Di apartemen kayu tua mereka sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing, lampu minyak tersebut salah satu penerangan di ruangan. Angin musim dingin masih tertiup mengetuk jendela.
"Rain tidak pernah ku sangka dia benar-benar merupakan darah dagingnya, memang banyak kemiripan antara mereka berdua tapi bagaimana bisa? ini-INI GILA GILA!" Detektif Edwin terlihat sangat bersemangat "Apa yang bisa kau jaminkan atas keaslian bukti ini?"
"Seperti yang anda lihat tes DNA, hingga sekarang pun tes ini 99% valid." Jawab Tuan Frey mengangkat segelas teh hangat.
"HAHAHA…" Tawa kerasnya "Lalu mengapa Duke menyembunyikannya?"
"Kenapa tidak kau tanyakan langsung padanya?"
"Ah Lupakan, bagaimana tanggapanmu atas pernyataan Tuan Muda Mirnie"
"Jadi dia dalang semuanya? Ratu." Tanya Tuan Frey meenghempaskan nafasnya "Ini dari saksi Tuan Muda itu? "
"Begitu lah yang ku ketahui."
"Pantas saja Han tidak terlihat terkejut ketika itu." Gumam Tuan Frey menyobek kertas tersebut dan membakarnya.
Kertas dokumen penting itu kini hangus terbakar, tidak ada sisah selain abu. Mereka pergi sesuai kesepakatan masing-masing. Wajah ketidakpercayaan atas apa yang baru saja terjadi. Mereka saling menatap dengan penuh tanda tanya.
Suasana malam hari terasa lebih lama. Aku sedang menghabiskan waktu membaca buku di kamar, sunyi ruangan dengan suara jam dinding bergema di ruangan.
TOK TOK TOK
"Silakan." Gumamku berbaring di atas kasur "Kira-kira siapa gerangan dimalam hari ini."
"Kamu belum tidur?" Duka Han membuka pintu, baju kusutnya menggambarkan bertambah sibuk dia dalam sehari.
"Aku belum mengantuk, ada apa ayah?"
"Dimana Pengawal dan pelayanmu? Kamu sendirian." Dia menarik kursi dan mulai duduk di sampingku.
"Aku meminta mereka untuk istirahat, sebentar lagi aku juga akan tidur."
"Kemarin apa yang ingin kau bicarakan?" Dia menatapku dengan penuh kehangatan.
"Ah! Itu apa kamu ingat siapa saja dna dalam diriku, salah satunya adalah DNA Pahlawan terhormat Yuki Raymond karena DNA itu aku memiliki mananya "Lividus" dia ada padaku sekarang." Aku menutup buku bacaan yang ada di tanganku, dan mulai berbisik pada Duke Han "Dan Lividus dapat menarik kesadaranku, jika diriku kehilangan kesadaran Lividus yang akan mengendalikannya karena dialah mana terkuat dalam diriku."
"Lividus? Sesuatu yang tidak asing denganku, apa terjadi sesuatu."
"Sekarang Pahlawan itu telah 'Bangkit' aku bertemu dengannya di tempat Earl Verdenrik, entah bagaimana dia bisa hidup kembali."
"Pahlawan Kehormatan Yuki Raymond dia meninggal karena telah menyegel monster bersama jiwanya, jasadnya tidak ditemukan Dna yang ku ambil merupakan Dna yang ditinggalkan secara sengaja untuk sains, di museum sejarah hanyalah replika dirinya semasa hidup."
"Lalu bagaimana bisa ini terjadi, apakah dia bangkit begitu saja? Lividus berkata jika dia sudah terlepas dari badannya sehingga dia tidak mengetahui pasti bagaimana Pahlawan Yuki bisa kembali." Aku memandang tanganku yang penuh darah "Yang sekarang khawatirkan jika mereka mengetahui jika aku merupa hasil mahluk-"
"Mereka tidak akan tahu, aku telah mengatakan jika kau merupakan anak kandungku sebentar lagi cepat lambat mereka akan mengetahuinya jika tidak sekalipun tes dna akan menjadi bukti yang kuat."
Tidak terasa bulan mulai menaik, jam dinding menunjukkan pukul 12 malam.
"Earl melakukan penculikan dan pembunuhan yang terjadi pada anak Moriana berkaitan pada Pahlawan Yuki Raymond, kurasa bangkitnya merupakan jawaban tersebut." Perasaan ku selalu saja tidak nyaman ketika membicarakannya, nafasku mulai tidak teratur "Aku melihatnya sangat jelas, dia memakan jantung yang berdetak dan meminum darahnya… ak-aku melihat jelas… ketika dia melihat dengan dingin padaku…"
"Semuanya sudah berlalu tenang lah, aku ingin kamu tidak perlu berkaitan dalam pada kasus ini." Duke Han menenangkan diriku, entah mengapa seberapa lelahnya dia tetap melihatku dengan hangat "Jadi jika ada orang yang bertanya mengenai kasus ini cukup jawab saja tidak."
"Baiklah…"
Duke mulai berdiri dari kursinya, berjalan kembali ke kamarnya.
"Ayah, aku ingin bertanya satu hal." Ucapku menahan langkahnya.
"Ada apa?"
"Apa kau berjumpa dengan Terian? Maksudku anak moriana sepantaran diriku." Aku turun dari kasur dan mendekatinya berharap mendengar jawaban yang kuharap "Dia terakhir kali yang membawa liontinku, aku yang memintanya membawa karena aku yakin Ayah akan langsung mengenalinya."
"Dia, aku bertemu denganya sedang menggenggam erat batu liontin di tangannya."
"BENARKAH! DI-DIMANA TERIAN?!"
"Terakhir kali aku mendengar jika dia berada di panti sosial Desa Artur."
"Apa dia baik-baik saja?"
"Jika kau sangat mengkhawatirkannya." Duke Han menunduk padaku "Besok kita akan pergi ke Desa Artur kebetulan ada jadwal pertemuan disana kamu bisa pergi sesuka mu dengan pengawal dan pelayan."
"Bolehkah ku mengajak anak-anak lain?"
"Sesukamu Rain, selamat malam."
"Malam Ayah."
Malam ini aku tidak bisa tidur nyenyak, aku terus terbayang besok akan menemui Terian. Hingga aku bangun lebih awal dari biasanya. Andrian dan Sarah kelihatan sibuk mengemaskan barang-barangku begitu juga anak-anak lain.
"Tuan, kenapa sangat mendadak sekali?" Andrian bolak-balik keluar dari kamarku.
"Semalam Duke Han mengajakku untuk pergi Desa Artur."
Meja sarapan pagi ini penuh dengan makanan. Anak-anak lain sangat menikmati sarapan pagi ini mereka terlihat sangat bersemangat untuk pergi ke desa artur.
"Wah! Aku belum perna pergi keluar dari panti sebelumnya." Ucap Juan menikmati sarapannya.
"Kenapa mendadak sekali si!" Polin kelihatan sedikit kesal, wajahnya sama sekali tiba terlihat menyukai rencanaku.
Dia merasa ragu untuk ikut pergi ke desa Artur, tentu saja karena desa tersebut merupakan desa kelahirannya serta pembantaian keluarganya. Bayang-bayang hitam yang terus menyelimuti mimpi buruknya tidak pernah terlupakan.
"Bisakah aku tidak ikut?" Tanya Polin ragu.
"Kenapa? kamu sendirian loh nanti di sini." Jawan Dio, dia tentu saja merasa tidak enak dengannya.
"Aku jadi penasaran." Juan terlihat sangat menikmati liburan ini.
Kereta kencana kuda terparkir depan pintu utama menunggu keberangkatan. Cuaca pagi ini sangat cerah, salju awal tahun yang mulai mencair dan tumbuhan hijau bermunculan.
"Kita hanya menginap untuk 3 hari, selama itu kalian bebas melakukan yang kalian suka dengan pengawasan pengawal." Ucap Duke Han dengan koran di tangannya.
Anak-anak lain kelihatan menikmati perjalanan ini kecuali Polin dia hanya menunduk dengan wajah kesalnya, sedangkan Juan dan Dio sibuk menunjuk ke arah jendela kereta. Mungkin ini akan menjadi perjalanan yang panjang.
Dari langit biru cerah kini berubah menjadi kejinggaan, kami telah sampai di sebuah mansion yang cukup besar, mansion ini kelihatan lebih mewah dengan sekeliling rumah kayu tua suasana yang sangat berbeda dari kota.
Masion memilki halam yang cukup luas dengan taman bunga kecil di sekelilingnya, kebun dan taman terlihat sangat terawat. Para pelayan berdiri siap menyambut kedatangan Duke Han karena mansion yang cukup kecil ini pelayan pun hanya sekitar 8 orang.
"Kita sudah sampai?" Gumamku melirik keluar kereta.
Sejak mengijkan kaki, aku merasa suasana yang sangat sesak hentah mengapa bagunan ini seakaan menolak kedatangan ku. Penerangan jalan pun masih menggunakan lilin manual begitu juga mansion ini.
"Selamat Datang Duke Zafia dan tuan Muda Rain Vanz de Kany Cahaya Negeri Zafia Kerajaan Negeri Agasthya Ira Ekaraj."
"Kami Jiwa dan raga hanya kepada anda."
Jika dipikir pikir ini baru pertama kalinya aku keluar dari Zafia dengan nama bangsawan Zafia.
"Kira-kira apa yang akan menyambutku kedepannya?"