Seorang wanita yang memakai dress selutut warna putih terlihat sedang berjalan keluar dari rumah kecil di ujung gang. Tidak ada riasan di wajahnya dan rambut panjang bergelombang itu dibiarkan tergerai melayang ditiup angin. Matanya melihat kanan dan kiri seperti sedang mencari sesuatu. Saat ada seorang wanita tua berjalan, senyum di bibir wanita itu mengembang sampai menampakkan deretak giginya yang sangat rapi dengan satu gingsul di kanan menambah kecantikannya.
Seana namanya, wanita miskin yang hidup seorang diri. Sedari kecil dia di titipkan ke panti asuhan entah oleh siapa. Seana menghabiskan waktu 12 tahun hanya untuk mencari siapa orang tuanya dan kenapa tega menitipkannya ke panti asuhan.
Wanita tua itu berjalan mendekat ke Seana dan memberikan sebuah foto kepadanya. "Ini foto kedua orang tuamu 21 tahun yang lalu saat mereka menitipkanmu ke panti asuhan."
Seana hanya diam sambil memperhatikan foto yang kini sudah berada di tangan kanannya. Matanya menangkap wanita dan pria yang tidak terlalu tua dalam foto. Dia yakin jika mereka memang orang tua kandungnya, terbukti saat wajah wanita di foto sangat mirip dengannya bak pinang dibelah dua.
"Jangan menemui mereka." larang wanita tua itu yang bernama Daysi, pemilik panti asuhan yang sangat menyayangi Seana.
"Ibu tahu, kan, kalau aku menunggu lama untuk ini? Aku sangat ingin menemui mereka dan bertanya langsung, kenapa mereka dengan tega menitipkan aku di panti asuhan dan membuat hidupku sengsara." jelas Seana sambil menggenggam kedua tangan Daysi erat seperti ingin meyakinkannya.
Daysi hanya diam, tidak tahu harus berkata apa untuk menghentikan Seana. Jika Seana sudah seperti itu, berarti tidak akan ada yang bisa menghentikannya. Dia akan berhenti saat sudah merasakan sendiri bagaimana rasanya.
"Aku akan ke kantor polisi sekarang." ucap Seana sebelum pergi meninggalkan Daysi yang berat hati melihatnya pergi.
Seana keluar dari gang rumahnya menuju jalan raya. Dia tidak punya uang dan hanya mengandalkan kaki untuk sampai ke kantor polisi yang berjarak sekitar satu kilometer dari tempat tinggalnya. Tidak masalah bagi Seana karena dia sudah biasa berjalan jauh tanpa tahu tujuan pastinya.
Melihat bagaimana bentuk tubuh dan wajah Seana, sebenarnya dia bisa saja menjadi model. Seana juga pintar, sayangnya tidak melanjutkan pendidikan sejak tamat SMA. Bagi Seana, pekerjaan yang mengandalkan kecantikan atau bentuk tubuh akan menyusahkan. Dia juga tidak suka saat semua orang menatapnya atau menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian.
Seana lebih memilih bekerja menjadi pelayan di restoran yang gajinya tidak terlalu besar. Terkadang dia juga membantu Daysi membuat kue dan menjualnya.
Hampir satu jam berjalan, Seana sudah sampai di Kantor Polisi Pemkat. Dia masuk ke dalam dan langsung disambut oleh seorang polisi yang seperti seumuran dengannya.
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya yang membuat Seana mengeluarkan foto dari dalam tas, kemudian memberikannya pada polisi tersebut.
"Apa aku bisa menemukan orang yang ada di foto itu?"
Raut wajah polisi tersebut tampak terkejut. Dia bahkan menatap foto dan wajah Seana berkali-kali. "Apa kamu putri Pak Basra dan Bu Elana?" tanya polisi yang bername tag Joefa.
"Mereka siapa?"
"Pak Basra pemilik seluruh bangunan kaya disini sekaligus keturunan raja asli. Bu Elena pemilik hotel bintang sepuluh yang disana hanya ada orang kaya."
Seana terkejut setelah mendengar ucapan Joefa. Dalam otaknya tidak henti berpikir dan bertanya. Jika memang orang tuanya sekaya itu, kenapa dia dibuang?
"Apa kamu memang putrinya? Saya mendengar kalau dulu mereka punya anak kembar." ucap Joefa sambil terus memandangi wajah Seana yang cukup membuatnya terpesona.
"Tidak, aku bukan putri mereka." Seana mengambil kembali foto tersebut dari tangan Joefa dan bergegas meninggalkan kantor polisi.
Kali ini Seana memilih untuk bertemu langsung dengan Elena. Saat melihat taksi lewat, Seana langsung memberhentikannya tanpa memikirkan banyak biaya yang akan habis hanya untuk bertemu dengan orang yang begitu tega meninggalkannya. Jika mereka miskin, Seana bisa memaafkannya karena membesarkan dua putri sekaligus susah. Tapi orang tuanya kaya, sangat kaya. Kenapa hanya dirinya yang dibuang?
Seana sudah masuk ke dalam taksi dan menyebutkan tujuannya. Sepanjang perjalanan dia diam dengan isi kepala yang sedang berperang. Jantungnya dari tadi tidak henti berdegup dengan kencang. Entah karena gugup akan bertemu dengan orang tuanya atau karena mengetahui fakta. Tidak ada siapa pun yang tahu isi hati Seana saat ini.
"Kita sudah sampai. Total semuanya dua ratus delapan puluh ribu."
Uang dua ratus delapan puluh ribu langsung diberikan Seana kepada supir taksi. Dia keluar dari taksi dan menatap bangunan megah dan besar yang berdiri kokoh didepannya. Itu hotel bintang sepuluh dimana kini ibu kandungnya berada. Tanpa menunggu lagi, Seana langsung masuk ke dalam hotel.
Langkah kakinya terhenti saat melihat wanita setengah tua dengan memakai baju dress panjang warna gold dan rambutnya yang dibiarkan terurai sedang berjalan menuju pintu keluar. Saat tatapan mereka bertemu, wanita setengah tua itu juga menghentikan langkahnya.
"Apa yang kamu lakukan disini Reana? Kapan kamu pulang dari Australia?" tanyanya sambil berjalan kembali mendekati Seana.
Mata Seana mulai berkaca-kaca. Melihat bagaimana ibunya berbicara, membuat dadanya sesak. Sangat sesak sampai dia merasa kehabisan pasokan oksigen.
Bodohnya ia karena tidak mengetahui orang terpandang di kotanya. Dia merutuki dirinya sendiri karena jarang menonton televisi atau menjelajah di internet. Dia bahkan tidak tertarik dengan dunia luar atau politik.
"Seharusnya kamu memberitahu Ibu kalau ingin pulang." Elana mengusap lembut rambut Seana, mencurahkan banyak kasih sayang disana.
Mata Seana mulai memanas. Dia baru pertama kali bertemu dengan ibu kandungnya dan diperlakukan hangat. Meskipun perlakuan hangat itu bukan untuknya, melainkan untuk saudari kembarnya.
Pelukan erat mendarat di tubuh Elana. Seana memeluknya dengan erat seolah mereka sudah lama tidak bertemu. Elana tidak mengerti kenapa putrinya yang baru lima hari pergi ke Australia memeluknya seerat itu. Tapi Elana membalas pelukan Seana tanpa tahu jika yang memeluknya saat itu adalah anak yang dulu ditinggalkannya.
"Kenapa kamu memeluk Ibu seperti ini? Apa kamu sangat merindukan Ibu?" tanya Elana sambil menepuk-nepuk pundak Seana.
Seana melepaskan pelukannya dan menatap lekat Elana. Dia mati-matian berusaha menahan air matanya yang akan tumpah. Bak melupakan apa yang telah orang tuanya lakukan, Seana meminta jika Elana tidak sadar dengan dirinya. Dia sangat ingin menerima perlakuan hangat dari ibu kandungnya.
"Kenapa kamu hanya diam? Apa yang kamu inginkan, hm?"
"Tinggal bersama kalian." jawab Seana spontan bersamaan dengan air matanya yang turun membasahi kedua pipi.
Elana tampak terkejut dan seketika menyadari jika yang berada di depannya bukan Reana. "Seana?"
"Aku ingin tinggal bersama kalian. Kenapa hanya aku yang dibuang?" tangis Seana pecah dan mengundang perhatian banyak orang.
Elana tidak mampu menjawab. Refleks dia memundurkan langkah kakinya dan menutup mulut dengan tangan kanan. Bahunya juga bergetar karena menangis. Kedua insan itu hanya menangis dan menjadi pusat perhatian semua orang.
Bagi orang lain, Reana hanya terlalu merindukan Elana karena sudah lima hari pergi ke Australia. Tapi mereka tidak tahu, Seana lah yang merindukan keluarga kandungnya dan ingin tinggal bersama mereka seperti keluar lain.