"Tuan aktor! Hentikan! Apa yang kau lakukan?" Casilda menggelengkan kepalanya menghalau tangan Arkan, tapi pria itu malah mengelus lembut tanda lahirnya dengan tatapan aneh. Bulu kuduknya meremang.
"Lepaskan! Jangan aneh-aneh! Aku akan menggigitmu jika berlaku tidak sopan, ya!"
Arkan mendengus geli, memajukan wajahnya dekat sekali dengan seringai licik.
"Apa kau masih punya rasa percaya diri setinggi langit dengan fisik seperti ini?"
"Apa?"
"Biar aku bantu ingatkan dirimu, Ratu Es," terangnya pelan berbisik jahat. Tersenyum dengan seringai tanpa belas kasih. "Aku adalah salah satu pria yang kau tolak dan hina dengan kejamnya. Dan lihat sekarang dirimu yang menyedihkan ini. Kau sudah tak seindah dulu lagi. Kau adalah angsa yang terkutuk."
Casilda tertegun kaget. Syok mendengar hal itu.
Jadi dia adalah salah satu dari banyaknya pria yang dulu ditolaknya dengan gaya yang begitu angkuh dan sombong? Perempuan ini memucat.
"Bagaimana? Sudah ingat?" sudut bibir Arkan tertarik miring.
Tapi, Casilda sama sekali tidak ingat siapa dia.
Mau bagaimanapun dia berusaha mengingatnya, di masa lalu, terlalu banyak pria yang sudah diinjak-injak perasaannya saat dirinya masih bersinar dan berkilau bagaikan bintang di langit malam yang tinggi.
"Ma-maaf. Terlalu banyak pria yang menyatakan cinta padaku saat itu, aku tidak bisa mengingatnya satu per satu."
Hening.
Casilda memucat.
Apakah dia akan balas dendam padanya sekarang?
Terulang kembali sikap buruknya pada semua pria yang menyatakan cinta padanya, dan ia akan menolaknya dengan ejekan dan hinaan serta tak segan-segan mempermalukannya di depan umum.
Kini, ia menyesali semua kesombongan dan kebodohannya itu.
Hidupnya saat ini mungkin adalah buah kutukan karena sudah berbuat buruk seperti itu di masa lalu. Bahkan kisah percintaannya pun berakhir tragis hingga ia tak peduli lagi dengan yang namanya cinta dan penampilan indah.
Arkan tertawa sinting mendengar hal itu.
"Terlalu banyak pria?" tangan kanannya meraih dagu Casilda, lalu menatapnya dengan mata berkilat berbahaya, "lalu, apa kau juga lupa dengan orang yang kau tolak dengan cara menghinanya di hadapan semua murid dan menyirami kepalanya dengan es kelapa di siang hari bolong?"
A-aku dulu begitu? Aku sekejam itu, kah, di masa lalu? Kenapa aku begitu sampah? batin Casilda bertanya-tanya dalam hati dengan perasaan bingung, kesal pada dirinya yang dulu.
"Sudah ingat?"
"Ma-maaf," ucapnya dengan wajah menggelap muram, sedikit terdengar mencicit takut. "Aku benar-benar lupa siapa dirimu...."
"Apa?"
Arkan syok dan marah di saat bersamaan.
"Tolong!" kata Casilda lambat-lambat dengan wajah memelas, suaranya gemetar,"kalau kau memang salah satu dari pria yang kutolak dengan sangat tidak manusiawi, aku benar-benar minta maaf. Aku sadar, aku yang dulu memang sangat keterlaluan."
Kembali Arkan tertawa sinting, menyeringai sangat menyeramkan di wajah tampannya.
"Kau baru sadar setelah jatuh seperti ini? Ratu Casilda Wijaya. Kau benar-benar tahu cara mempermainkan orang, ya?!"
Casilda tidak terima mendengar hal itu.
"Semua manusia tidak pernah luput dari dosa! Aku bukan manusia sempurna! Aku, kan, sudah minta maaf! Itu sudah lama berlalu dan sekarang kau sudah berada di puncak, bukan? Untuk apa melihat ke masa lalu yang tak ada artinya?"
GREP!
Pria berjubah mandi ini menjadi lebih kasar, ekspresinya berubah kejam dan memikat disaat yang sama. Tangan kanannya mencekik leher Casilda dengan kegilaan anggun di matanya, berbisik pelan dengan sedikit mendesis dalam suaranya.
"Tak ada artinya?"
Dengan tangan bebas satunya, Casilda berusaha melepas tangan Arkan dari lehernya, ia megap-megap kehabisan napas, tenggorokannya tersakiti.
"Le-lepas!" gagap Casilda, suaranya menjadi aneh mencicit, ia memukul-mukul tangan pria itu lalu menggapai-gapai bagian depan jubahnya, mencengkeramnya dengan gerakan acak. Rasa panik menyerbunya.
"Apa kau tahu apa yang sudah kau lakukan dengan satu kalimat dari mulut berbisamu itu?" desis Arkan menggeram tertahan, baik suara maupun wajahnya tergurat kebencian yang sangat kuat.
Casilda membeku dalam guncangan psikologis yang menerjangnya.
Apa yang sudah dikatakannya di masa lalu, sih, sampai ia mendapat perlakuan kasar seperti ini?
"A-aku mi-minta maaf. To-tolong ma-maafkan aku," pintanya dengan air mata mulai mengisi sudut-sudut matanya, ia benar-benar kesulitan bernapas.
Arkan seketika sadar ketika melihat wajah memelas penuh derita perempuan itu, ia melepas cekikannya, dan bangkit dari tubuh Casilda.
"Kau pikir kata 'maaf' bisa memperbaiki segalanya?" ucapnya dingin.
Dalam hati, pria ini panik dengan apa yang baru saja diperbuatnya pada Casilda, tapi ia berhasil menyembunyikannya dengan baik melalui tatapan dingin di wajah indah tak manusiawinya.
Casilda bangkit duduk di atas kasur, ia mengelus lehernya dan terbatuk-batuk kecil. Sebelah matanya ditutup menahan sensasi efek yang ditinggalkan akibat cengkeraman Arkan padanya.
"Aku... benar-benar minta maaf," ucapnya menatap pucat pada Arkan. "Aku tahu diriku seperti apa di masa lalu, tapi, bagaimana pun juga itu adalah masa laluku yang buruk. Aku tidak seperti itu lagi."
"Heh! Tentu saja. Siapa yang mau dengan dirimu saat ini?" ia menyilangkan tangan, kepala dimiringkan dengan cemoohan jijik di wajahnya.
Arkan Quinn Ezra Yamazaki merasakan kepuasan dalam hatinya mengetahui perempuan yang begitu sombong dan menolaknya kini hidup dalam keadaan yang sangat menyedihkan.
Jika dilihat, bisa ditebak dengan mudahnya kalau hidupnya kini sangat berantakan dan kesulitan uang, padahal dulu perempuan itu terkenal sebagai anak manja dengan sejuta pesona mematikannya dari keluarga yang sangat kaya raya.
-----
Info:
Kalian bisa baca kelanjutannya di lapak hijau sebelah, ya! Udah 95 bab per 28 Maret 2022.
Cek feis.buk saya untuk info lebih lanjut: Natsumi Hikaru (gambar kue ikan)
Instag-rem: natsuhika.author
Updatenya saya pelan-pelan, karena harus edit dan revisi beberapa bab sebelum upload. Jadi, tidak bisa update banyak sekaligus, karena harus memperhatikan kualitas konten lebih baik lagi (typo yang kadang selalu terlewat, dll).
Selain itu, saya juga on going beberapa cerita di tempat lain di saat yang sama, jadi semuanya harus digilir updatenya, ya. Terima kasih!^^
----
Casilda menekuk wajahnya muram, merasa terhina tapi tak bisa membantah. Faktanya itu benar adanya.
"Walau aku tidak ingat apa yang sudah aku perbuat padamu dan tak mengingat siapa dirimu, tapi sekarang itu semua sudah berlalu. Kau sudah sangat terkenal dan bisa mendapatkan wanita manapun yang kau sukai.
Hidupmu sudah sangat menyenangkan dan bahagia sekarang. Sama sekali tak ada kekurangan. Membahas masa lalu denganku hanya akan merugikan waktumu saja. Jadi, aku mohon lupakan saja semuanya."
Casilda meraih kacamatanya, memakainya dengan perlahan dan hati-hati.
Apa yang dikatakan oleh perempuan itu memang benar adanya, tapi ada rasa tidak rela di dadanya, ia memicingkan eskpresi wajahnya dan bertanya dengan nada penasaran.
"Aku tidak menyangka kau akan jadi sebijak ini. Apa yang terjadi padamu? Apa kau sudah mendapatkan balasan atas semua dosa-dosamu yang keji itu?"
Arkan tertawa mengejek dengan seringai lebar menawannya.
Casilda terdiam, hatinya tenggelam.
Ya. Mau bagaimanapun dirinya diperlakukan olehnya, ia memang pantas mendapatkannya. Ia yang dulu benar-benar sangat kasar dan semena-mena karena memiliki otak yang cerdas, cantik, tubuh semampai, populer, bahkan dari latar belakang keluarga sangat berada.
Bisa dibilang dirinya adalah Ratu es dengan segala kuasanya. Berkat segala hal yang dimilikinya, tak ada yang berani melawan atau menegurnya dengan segala sikap buruknya yang suka menghina dan menginjak-injak perasaan pria manapun yang menyatakan suka padanya.
Namun, balasan yang didapatnya saat ini, tidakkah terlalu berlebihan?
Keluarganya jatuh miskin, dan kini ia menjalani kehidupan yang sangat pas-pasan, bahkan mungkin lebih tepatnya jauh di bawah garis kemiskinan jika saja tak ada bantuan dari beberapa orang yang kasihan pada mereka sekeluarga.
"Kenapa diam saja?"
"Aku rasa, aku tak punya kewajiban menjawab hal itu."
Casilda turun dari ranjang, dan meraih ponselnya yang terjatuh di lantai.
Sementara perempuan berkacamata tebal ini memeriksa ponselnya, Arkan meraih uang yang ada di atas kasur.
"Kau pikir bisa semudah itu melarikan diri dari perbuatanmu? Apa kau gila? Kau pikir kata-kata 'maaf' bisa menyelesaikan semuanya meski sudah berlalu? Begitu?" sindir Arkan dingin.
Casilda yang memunggungi Arkan di lantai membeku dengan perasaan tak nyaman.
Ketika perempuan ini berdiri dan berbalik menghadap padanya, ia melihat pria itu menatapnya dengan penuh kebencian, berkata tajam tanpa perasaan sambil melempar uang pembayaran pesanannya ke lantai dengan dinginnya:
"Namamu saja yang mengandung Ratu, tapi kamu hanyalah Ratu palsu! Sekarang, bukankah meja sudah terbalik? Ambil uangnya dan pergi dari hadapanku! Dasar Jelek!"
SREK!
Lembaran uang yang di lempar itu sebagian besar berhamburan di lantai, dan sisanya terbang ke langit-langit. Hal itu dilakukan pria ini tepat di depan Casilda.
"KAU!"
Casilda mengepalkan kedua tangannya di kedua sisi tubuhnya, menggigit gigi marah.
"Pergi!" ucap Arkan pelan dengan nada berbisik angkuh dan penuh ancaman, kepala dikedikkan ke arah pintu sembari melipat tangan di dada.
Wajah Casilda tercoreng malu dengan hinaan itu.
Jika karena bukan masalah darurat dari rumah sakit, ia pasti sudah menjambak rambut pria itu.
Dengan perasaan menahan kesal, Casilda memungut cepat uang yang berserakan dan bergegas keluar dari kamar mewah itu.
Dalam hati, perempuan ini menangis menahan malu.
Arkan menatap kepergian perempuan itu dengan wajah sulit untuk ditebak, masih dalam pose melipat tangan di dada dengan gaya arogan khas miliknya.
Di lantai bawah.
BUK!
"Maaf!" seru Casilda pada bahu seseorang yang ditabraknya, tak berani menaikkan wajahnya dan semakin mempercepat langkah kakinya meninggalkan mansion itu.
"Hei!"
Pendengaran Casilda mengabur, tak peduli dengan suara teguran di belakangnya.
Ia bergegas memutar kunci mobil dan berlalu cepat pergi dari tempat yang dirasanya bagaikan neraka instan itu.
"Kak Abian? Sudah bertemu dengan pengantar ayamnya?" tanya wanita bertopi baseball yang menemani Casilda sebelumnya pada seorang pria berkemeja hitam dan jeans senada.
"Sepertinya dia terburu-buru. Dia menabrakku keras sekali," kekeh Abian, tersenyum dengan wajah tampannya yang segar dan ceria.
"Oh, begitu."
Di lantai atas, pada pagar kaca, Arkan mengamati keadaan di bawah sana dengan dinginnya.