"Sef, boleh saya tanya sesuatu?"
Sefia menatap heran pada Bima yang nampak berbeda dengan gaya bahasa yang terkesan ramah dan sopan.
"Silahkan, Mas Bos."
"Ada acara apa sampai kamu mengajukan cuti? Tak mungkin ayahmu memaksa kamu pulang jika tidak ada hal yang penting kan? Dan aku lihat kamu beberapa hari ini selalu murung dan tak semangat seperti biasanya."
"Mas Bos kepo."
Bima menarik nafas, "Ya tadi kamu bilang aku boleh bertanya, sekarang kamu bilang kepo."
Sefia menopang pipinya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya sibuk mengolak – alik makanan di hadapannya.
"Mas bos Cuma pingin tahu apa pingin tahu banget."
Bima cemberut, merasa kesal dan gemas pada gadis yang sedang berbicara dengannya itu.
"Tinggal jawab aja sih, apa susahnya." Kata Bima ketus.
"Ye… Nyolot."
"Lagian kamunya juga sih, bertele – tele."
Sefia menghembuskan nafas kesal, manic matanya menatap pada laki – laki tampan yang kini juga sedang menatapnya.
"Saya mau dijodohkan oleh orang tua saya." Jawab Sefia dengan wajah sendu.
Bima sengaja memancing Sefia untuk bercerita, sungguh Ia ingin tahu bagai mana sebenarnya Sefia menanggapi perjodohan mereka.
"Kamu tidak suka dengan calon yang di ajukan oleh ayahmu?" Tanya Bima mulai menyelidik.
"Saya saja tidak tahu laki – laki seperti apa yang akan di jodohkan dengan saya."
"Kamu tidak mengenalnya? Sama sekali?"
"Tidak."
"Lalu, apa kamu akan menerima perjodohan itu?" Tanya Bima sambil mencoba menatap wajah yang kini masih menunduk.
"Ini yang membuat saya bingung mas bos, dilain sisi saya masih sulit membuka hati untuk pria lagi apa lagi saya tidak mengenal laki – laki itu, tapi disisi lain saya tidak mungkin mengecewakan kedua orang tua saya untuk yang kesekian kali."
"Kesekian kali?" Kedua alis Bima terangkat sempurna.
Sefia mengangguk, "Saya sudah beberapa kali menolak jika orang tua saya mengajukan pejodohan pada saya."
"Dengan laki – laki lain, atau dengan laki – laki yang sama?" Tanya Bima semakin penasaran, karena Ia melakukan hal yang sama dengan yang di lakukan oleh Sefia, menolak perjodohan! Dan kini mereka berdua berada pada titik yang sama, titik dimana Ia tidak tega dan tidak enak hati pada orang tua mereka karena seringnya menolak di jodohkan.
Jelas alasan Bima, karena Ia masih ingin bertemu dengan Laura dan berharap suatu saat laura kembali dan memberi penjelasan padanya menyangkut hubungan mereka yang Ia tinggal begitu saja. Sedangkan Sefia masih belum bisa move on dengan luka yang pernah tertoreh karena laki – laki.
Kini Bima tahu perempuan yang di jodohkan dengannya ternyata sama seperti dirinya yang selalu menolak untuk dijodohkan tanpa mengetahui siapa yang akan di jodohkan dengan mereka. Hingga hati Bima tergelitik untuk mengetahui sosok yang selama ini dipersiapkan oleh orang tuanya untuk menjadi pendamping hidupnya, sampai Ia rela menyewa orang untuk mencari tahu perempuan itu. Dia lah Sefia.
"Tidak tahu, aku selalu menolak pulang jika bapak menyuruhku untuk pulang."Jawab Sefia yang kini menyeruput minuman di depannya.
"Tadi kamu bilang belum siap membuka hati untuk pria lain? Memangnya kamu sudah punya kekasih?" Tanya Bima dengan mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Mas bos sudah terlalu banyak bertanya! Udah sekarang waktunya kita kembali ke kantor mas Bos. Jangan suka memakan gaji buta." Ujar Sefia yang langsung beranjak berdiri meninggalkan Bima yang tengah menarik nafas panjang karena pertanyaan yang belum terjawab.
Akhirnya Bima memilih untuk mengikuti langkah Sefia setelah membayar makanan mereka. Sefia menyandarkan tubuhnya pada body mobil milik sang bos saat Bosnya keluar dari dalam restoran.
"Masuklah." Perintah Bima melihat Sefia yang masih terlihat sendu.
Bima kembali menjalankan mobilnya membaur dengan mobil – mobil lain di jalan raya yang padat, setelah beberapa lama mereka tak juga sampai di kantor mereka, dan hal itu membuat Sefia menatap jalanan yang mereka lewati dan kembali menoleh pada bosnya yang hanya mengangkat satu alisnya melihat kebingungan di wajah sekertarisnya.
"Kenapa?" Tanya Bima sambil memutar kemudi ke kiri.
"Ini bukan jalan ke kantor, sebenarnya kita mau kemana?" Tanya Sefia penasaran.
"Ke Hotel." Jawab Bima dengan santai.
"Hah! Hotel? Kita mau ngapain Mas bos?" Tanya Sefia dengan wajah panik dan hatinya menjadi berdisco ria karena khawatir yang berlebihan.
Dalam hati Bima bersorak melihat wajah Sefia yang seperti ketakutan.
"Kamu maunya ngapain?" Bima menyeringai.
"Jangan macam – macam ya mas bos!" Ancam Sefia yang mulai gusar.
"Ga lah, kamu tenang saja. Aku Cuma pingin melakukan satu macam aja tapi lama." Sahut Bima sambil memainkan kedua alisnya.
Bima meraih kaca mata hitam yang ada pada dashboard mobilnya. Sedetik Sefia terpesona dengan ketampanan bosnya, namun Ia langsung membuang pandangannya keluar jendela dari pada harus menatap laki – laki yang selalu membuat moodnya jadi tak karuan.
"Turun!" Kembali Bima mengeluarkan titahnya pada sang sekertaris.
Dengan malas, Sefia turun dari mobil dan segera mengikuti langkah Bima masuk ke dalam lobby hotel. Semua karyawan hotel langsung menunduk hormat tatkala melihat putra sang pemilik hotel masuk ke dalam lobby.
"Selamat datang Mas Bima." Sapa Radit asisten kepercayaannya.
Sefia menatap heran, mengapa ada Radit? Ada acara apa sebenarnya di hotel itu? Sefia sangat tahu kredibilitas seorang Radit, dan pekerjaan yang selalu di serahkan oleh laki – laki itu pasti sesuatu yang penting dan berat.
"Apa mereka sudah datang?" Tanya Bima tanpa menghiraukan Sefia yang masih setia mengikuti langkahnya.
"Sudah mas."
Bima memang sangat menyukai panggilan 'Mas' namun sayang adik satu – satunya menolak saat ia suruh memanggilnya dengan sebutan 'Mas'. Bahkan Dia lebih suka dipanggil Bima dari pada Jhonatan. Entahlah sejak dulu Ia sangat menyukai dengan kebudayaan dan tradisi jawa, karena menurutnya sangat menarik untuk dirinya.
Radit mengikuti langkah Bima beserta Sefia menuju ke sebuah ruang pertemuan yang cukup luas tersebut. Dan saat pintu ruangan tersebut di buka, terlihat Bos besarnya yaitu ayah dari Bima dan Ibunya. Sefia menarik nafaslega, pada awalnya Ia mengira bos sintingnya akan melakukan kesintingan yang sesungguhnya di hotel miliknya tersebut, namun ternyata mereka akan mengadakan rapat terbatas dengan seorang investor dari Dubai.
Radit memberikan tab pada Sefia, Yah! Itu adalah Tab yang biasa Sefia gunakan di kantor dan saat mendampingi bos nya mengadakan miting dimanapun. Dan Radit di minta oleh Bima untuk membawa kan tab tersebut untuk Sefia yang tengah makan siang bersamanya.
"Pak Radit bukannya Pak Abraham jadwalnya masih minggu depan?" Bisik Sefia pada Radit saat kedua bosnya sedang berbincang dengan Pak Abraham yang berasal dari Dubai.
"Dimajukan oleh Bos besar, karena mereka akan ada acara keluarga minggu depan." Sahut Radit yang juga ikut berbisik di dekat Sefia.
Sefia hanya mengangguk – anggukkan kepalanya tanda mengerti.
Rapat terbatas dengan investor dari Dubai itu akhirnya usai dan berjalan dengan lancar, kini mereka telah dalam perjalanan pulang menuju ke kantor setelah berpamitan dengan Bratasena dan juga Sandra.
"Kamu sudah mencatat semuanya kan?" Tanya Bima sambil menatap sekilas pada Sefia.
Sefia mengangguk, "Kenapa Mas Bos tidak mengatakan pada saya kalau kita akan langsung miting?"
"Ini mendadak, tadi papa yang kasih tahu waktu kita sedang makan."
Bima menyeringai mengingat betapa gugup Sefia saat Ia mengatakan mengajaknya ke hotel.
"Sebenarnya apa yang kamu pikirkan waktu saya bilang kita mau ke hotel?"
Sefia menunduk karena Ia memang sempat berpikir yang tidak – tidak pada bos nya ini.
Tiba – tiba Bima tertawa terbahak, "Kamu ini pasti berpikir aku ajak kamu ena – ena? Yang benar saja, Sefia…"
"Kenapa? Saya perempuan, mas bos laki – laki, bisa saja terjadi, apa lagi mas bos kan memang agak – agak gimana gitu."
"Maksud kamu agak – agak itu apa?" kata Bima kesal.
Sefia menatap Bima dengan wajah menyunging senyum kecil yang ia tahan.
"Agak EDAN dan Jelas SINTING!"