Selesai sarapan, bos dan sekertaris itu kemudian melaju menuju kantor milik sang big bos.
"Saya turun di depan saja Mas Bos."
"Kenapa?"
"Saya males kalau ujung – ujungnya nanti malah jadi gossip yang sedap – sedap kalau saya bareng sama Mas Bos."
Bima tmenyeringai, "Harusnya kamu bangga bisa bareng sama saya, kamu tahu sendiri banyak karyawan yang menginginkan untuk duduk satu mobil dengan saya."
Sefia menatap luar jendela lalu meleletkan bibirnya, lalu kembali menatap bosnya dengan bibir mencibir.
"Itu mereka, bukan saya."
Bima tidak menjawab dan juga tak mengabulkan permintaan Sefia yang meminta turun di jalan yang tak jauh dari gendong kantor. Dengan santai Bima memarkirkan mobilnya khusus untuk dirinya atau ayahnya jika sedang berkunjung ke kantor. Mata Sefia membola menatap jenggah pada bos narsis yang Ia anggap sinting itu.
"Selamat pagi Pak?" Sapa security yang membukakan pintu mobil untuk Bima.
"Pagi." Ucap Bima dengan ekspresi datar dan nampak begitu berwibawa.
"Pagi Bu Sefia." Sapa Sekurity yang juga menyapa Sefia dengan tatapan menyelidik sekaligus tak menduga jika Sefia yang terkenal ramah dan sedikit galak itu berada satu mobil dengan bos baru mereka.
"Pagi Pak." Sahut Sefia lalu berjalan mengejar Bima yang sudah lebih dulu berjalan dan sedang berhenti di depan lift khusus miliknya menunggu sekertaris cerewet namun menggemaskan itu.
"Mau kemana kamu?" Tanya Bima dengan nada datar karena banyak karyawan lain yang tentu saja melihat interaksi mereka berdua.
Lagi – lagi Sefia dengan langkah malas mengikuti Bima masuk ke dalam lift yang tentunya hanya akan ada mereka berdua. Tadinya Sefia akan naik lift khusus untuk karyawan karena merasa tak nyaman jika harus selalu menempel pada Bima walau ia adalah sekertaris Bima yang mau tak mau segala urusan Bima juga salah satu tangung jawabnya.
TING
Pintu lift terbuka, mereka keluar dan berjalan menuju ke ruangan masing – masing. Namun sebelum Bima masuk ke ruangannya Ia menoleh pada Sefia yang sedang menaruh tasnya di atas meja keraja.
"Sefi…"
Sefia mendongak lalu menatap Bos nya yang sedang berdiri menatap padanya.
"Ya Mas bos."
"Nanti kalau ada tamu yang nyari saya namanya Emon, kamu langsung suruh masuk saja. Selain itu bilang saja saya sedang meeting." Bima lalu berlalik dan langsung memutar knop pintu ruang kerjanya tanpa menunggu jawaban dari Sefia.
Sefia mengangkat kedua bahunya Ia mencoba tak memikirkan siapa itu Emon dan kini tangannya sedang sibuk menyalakan laptop yang ia gunakan untuk menyelesaikan seluruh pekerjaannya.
_________________________________________________________
"Duh Emon, kamu jangan gitu deh, bagus kamu berubah sebelum malu – maluin kakak ku." Ujar Camel pada sepupunya yang baru datang dari LA itu.
"Ihhhhh…. Kenapa juga eike mesti berubah. Gini aja udah okeh lohhh."Sahut Emon dengan gaya centil.
Camel menghela nafas berat, "Iya tapi kamu itu laki – laki Mon, bukan perempuan."
"Eh! Mel mel, kamu mau ngatain saya bences?" Emon lalu menyilangkan kakinya.
"Haduh! Mau bilang iya takut dosa, tapi mau bilang enggak, bukti udah di depan mata."
Emon hanya mencibir lalu menyesap minuman jus yang sedari tadi Ia pegang dengan dua jari letiknya.
Sedangkan Mama Sandra hanya terkekeh melihat kelakuan anak dan keponakannya itu.
"Mon, gimana kabar papi disana?" Tanya Mama Sandra.
"Very good, Onty."
"Syukurlah."
"Papi kamu ga pingin nikah lagi gitu, Mon?"
"Cepek eike bilangin papih suruh nikah lagi, walau Emon sebenarnya juga takut gimana kalau Emon punya Ibu tiri yang kejam dan ga sayang sama Emon, Onty. Pasti Emon habis di siksa." Emon memainkan kedua bahunya ngeri.
Mama Sandra tersenyum, "Kamu terlalu jauh berpikir, tidak semua ibu tiri itu kejam, Mon."
"Emberan, Onty. Tapi tetep aja Emon ngeri – ngeri sedep kalo bahas soal Ibu tiri."
"Ngak sebanding tuh ama badan." Ucap Camel.
"Eh! You jangan bandingin itu mak tiri ama badan eikeh, ya Nek…"
"Emang bener kan?" Camel masih tak mau kalah.
"Sudah ah! Dari tadi kalian berdebat terusga ada yang mau ngalah! Katanya mau ke kantor kakak?"
Camel menepuk keningnya.
"Ayo Mon! kita ke kantor kakak, siapa tahu kamu dapat pencerahan di sana."
"Pencerahan? Emangnya eike lagi tersesat?" Suara Emon mendayu dan hal itu membuat Camelia tersenyum lebar sambil mencium pungung tangan Mama Sandra, lalu di ikuti oleh Emon.
"Emon berangkat dulu ye Onty." Pamit Emon genit.
"Ya, hati – hati di jalan. Katakan pada kakak mu untuk pulang cepat."
"Baik Mah."
Satu jam kemudian, keduanya telah sampai di gedung perkantoran megah milik Bratasena, baik security atau pun karyawan lain sudah banyak yang tahu siapa Camelia, jika gadis cantik berpenampilan tomboy itu adalah anak pemilik gedung sekaligus kantor tempat mereka mengais rejeki.
"Kantor Si babang oke juga ya ternyata."
Camel hanya melirik sepupunya itu yang sedang mengamati gedug lobby kantor.
"Hayuk masuk." Ajak Camel yang langsung menarik tangan Emon agar mengikuti dirinya masuk ke dalam lift khusus keluarganya.
TING!!
Pintu lift terbuka keduanya lalu berjalan menuju ke ruangan Bima yang berada persis di depan ruangan Sefia.
"Kak Fia…" Camel berdiri tepat di depan pintu ruangan Camelia.
"Eh, Melmel, mau ketemu kak Bima?" Tanya Sefia sambil berjalan mendekati melmel, ekor matanya menatap Emon yang juga menatapnya.
"Oya kak, Ini Emon sepupu aku dan Kakak."
"Oh ya, tadi kakak kamu udah bilang kalau Mas Emon datang suruh langsung masuk aja ke ruangannya."
"Oke kak makasih."
"Sama – sama."
Emon mengikuti Camel yang langsung membuka pintu ruangan kerja kakak tercintanya, terlihat Bima sedang sibuk di depan laptop dan juga berkas – berkas yang menumpuk di hadapannya.
"Assalamualaikum, kakak ku yang baik hati tapi sedikit songong." Sapa camellia,
Bima mendelik menatap camel yang hanya cengegesan.
"Hello Mas Bim… apa kabar? Lama ga jumpa sama Emon." Kata Emon lalu mendekati Bima yang sedang menyandarkan pungungnya pada sandaran kursi.
"Sef, tolong pesankan makan siang untuk kami, dan sekalian untuk kamu." Kata Bima melalui sambungan telpon.
"Jam berapa kamu sampai Mon?" Tanya Bima, sambil memutar kursi kerjanya melihat Emon yang sedang berkeliling di ruangannya.
"Tadi jam 9 nan, Mas Bim."
"Oya, Mas Bim, itu yang di depan sekertaris Ye?" Tanya Emon sambil menatap Bima dan hanya di jawab anggukan olehnya.
"iH! Cantik banget, tapi biasanya sekertaris itu kan pakaiannya seksi, ini malah jilbaban. Emang dari dulu selera Mas Bima selalu beda."
Bima tersenyum kecil sambil mengelengkan kepalanya mendengar apa yang Emon katakan.
Tak lama pintu ruangan di ketuk, lalu terlihat seorang office boy masuk sambil membawa pesanan mereka yang tadi di pesankan oleh Sefia.
"Makasih Sapto, Sefia kemana kok bukan dia yang antar?" Tanya Bima sambil berjalan menuju ke sofa di mana Camel dan Emon duduk.
"Oh! Mbak Sef katanya mau makan siang sama Pak Manager dan staf yang lain."
"Ada acara apa? Tumben?" Selidik Bima yang sebenarnya ingin makan siang dengan Sefia.
"Itu, mbak Sef kan ulang tahun."
Deg.
'Gimana aku bisa tidak tahu?' Batin Bima
"Ya sudah, makasih Sapto, kamu bisa kembali."
"Permisi Pak."
Bima tak menjawab, pikirannya berkelana bagai mana Ia bisa tak mengetahui jika Sefia berulang tahun hari ini, oh Shit! Pantas saja tadi pagi Mamanya menyuruhnya memberikan sarapan untuk Sefia dan juga memberikan sebuah bingkisan untuk gadis itu.
'Tunggu kejutan dari ku Sefi…' Batin Bima