"Aku tidak berbohong. Kamu sendiri jelas tahu bagaimana kejamnya dirimu," ujar Zeyn.
Seana mengembuskan napas perlahan. Tidak ada guna bertanya pada Zeyn dan dia juga tidak bisa mempercayai orang yang baru dilihatnya. Dia berinisiatif untuk mencari jawaban sendiri atau mendapatkan ingatan dari masa lalu.
"Pergilah, aku ingin istirahat." perintah Seana kepada para pelayan yang baru selesai membersihkan pecahan gelas di lantai.
"Baik, Ratu."
Zeyn hanya melihat ke Seana yang susah payah untuk berbaring kembali. Dia tidak bergerak sedikitpun seperti menonton sebuah pertunjukkan yang luar biasa.
Dengan usaha besar, Seana akhirnya bisa berbaring kembali. "Tolong pakaikan selimut ke tubuhku," Seana meminta Zeyn untuk menolongnya karena dari tadi pria itu hanya melihat tanpa membantu.
"Kenapa harus aku?" tanya Zeyn sambil mengerutkan dahi kesal.
"Apa ada orang lain disini?"
"Aku akan memanggil pelayan."
"Bodoh! Aku hanya memintamu untuk memakaikan selimut. Kamu suamiku, kan?" setelah mengatakan itu, Seana menutup mulut dengan kedua tangan. Entah bagaimana kalimat seperti itu bisa keluar dari mulutnya.
Tapi hal itu membuahkan hasil. Dengan wajah kesal Zeyn memakaikan selimut sampai batas leher Seana. "Ini bantuanku yang pertama dan terakhir. Jangan minta tolong padaku lagi!" tegas Zeyn sebelum dia berjalan keluar dari kamar Seana.
Seana masih shock dengan ucapannya barusan. Seberani apa dia sampai bisa mengatakan raja bodoh? Dia pernah menonton drama tentang kerajaan dan tidak ada yang boleh memanggil raja bodoh. Sedetik dia mulai kembali normal dan berpikir bahwa dia di masa lalu yang berkata seperti itu.
Matanya beralih ke meja samping kiri yang lebih banyak tumpukan buku. "Apa aku di masa lalu suka membaca?"gumam Seana sambil mengambil buku dengan cover warna keemasan.
Tidak ada judul dalam buku tersebut, bahkan dalamnya hanya ada kertas kosong. Seana sudah membolak-balikkan halaman sampai akhir, tapi tetap tidak ada tulisan. Dia mulai penasaran dengan buku yang lain sehingga kini beranjak duduk. Tangannya meraih buku tebal dengan cover warna Hitam. Sama, tidak ada judul dan isi.
Dahi Seana mulai berkerut heran. Dia sudah membuka semua buku di kedua meja, tapi tidak ada isi dan judul. Jadi, untuk apa ada banyak tumpukan buku?
Tidak ingin ambil pusing, Seana kembali berbaring dan memejamkan mata.
* * * *
Terdapat banyak pria setengah tua dengan jubah putih di ruangan besar dengan banyak lukisan bulan di dinding bernuansa biru dan putih. Ada sekitar 30 pria disana yang duduk di kursi. Tak lama pintu ruangan dengan gagang bulan sabit terbuka lebar. Zeyn dengan para pengawal di belakang berjalan masuk ke dalam. Kompak 30 pria setengah tua berdiri dan menundukkan kepala memberi hormat kepada Zeyn, Raja Bulan.
Zeyn menaiki 8 anak tangga dan duduk di kursi paling atas yang berukir kan bulan. Bersamaan dengan Zeyn yang duduk, para pria juga ikut duduk.
"Apa yang terjadi?" tanya Zeyn sambil menatap semua pria yang duduk.
Luis, pria di barisan paling depan berdiri. "Pohon di Hutan Bulan hampir habis ditebang oleh prajurit Kerajaan Matahari." adunya yang membuat orang-orang sedikit riuh. Mungkin tidak terima pohon hutan mereka ditebang oleh kerajaan musuh.
"Bukan hanya itu, Raja. Kerajaan Matahari baru-baru ini juga menguasai daerah timur." kali ini Arta yang berbicara, pria yang ada di barisan keempat.
"Kenapa mereka bisa menguasai daerah timur? Bukankah daerah itu dikuasai oleh Ratu?" tanya Zeyn sambil mengerutkan dahinya.
Wen, pria di barisan ketiga berdiri dari duduknya. "Jika kami tidak salah menyimpulkan, mungkin saja Ratu bersekutu dengan Kerajaan Matahari."
"Benar! Bagaimana mungkin tiba-tiba daerah timur dikuasai oleh Kerajaan Matahari tanpa persetujuan dari Ratu?"
"Kita harus mengintrogasi Ratu agar mendapat jawaban yang pasti."
Tangan kanan Zeyn terangkat ke atas pertanda menyuruh semua orang tetap tenang. "Aku akan bertanya langsung kepada Ratu."
"Rahasiakan masalah ini dari Ratu. Jangan biarkan dia tahu semuanya."
Brakkkk
Pintu ruangan di dobrak dengan paksa membuat orang-orang terlonjak kaget. Disana berdiri Reana, masih dengan gaun biru malam yang tadi dipakainya untuk menemui Zeyn.
Reana berjalan dengan perasaan marah sambil membawa sobekan kain di tangan kanan.
"Dimana Ratu Bulan?!"
"Apa yang dilakukan Putri Mahkota Istana Barat disini? Apa Putri tidak melihat kami sedang rapat?" tanya Wen yang membuat Reana menatapnya.
Reana membeberkan sobekan kain bergambar bulan sabit. "Aku menemukan ini di Desa Tengah yang sudah hancur. Semua rakyat kami mati mengenaskan! Aku tahu ini pasti perbuatan Ratu Bulan!"
"Dimana Ratu Bulan? Aku perlu bertemu dengannya sekarang juga!"
"Mohon semuanya untuk tetap tenang!" bentak Zeyn sambil berdiri dari duduknya. Dia berjalan menuruni anak tangga ke arah Reana dan mengambil sobekan kain tersebut.
"Memang benar jika ini lambang prajurit kami. Kapan Desa Tengah di serang?" tanya Zeyn sambil menatap Reana.
Reana kali ini menundukkan kepalanya, berlaku sopan di hadapan Zeyn. "Tadi siang," jawab Reana.
"Itu mungkin saja memang perintah Ratu." tuduh Arta.
"Tadi Ratu membunuh pengawal yang akan melarikan diri. Mungkin pengawal tidak setuju dengan perintah Ratu dan memilih kabur, tapi sayang Ratu lebih dulu membunuh mereka." tambah Luis membuat otak Zeyn mulai mengaitkan semua masalah kepada Seana.
"Raja, ini tidak bisa dibiarkan lagi. Selama setahun ini Ratu sudah memerintah seenaknya. Kita harus tegas kepada Ratu." saran Varo, pria yang ada di belakang Arta.
Zeyn diam. Tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya. Saat ini pikirannya sedang berperang satu sama lain.
"Bawa Ratu kesini sekarang juga!" perintah Zeyn kepada para pengawal.
Para pengawal akan membuka pintu ruangan, tapi pintu tersebut lebih dulu dibuka oleh orang luar.
Semua mata tertuju ke arah Seana yang kini berjalan masuk dengan anggun. Dia mengenakan gaun berwarna coklat muda dengan rambut keriting gantung yang tergerai indah. Riasan di wajahnya juga sangat natural, tapi tetap meninggalkan kesan indah.
Seana tersenyum hangat kepada semua orang yang sedang menatapnya. Kemudian mata Seana beralih ke Reana. "Apa yang kamu lakukan disini malam-malam, Putri?" tanya Seana dengan sopan.
Semua orang disana menundukkan kepala, kecuali Zeyn. Tidak ada yang berani bertatapan langsung dengan Seana. Suara yang tadinya beradu menyalahkan Seana, kini lenyap tak terdengar.
"Apa kamu memerintahkan pengawal untuk menyerang Desa Tengah? Ini lambang kerajaan kita." Zeyn memberikan sobekan kain tersebut kepada Seana.
Seana mengambil sobekan kain tersebut sambil tersenyum. Tidak ada yang tahu maksud senyum Seana untuk apa.
"Ah, jadi kalian semua menuduhku?"
"Kami tidak berhak untuk menuduh Ratu Negeri ini!" bantah Arta sambil membungkukkan badan menghadap Seana.
Tidak ada tanggapan dari Seana. Hanya tatapan sinis yang diberikannya kepada Arta. "Aku bisa memberi bukti kepada kalian bahwa aku tidak bersalah," ucap Seana.
"Jika aku memang terbukti tidak bersalah, aku tidak akan membiarkan masalah ini berhenti sampai disini. Aku akan memberi hukuman kepada mereka yang menuduhku tanpa bukti!"
Orang-orang yang tadinya menuduh Seana, kini meneguk saliva masing-masing. Itu jelas ancaman dari Seana, Ratu kejam.