi gemuk tadi menutupi pintu apartemen Horn. Satu tangannya sudah terborgol, sekarang tangan yang satunya lagi. Tiba-tiba polisi gemuk yang ada di depannya merintih kesakitan dan ambruk ke dalam apartemen Horn. Tubuhnya yang ambruk kini memunggungi Horn dan ia tepat bisa melihat luka lubang bekas tembakan tepat di belakang lehernya. Luka itu mengeluarkan asap dan memancarkan hawa panas yang kemudian membakar tubuh polisi gemuk yang tidak berdaya hingga menjadi abu dalam sekejap. Polisi berkumis mengacungkan revolver-nya kearah pintu masuk dan didapatinya sosok hitam bermata merah yang Horn lihat saat ingin melompat dari balkon beberapa saat yang lalu.
"JATUHKAN SENJATAMU SEKARANG!!!", Polisi berkumis memerintahkan sosok itu untuk menjatuhkan senjatanya. Ia sudah bersiap-siap menembak. Sosok itu hanya berdiri di koridor kemudian…..
DOR!
Sosok itu tidak menghiraukannya dan dalam sekejap polisi berkumis itu terjungkal ke belakang akibat sebuah tembakan yang diredam. Horn dapat melihat dengan jelas luka bekas tembakan yang mendarat di dahinya. Luka di dahinya itu bernasib sama dengan polisi gemuk yang kemudian menyebar dan membuat sekujur tubuhnya terbakar menjadi abu.
Sosok itu belum selesai. Kal ini ia mendekati Horn. Horn dengan borgol yang masih menggantung di tangannya perlahan-lahan mundur ke belakang. Sosok itu menutup pintu apartemennya, kini ia terjebak di apartemennya dengan sosok yang luar biasa berbahaya. Sosok itu membuka tudung dan masker yang menutupi sebagian besar wajahnya. Horn semakin tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Seorang gadis? Bukan…. Itu gadis berambut merah kemarin.
"The Purple, bukan?", kata gadis itu sambil menarik slide pistol-nya. Horn menjaga jarak darinya dengan mundur perlahan ke belakang hingga akhirnya ia sendiri tersudut pada dinding di belakangnya.
DOR!
Gadis itu menembak dada Horn hingga sehingga membuat ia tersungkur jatuh. Horn memegangi luka bekas tembakan tersebut yang anehnya tidak terlalu sakit. Horn menggeliat gelisah seperti hewan buruan yang sudah terluka dan menunggu sang pemburu membunuhnya. Gadis itu berjongkok dan mendekatkan pistolnya pada dahi Horn dengan tersenyum. Horn menatap mata merah gadis tersebut.
"Kau melihatnya bukan?" Ia menatap mata Horn lekat-lekat "Hmph….Ternyata benar kau ini The Purple" Ujar gadis itu lagi sambil menarik dan memasukan pistolnya kedalam jubah hitamnya.
The Purple?
"….Beruntung Peluru yang kutembak barusan adalah peluru asli … penyihir sepertimu lukanya akan pulih seketika….".
Apa?
"Kau juga tidak usah khawatir…. segala rekaman CCTV yang memperlihatkan segala perbuatanmu pada teman malangmu itu sudah ku bereskan." Gadis itu membuka sebuah permen lolipop rasa apel yang merk-nya membuat Horn merasa familiar. "Di tambah lagi aku juga sudah memindahkan tubuh yang kau tinggalkan dengan sangat berantakan itu. Untuk masalah dengan polisi kini mereka tidak akan menganggumu lagi hanya mereka berdua barusan yang hampir lupa ku urus." tambah gadis itu dengan permen dimulutnya. Ia tampak mengalihkan perhatiannya.
Penyihir?
Polisi tidak akan mencarinya lagi atas apa yang telah ia perbuat?
Omong kosong apa yang ia katakan?
Sadar peluru yang bersarang di tubuhnya tiba-tiba mencuat keluar sendiri dan tidak membunuhnya. Horn mengumpulkan keberaniannya untuk meminta gadis itu sesuatu.
"Bunuh…." Kata Horn pelan.
"Huh..?"
"Ce-cepat bunuh aku seperti para polisi itu! Kenapa kau berbasa-basi dan menolong seorang pecundang seperti diriku!! Cepat akhiri penderitaanku ini!!", Kata Horn marah.
Gadis itu tertawa. Tawanya menakutkan sekaligus manis menurut Horn. Ia tersenyum dengan mendekatkan wajahnya pada wajah Horn.
"Kau tidak tahu, kau ini punya mantra yang kuat. Kau akan menyia-nyiakan potensinya, The Purple..". Horn menatapnya keheranan. Dia diam sebentar tampaknya sedang berpikir. "Kurasa kau tidak akan mengerti untuk sekarang…..tapi bagaimana kalau begini saja….", gadis itu kemudian berdiri memunggungi Horn.
"…Jika kau izinkan aku tinggal disini aku akan memberitahumu sebuah dunia yang belum pernah kau temui sebelumnya dan juga aku akan memberimu sebuah pekerjaan yang menarik." kata gadis itu dengan tanpa ragu.
Horn mencerna dari kata-kata gadis misterius yang hampir membunuhnya itu.
"Tunggu…..Tinggal?"
"Iya.."
"Disini…?!".
"Tepat sekali….".
"eeehh….?!"