Beberapa jam sebelumnya...
Seorang pelayan masuk ke kamar dengan membawa nampan berisi gelas. Dia berjalan pelan-pelan karena takut membangunkan Seana yang tidur.
Dia meletakkan gelas ke atas meja dengan hati-hati. Dia bahkan menahan napas saking takutnya akan menimbulkan suara.
Setelah itu dia berjalan keluar, tapi langkahnya terhenti saat gelas di atas meja terjatuh terkena nampan yang dibawanya.
Mata Seana terbuka dan menatap pelayan tersebut. Sedangkan pelayan tersebut membungkukkan badan.
"Maafkan aku, Ratu! Aku pantas mati karena sudah membangunkan Ratu!"
Seana berdecak kesal. "Apa mati memang mudah untuk kalian? Hukuman mati tidak bisa diterapkan untuk orang yang menumpahkan air." ujar Seana sambil menatap tumpahan air yang mengenai beberapa buku di atas meja.
Pelayan tersebut menegakkan badan saat melihat Seana beranjak duduk.
Seana seperti tidak merasakan sakit saat melihat sesuatu yang luar biasa di matanya. Buku dengan cover warna keemasan yang tadinya tidak ada judul, kini memiliki judul.
Buku tersebut berjudul 'Buka'. Seana membuka buku tersebut, tapi tetap kosong.
"Bawakan aku lebih banyak air!" perintah Seana sambil menatap pelayan tersebut.
"Baik, Ratu!"
Seana mengumpulkan semua buku ke lantai. Gerakannya lambat karena sakit di perutnya mulai terasa. "Kalau aku tahu lebih awal, pasti aku tidak akan tidur." gumam Seana.
Tidak lama datang pelayan tadi dengan membawa seember air.
"Siram air itu ke semua buku ini. Pastikan air sampai ke seluruh isi buku."
"Baik, Ratu!"
Seana terkejut saat melihat semua buku memiliki judul setelah disiram. Sebenarnya di dunia masa depan ada yang seperti itu. Tapi Seana tidak tahu apa namanya.
Buku dengan cover warna hitam berjudul 'Strategi'. Buku dengan cover warna biru cerah berjudul 'Kisah'. Buku dengan cover warna merah berjudul 'Kematian'. Hanya ada empat buku yang membuat Seana penasaran. Buku berjudul Buka, Strategi, Kisah, dan Kematian.
Pertama Seana membuka buku yang berjudul Buka. Dia membaca dari halaman pertama sampai halaman terakhir. Selanjutnya beralih ke buku Strategi sampai akhirnya ke buku Kematian.
Raut wajahnya berubah drastis. Kedua tangannya terkepal, matanya tajam seolah membenci sesuatu.
"Dimana Raja sekarang?" tanya Seana sambil menatap pelayan yang masih setia berdiri di depannya sejak 1 jam yang lalu.
"Raja ada di ruang utama untuk menghadiri rapat dengan para menteri."
"Siapkan gaun untukku sekarang. Aku akan mandi terlebih dahulu."
"Orang kesehatan melarang Ratu untuk mandi. Jahitan luka di perut Ratu nanti akan terbuka jika terkena air."
"Aku tidak peduli. Lakukan saja perintahku sekarang."
Pelayan tersebut tentu saja tidak bisa membantah perintah Seana. Dia dengan cepat keluar dari kamar memberitahu pelayan lain untuk menyiapkan gaun.
Hampir 1 jam Seana mandi dan kini dia sudah keluar dari tempat pemandian yang ada dalam kamar. Para pelayan langsung memakaikan gaun berwarna coklat muda di tubuh Seana.
Ringisan kecil keluar dari mulut Seana saat luka di perutnya terasa sakit lagi. Para pelayan menghentikan kegiatan mereka seraya bertanya kepada Seana. "Apa Ratu yakin akan baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja. Berapa lama biasanya Raja rapat?"
"Rapat hanya diadakan selama 3 jam. 1 jam lagi rapat akan berakhir."
"Rias wajahku dengan senatural mungkin dan biarkan rambutku tergerai."
"Baik, Ratu!"
* * *
Sepanjang perjalanan menuju ruangan utama, banyak mata yang memperhatikan Seana. Yang memperhatikan Seana jelas saja dari kalangan tinggi yang juga tinggal di istana. Seana berjalan dengan anggun seakan sudah sering berjalan seperti itu.
Langkah Seana berhenti di depan ruangan utama. Dia memerintahkan pengawal yang berjaga di depan pintu untuk membukanya.
"Maaf, Ratu, kami tidak bisa membukakan pintu. Ini perintah langsung dari Raja untuk tidak membiarkan siapa pun masuk selama rapat." jelas pengawal tersebut.
"Bagaimana kamu akan menjelaskan tentang Reana yang menerobos masuk ke dalam? Apa kalian juga diperintahkan untuk tidak membawa Reana keluar?"
Saat perjalanan ke ruangan utama, Seana melihat Reana berlari dari koridor dan menerobos masuk ke ruangan utama.
Karena tidak mendapat jawaban apa-apa, Seana memerintahkan para pelayan di belakangnya untuk membuka pintu.
Saat pintu terbuka, Seana masuk dengan anggun membuat perhatian semua orang teralih padanya. Dia memberikan senyum hangat untuk orang-orang yang sedang menatapnya. Kemudian mata Seana beralih ke Reana. "Apa yang kamu lakukan disini malam-malam, Putri?" tanya Seana dengan sopan.
Semua orang disana menundukkan kepala, kecuali Zeyn. Tidak ada yang berani bertatapan langsung dengan Seana. Suara yang tadinya beradu menyalahkan Seana, kini lenyap tak terdengar.
"Apa kamu memerintahkan pengawal untuk menyerang Desa Tengah? Ini lambang kerajaan kita." Zeyn memberikan sobekan kain tersebut kepada Seana.
Seana mengambil sobekan kain tersebut sambil tersenyum. Tidak ada yang tahu maksud senyum Seana untuk apa.
"Ah, jadi kalian semua menuduhku?"
"Kami tidak berhak untuk menuduh Ratu Negeri ini!" bantah Arta sambil membungkukkan badan menghadap Seana.
Tidak ada tanggapan dari Seana. Hanya tatapan sinis yang diberikannya kepada Arta. "Aku bisa memberi bukti kepada kalian bahwa aku tidak bersalah," ucap Seana.
"Jika aku memang terbukti tidak bersalah, aku tidak akan membiarkan masalah ini berhenti sampai disini. Aku akan memberi hukuman kepada mereka yang menuduhku tanpa bukti!"
Orang-orang yang tadinya menuduh Seana, kini meneguk saliva masing-masing. Itu jelas ancaman dari Seana, Ratu kejam.
"Pelayan, masuklah!"
Para pelayan Seana masuk ke dalam dan berdiri tepat di belakang Seana.
"Kapan Desa Tengah diserang?" Seana menatap Zeyn meminta jawaban.
"Tadi siang."
"Katakan pada mereka semua kegiatanku dari pagi sampai siang." perintah Seana sambil menatap para pelayannya.
"Izin memberitahukan kegiatan Ratu. Tadi pagi Ratu hanya berada di kamarnya. Saat siang kami mendapati Ratu terluka di kamarnya." jelas seorang pelayan yang tadi mengambilkan air untuk Seana.
Semua orang disana bingung setelah mendengar penjelasan pelayan tersebut. "Terluka?" tanya Luis.
"Aku menusuk perutku sendiri dengan pisau."
Jawaban yang diberikan Seana sukses membuat semua orang terkejut. Sebagian dari mereka mungkin berpikir bahwa Seana kehilangan akal sehat. Bagaimana mungkin seorang ratu menusuk dirinya sendiri dengan pisau?
Mengerti dengan raut wajah semua orang, Seana berjalan mendekat ke arah Zeyn. Hal itu membuat Reana sedikit memundurkan langkah.
"Aku mendengar sesuatu yang membuat hatiku sakit. Aku tahu seharusnya memang tidak boleh melukai diriku sendiri. Tapi apa boleh buat? Aku merasa tidak punya alasan untuk hidup lagi." ujar Seana sambil menatap Zeyn.
Mereka berdua saling bertatapan seperti berbicara bahasa isyarat.
"Apa yang Ratu dengar?" tanya Arta memberanikan diri.
Itu adalah pertanyaan yang ditunggu Seana. Dia mengubah tatapan menjadi sedih sambil menundukkan kepala.
"Dari awal aku masuk ke istana ini, semua orang menuduhku mengubah hasil seleksi. Padahal mereka semua tidak tahu usaha keras apa yang sudah aku lakukan untuk sampai disini. Aku sampai disini karena kejujuranku."
"Semua orang pasti mengira aku kejam, kan? Memangnya apa yang salah dengan hukuman mati untuk penjahat yang tidak bisa dimaafkan? Semua penjahat yang dihukum mati murni dari permintaan keluarga mereka. Untuk apa membiarkan seorang penjahat hidup dan menjadi lebih jahat lagi? Tidak ada jaminan untuk mereka hidup di jalan yang benar."
"Tapi setelah semua yang aku lakukan, aku masih disalahkan. Aku pikir Raja sangat membenciku. Bukan hanya Raja, tapi kalian semua. Aku juga mendengar kalian membicarakanku di belakang." Seana menatap semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut.
Reana meneguk saliva. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa takut Seana akan membongkar hubungannya dengan Zeyn. Meskipun Seana tidak pernah menegur dirinya, tapi dia yakin jika Seana sudah tahu.
"Maafkan kami, Ratu! Kami tidak akan berpikir seperti itu lagi! Ratu adalah yang terbaik bagi kami semua!" para menteri,
pengawal, dan pelayan membungkuk bersamaan.