Berawal dari bully, berakibat fatal bagi masa depan seseorang.
~
Mr.G
Mr.G POV
Jam pelajaran hari ini selesai, semua murid mendapat pelajaran pertama di hari ini, ini bukan hanya soal akademik tapi mereka belajar untuk mengikuti pelajaran tanpa tidur, bermain apalagi bolos.
Semua mengikuti pelajaran dengan baik tanpa ada protes, mereka mengerjakan soal demi soal dari setiap pelajaran semampu mereka.
Dan mereka cukup payah di bidang akademik, tapi mereka so jagoan hanya karena kekuasaan.
"Pulang sekolah langsung ke rumah, jangan ada yang mampir ke tempat lain dulu, faham kalian!"
"Hem" Mereka menjawab dengan deheman saja.
Mereka akan belajar tatakrama seiring berjalannya waktu.
Ku pastikan semua kebiasaan ini akan hilang.
Mereka berhamburan keluar kelas tanpa basa-basi dan tanpa pamit, bahkan tidak ada yang Salim padaku.
Aku ada di belakang mereka saat mereka pulang, memastikan tidak ada yang berbuat ulah di sekolah.
Tapi ada tiga orang yang belum ku lihat keluar dari gerbang sekolah, tiga orang itu adalah geng bully, yaitu Shani, Jinan, dan Chika.
Ku cari mereka ke gudang, firasat ku mereka ada di sana, dan melakukan sesuatu yang menjadi kebiasaan mereka.
"Heh kalo lu berani kotorin sepatu gue lagi, jangan harap lu bisa lolos dari gue, lu bakalan jadi babu gue selama satu bulan!" Teriak Shani pada Gracio.
"Ma..maf ka.. nanti aku ganti sepatu nya"
"Ganti, uang dari mana lu, orang tua lu udah lama bangkrut, lu dan keluarga lu udah lama jadi gembel, ga punya uang, so soan ganti sepatu gue yang mahal ini"
Sudah ku duga, Shani ini orang yang tidak banyak bicara tapi lebih banyak bertindak, dia lebih suka bertindak daripada berdebat.
Tapi Shani sebenarnya selalu mencari cara agar Gracio selalu melakukan kesalahan agar selalu berurusan dengannya, karena dia punya tujuan yang lain.
Tidak ada yang tidak ku tau tentang murid-murid spesial ini.
Tok tok tok
Ku ketuk pintu yang setengah terbuka, aku berdiri di ambang pintu.
"Shan guru gila ini lagi, balik yuk" bisik Jinan.
"Iya Shan, balik yuk, gue ga mau berurusan sama guru ini, pusing pala gue" bisik Chika.
Mereka ini berbisik tapi masih bisa di dengar, emang perempuan mah gitu, bisik-bisik tapi sengaja agak kenceng biar kedengeran sama orang.
Aku berjalan ke arah mereka.
"Gracio bangun, pulang lah, beri tau mister jika Shani ganggu kamu lagi"
"Iya mister terima kasih"
Gracio beranjak pergi.
Aku menatap Shani dengan intens.
"Chika, Jinan tutup telinga kalian!"
"Sekarang!" Mereka sontak menutup telinga mereka.
Aku berjalan mendekati Shani.
"Kamu sebenarnya suka kan sama Gracio" ucapku pelan.
Shani membulatkan matanya.
Aku hanya tersenyum manis.
Shani melirik Chika dan Jinan, berharap mereka tidak mendengar apa yang aku ucapkan.
"Jika besok kamu masih membully anak-anak terutama Gracio, maka mister akan bongkar perasaan kamu itu pada Gracio" lanjutku.
"Ja..jangan saya mohon jangan mister"
"Hem kalo kamu ga mau mister bongkar mulai besok kamu, harus baik pada semua murid di sini, terutama pada anak-anak yang kamu bully, deal?"
"Iya iya deal"
"Kalo begitu mister permisi, jangan pulang terlalu sore, langsung ke rumah jangan mampir dulu, mengerti!"
"Mengerti"
"Udah-udah buka telinganya"
"Mister ngomong apa tadi Shan, ko kamu panik?" Tanya Jinan.
"Hah ga apa-apa, udah yuk pulang" ajak Shani.
Aku masih menguping pembicaraan mereka.
Aku segera beranjak pergi sebelum mereka keluar dari gudang.
Gracio adalah kekuatan bagi Shani tapi juga kelemahan baginya, dia harus mengerti jika memang cinta tidak seperti itu caranya, nanti dia akan mengerti untuk memperjuangkan dengan sesungguhnya.
Mereka pun pulang keluar dari sekolah, aku pastikan itu karena aku menunggu mereka tak jauh dari sekolah.
Hari ini cukup melelahkan, tapi masih dalam hari esok, dimana kita akan lihat apa Shani melakukan kesepakatan kami.
Seperti biasa sepulang dari manapun saat aku melewati jalan yang sama, aku selalu memberi makanan yang bisa ku berikan pada kakek pedagang mainan, laku atau tidak laku aku selalu memberinya makanan, dan memberi pada beberapa pedang kecil lainnya.
Mereka hanya sedang menyambung hidup mereka bukan sedang menambah jumlah mobil mereka jadi tidak ada salah nya memberi atau membeli pada pedagang kecil, tidak selalu membeli pada pedagang besar yang sedang menambah jumlah koleksi mobil mereka.
***
Ke esokan harinya.
Mr.G POV
Pagi kembali tiba, itu artinya tugasku kembali di mulai.
Setelah sarapan dengan menu sederhana buatan sendiri aku segera bersiap menuju sekolah dengan motor kesayangan ku.
Tak ku gunakan mobil karena aku menghindari macetnya kota Jakarta.
Mama dan papa belum kembali dari perjalanan bisnisnya jadi ya rumahku sepi hari ini, tapi tak apa, anak-anak pembuat onar itu sudah cukup mewarnai hidupku.
Sepanjang jalan aku hanya terus memikirkan cara yang tepat mengajarkan pada anak-anak itu.
Entah metode seperti apa untuk mengajari mereka, semua berjalan seiring waktu.
Sampai akhirnya aku sampai di sekolah.
Dengan kemeja panjang yang biasa ku gulung sampai siku, dengan dasi yang menggantung di leher ku, aku berjalan menuju kelas yang berisi anak-anak spesial itu.
Banyak yang menyapaku, tapi rata-rata dari kelas yang lain, murid di kelasku mana mungkin melakukan itu.
Sekolah sudah sangat ramai.
Ini hari Selasa, di kelasku mereka akan berolahraga di jam pertama.
"Pagi anak-anak" sapaku pada mereka yang sibuk dengan urusan nya masing-masing, seperti biasa.
'Nikmatilah pemandangan seperti ini mister G karena nanti kamu tidak akan melihat pemandangan ini lagi' ucapku pada diriku sendiri
Teeet teeet teeet
Tok tok tok
"Permisi"
"Silahkan masuk pak, saya seperti Baisa akan mendampingi bapak untuk mengajar mereka"
"Iya terima kasih mister" ucap pak reno, guru olahraga.
"Silahkan berganti pakaian dulu dengan baju olahraga bagi yang belum ganti baju"
"Ayo anak-anak" aku bertepuk tangan tiga kali.
Dengan malas mereka berganti baju menuju ruang ganti pakaian.
Marsha dan jesslyn malah masih sibuk bermain game online.
Aku mendekati mereka.
"Pak reno bisa tunggu anak-anak di lapangan, biar saya pastikan mereka tidak akan absen di pelajaran bapak"
"Baik mister, terima kasih, saya duluan"
"Iya pak"
"Ekhem"
"Apa sih mister, lagi rame nih" ucap Marsha.
"Mister akan ikutan, jika kalian kalah, maka tidak ada lagi game di jam pelajaran, deal?"
"Yakin bisa menang Mister" ucap Jesslyn meremehkan.
"Yakin, ayo kita tanding"
Ku keluarkan ponselku dan membuka aplikasi game yang sama dengan mereka.
Game yang sedang hits sekarang.
"Ayo kita mulai"
Sekitar 5 menit kami bermain game, akhirnya aku yang menang.
"Haaah ko bisa kalah sih" keluh Marsha.
"Iya sih, ga ada game di jam pelajaran dong"
"Ayo Marsha dan Jesslyn waktunya olahraga, ganti baju kalian sekarang dan gabung dengan yang lain!"
"Iya iya" jawab mereka.
"Ko bisa jago sih mainannya" bisik Marsha.
"Iya ga tau, goks emang tuh guru" balas Jesslyn.
Aku masih bisa mendengar mereka berbisik.
Aku menyusul anak-anak ke lapangan, memastikan tidak ada yang meninggalkan pelajaran ini.
Aku menatap Shani yang menatapku dengan senyuman.
Dia tidak menyangka pastinya bagaimana bisa aku tau perasaannya.
"Kita mulai pemanasan!" Ucap pak reno.
"Pak panas pa, kalo aku pingsan gimana?" Ucap lebay muthe dengan drama mengibas-ngibaskan tangan di mukanya.
"Kalo kamu pingsan ya biarin aja, nanti juga di angkut petugas sampah" jawabku.
"HAHAHAHA" tawa anak-anak mengudara.
"Lebay kamu muthe" tambahku.
"Iih pada gitu banget sih" muthe menghentakkan kakinya.
"Lebay lu mut" ledek Soleh.
"Eh kesayangan gue tuh, awas lu Leh" balas Aldo.
"Sorry sorry do, abis kesayangan lu lebay banget sih"
"Iya lebay banget sih do" tambah Gito.
Aku berdiri di tengah-tengah mereka yang tengah berdebat.
"Udah berantemnya?"
Mereka seketika menghentikan perdebatan nya dan kembali melakukan pemanasan.
"Aduuuh cape banget" keluh muthe.
"Iya cape deeeh" tambah oniel.
"Cape gila" tambah eve.
"Haduh pengen pingsan rasanya aku tuh" tambah eli.
Sisanya hanya bergumam tidak jelas, dan mengelap keringat di dahi mereka.
Aku hanya menggeleng melihat kelakuan mereka.
"Ini baru pemanasan dan kalian udah ngeluh cape, pantes ga ada yang jadi atlet di usia muda kalian, semuanya sudah jadi sampah masyarakat di usia muda"
"Enak aja kita sampah masyarakat" protes eve.
"Iya masa kita di katain sampah masyarakat, masa depan kan ga ada yang tau" protes Mirza.
"Masa depan kalian sudah sangat terbaca dengan jelas saat kalian melakukan pelanggaran demi pelanggaran setiap hari, itu sama dengan menambah catatan kriminal. Orang sukses tidak punya catatan kriminal seperti kalian, saat kalian sudah dewasa kalian jadi Mentri, kalian hanya akan korupsi, seperti biasa eve korupsi uang SPP, seperti oniel yang korupsi uang bendahara, seperti Aldo yang bolos dalam pelajaran nanti jadi Mentri juga bolos dalam rapat, seperti Badrun yang kerjanya tidur akan tidur saat rapat berlangsung?"
"Hancur negri ini jika kalian jadi orang sukses, jika memang benar-benar ingin sukses maka raihlah dengan sungguh-sungguh, tanpa mengeluh, karena orang sukses tidak mengenal apa itu mengeluh, jangan kaget kenapa mister tau keburukan kalian, mister tidak perlu mengungkapkan nya lagi kan, iya kan shani"
Mereka yang ku sebutkan keburukan nya merasa tersentak dan gugup.
"Lanjutkan olahraga nya!"
Mereka pun mau tak mau melanjutkan olahraganya.
"Ayo Wibu, kamu pasti bisa!" Bisikku pada Floren, seorang Wibu yang tidak di ketahui siapapun kecuali aku, haha.
Aku berjalan ke dekat Shani yang tengah berlari di tempat.
"Halo Gracio"
Shani dengan refleks menoleh mencari kebenaran Gracio.
Ku tepuk pundaknya.
Shani hanya mendengus kesal, karena tidak ada Gracio.
Aku terkekeh melihatnya.
"Ingat jangan ulangi lagi atau semua berakhir" bisikku pada Shani, lalu berjalan meninggalkan nya.
Update lagi guys
Lagi ngalir ide nya, entah kenapa suka aja gitu mengingat kan dengan cara yang tidak biasa hehehe, karena saya juga suka gitu ke murid sendiri.
Ikuti terus ya.
Makin panas soalnya hehe.
Anak-anak nya belum beraksi, tenang aja.
See you next part 👋👋👋
Maaf kalo ada typo 😊😊😊