Kematian penyiksaan dialami anak Moriana kini telah diungkap ke publik, demo dan pengecaman keras terhadap Earl Verdenrik tersebar luas, masyarakat menuntut hukuman mati diberlakukan.
Tulang-belulang yang telah di temukan kamp militer Earl bergelimangan hingga diduga 50 anak-anak telah dibunuh. Pencabutan kekuasaan keluarga Verdenrik telah dijatuhkan semua keluarga utama hingga jauh di asingkan serta kekayaan yang mereka miliki menjadi hak negara.
Berita yang sangat menggemparkan ini sampai hingga ke kuping Raja Agastya, mendengar kabar salah satu orang terpercayanya melakukan tindakan diluar hukum. Beliau langsung memberikan surat perintah hukuman mati.
Di sudut pandang manapun tidak ada yang bisa Earl andalkan siapapun dia meminta pertolongan tidak ada kuasa yang bisa mengubah takdirnya, kematian telah berada di depan matanya.
Hari ini akan diadakan pengadilan Earl Verdenrik, semua masyarakat memenuhi podium hingga keluar gedung menunggu keputusan hukuman mati. Earl bersujud di lantai menunggu keputusan yang diterima.
TOK TOK TOK
"Saudara Tuan Verdenrik, Gren Verdenrik melakukan dosa yang sangat besar." Seorang Juru Bicara Hakim sedang membaca surat keputusan "Penculikan, Pembunuhan, Penyiksaan, Penyalahguna Kuasa, dan Penghianatan terhadap Zafia dan Negeri Agastya."
Wajah pucat Earl hanya bisa menunduk kaku, sekujur badanya di penuhi lebam dan luka-luka.
"Yang Mulia Raja Agastya, Kalvin Eknath de Agastya telah mengeluarkan tintah raja menjatuhkan hukum mati!"
Seketika ruangan pengadilan sangat gaduh, orang-orang yang sangat membencinya terus menggunjing.
"Haha… mereka sialan…" gumam Earl "Berani sekali mereka membuangku setelah apa yang telah ku lakukan, kalian semua akan mati bersama diriku."
Duke Han melihat Earl dengan rasa yang tidak puas, malam hari sebelum dilakukan persidangan Duke Han mendatangi sel tahanan Verdenrik bersama beberapa pengikut setianya sebagai saksi.
Pencahayaan lampu yang remang-remang, namun raut wajah marah Verdenrik terlihat jelas. Penjara khusus dibuat dengan pintu besi kokoh bagian atas pintu memiliki jendela besi untuk ventilasi udara sekaligus sumber pencahayaan dari luar, lantai dinding maupun langit-langit beralaskan tanah, tidak ada pencahayaan selain lampu luar, tidak ada kasur atau fasilitas lain.
"OH TUANKU!" Ucapnya mendekat bersujud menyambut kedatangan Duke Han "Tolong ampuni saya! Aku tidak melakukannya atas semua keinginanku!"
"Kau meminta pengampunan dariku?" Duke terlihat sangat emosional hari itu.
"SEBELUM ANDA MA-"
"KAU MEMINTA PENGAMPUNAN? SETELAH APA YANG KAU LAKUKAN?!"
"Tuanku aku bisa memberitahu siapa parlemen yang telah menghianatimu! Tapi sebagai balasannya cukup asingkan saja saya."
Duke Han terdiam sejenak, rayuan dan hasutan yang dilakukan Verdenrik memang tak akan habisnya.
"JIKA AKU AKAN MATI, MEREKA SEMUA JUGA HARUS MATI BERSAMA JASADKU!" Teriaknya penuh amarah.
"Kata-katamu itu selalu membuat diriku ragu, kalo begitu katakan! Katakan siapa saja penghianat itu!"
"DUKE, dia hanya mempermainkan anda!" Ucap salah satu orang setianya, mencegah negosiasi "DIA HANY-"
"Diam Felix!" bentak Duke Han "Cepat katakan siapa pengkhianat busuk itu?"
"Semua itu bermula dari si Jalang, mendiang Yelina Eknath de Agastya nenek tiri anda hingga sekarang mereka semua yang pro terhadap sang keluarga ratu sekarang mereka adalah orang bajingan itu penghianat! Termasuk sang Ratu Tuan ku!"
Semua saksi Terdiam terkejut tidak mempercayai apa yang barusan mereka dengar. Angin malam kala itu sangat dingin.
"Duke Han dia hanya mencoba mempermainkan diri anda, Yang mulia ratu tidak mungkin mencoba melakukan pemberontak di negerinya sendiri." Ucap Marquess Felix
"Jika kau berpikir begitu, sekarang siapa yang memerintah Agastya? Raja Kalvin? Kau tau dia hanyalah raja boneka, tidak memiliki kekuasaan atas rakyatnya, tidak kompeten, negeri Agastya masih dapat bertahan karena wilayah Zafia!" Setiap kata yang diucapkannya dapat dengan mudah mempermainkan banyak orang "Tuanku, semua orang tau siapa yang lebih mereka hormati selain Raja mereka sendiri? ANDA TUANKU! TIDAK ADA SATUPUN RAKYAT MENCOBA BERPALING DARI ANDA!"
"DIAM! TUTUP MULUT BUSUK MU!" Bentak salah satu pengikut Duke Han.
"DUKE…"
"Alasan apalagi yang harus saya katakan, siapa yang diuntungkan ketika anda jatuh selainya?"
"Haha… kau sangat pandai bicara, Yang mulia Raja Kalvin telah mengeluarkan tintah raja untuk menjatuhkan hukuman mati. Tidak ada yang bisa ku lakukan." Duke Han memalingkan wajahnya tersenyum tipis "Aku juga tidak berniat meringankan hukumanmu, Adik dan Ibuku, Jean dan Duchess Cellin kau salah satu tersangka yang terlibat bukan?!"
"Je-jean?" Verdenrik memundur langkahnya terlihat lebih gugup dan ketakutan.
"Hal yang kusesali hanya karena kau mati bukan sebagai pembunuh adik dan ibuku, tapi setidaknya aku bisa mendatangi mereka tanpa penyesalan."
"Tu-Tuanku aku hanya… tidak ada yang bisa ku lakukan…"
"Kau telah mengakuinya? Semuanya sudah terlambat matilah dengan rasa hina."
Perbincangan yang hangat ini berhenti sampai disini, Duke Han keluar dari penjara di ikuti para pengikutnya.
"Anda akan menyesali semuanya, Duke Han." Gumam Earl menunduk memberi hormat padanya.
…
Pengadilan telah ditutup, tanggal 5 Januari eksekusi Verdenrik dilakukan terbuka secara publik. Podium guillotine di tengah kota seketika sangat ramai, semua orang terus menggunjing dan membicarakan.
Rain dan para anak-anak lainnya sedang sibuk bermain di perpustakan, yang biasanya sepi sunyi kini sibuk dengan banyak suara.
"Jadi, seharian kau hanya duduk di sini dan membaca buku Rain?" Ucap Polin, mereka bertiga duduk berseberangan dan mulai mengganggu.
"Hmm." Jawabku singkat.
"Ga ada yang lain? Sudah hampir 2 jam kamu hanya duduk disini, Aku merasa sangat ngantuk AHH…." Chandra menguap menyadarkan badannya di kursi.
"Pergi lah…" Aku tidak berharap dekat dengan mereka.
"Rumah sebesar ini, apa kau sudah pernah pergi mengelilingi rumah ini? Apa ada ruang rahasia? Jebakan? Harta karun?" Gumam Chandra melamun melihat langit-langit ruangan.
Suara ketukan pintu, pengawal Andrian menghampiri diriku dari wajahnya dia membawa berita yang sangat menarik, tapi mereka bertiga terus menggangguku dengan wajah polosnya.
"Hmm bisakah kalian keluar sejenak."
"Kau mengusir kami Rain?" Polin membalasku dengan kesal.
"Maksud ku…"
"Baiklah!"
Setelah mereka semua keluar dari perpus, pengawal Adrian memberi kabar mengenai Earl Verdenrik yang telah dijatuhkan hukuman mati 3 hari lagi, hukuman mati akan dilaksanakan.
"Raja Kalvin memberikan titah raja?" Tanyaku penasaran.
"Iya Tuan Muda, semua berita mengatakan hal yang sama bahwa raja sendiri yang menjatuhkan hukuman mati ada yang bilang jika Verdenrik merupakan bawahan raja yang setia mendengar apa yang dilakukannya membuat raja murka."
"Benarkah? Kupikir tanpa tintah raja sekalipun dia akan tetap dihukum mati."
"Melihat pelanggaran yang dilakukannya saya rasa juga demikian Tuan Muda tapi dengan adanya tintah raja membuat hukuman mati Verdenrik dipercepat. Seseorang yang dijatuhkan hukuman mati biasanya tanggal dilaksanakan kurang lebih 1 bulan sebagai pertimbangan jika terjadi kesalahan bukti persidangan."
"Menarik." Gumam ku disisi lain terasa ada yang janggal "Apakah ada kabar mengenai Terian?"
"Mohon maaf Tuan Muda, saya belum mendapatkan kabar mengenai Anak Moriana Terian. Saya sudah mengecek panti Asuhan Sweria yang kini telah ditutup, para anak panti yang tersisa dipindahkan ke panti-panti asuhan lain saya telah mengecek semua daftar nama panti asuhan rujukan namun tidak ada anak bernama Terian, saya temukan nama Terian termasuk daftar anak hilang bersamaan dengan anda Tuan Muda."
"Baiklah, beritahu aku jika kamu menemukan kabar lain."
"Baik Tuan Muda."
Di pagi buta semua orang sedang bersiap-siap melakukan kesibukan masing-masing, langit yang mulai membiru suara-suara bising kota mulai terdengar. Begitu juga bergantian sip jaga, para penjaga sedang sibuk memberikan sarapan para tahanan.
"SILAHKAN SARAPAN!"
"SARAPAN!"
"Gelap banget masih tidur atau gimana?" Penjaga itu mengintip dari balik jendela pintu besi.
BRUK
"AHHHHHH!!!!!"
Suara teriakan keras seseorang menarik perhatian penjaga lain. Terlihat Verdenrik terbujur kaku tergantung bunuh diri dengan seutas tali yang melilit lehernya.