Brukkkkk
"APA YANG KAU KATAKAN BARUSAN!" Terdengar suara keras dalam ruangan "Kau gila?!"
"Kau ingin mengetahuinya bukan? Sudah ku katakan."
"DASAR EGOIS! APA KAU LUPA DENGAN JANJIMU?!" Tuan Frey berteriak dengan kencang "JENNY! HUKUMAN APA LAGI YANG HARUS DIA TANGUNG?"
"FREY! SUDAH KUKATAKAN JANGAN PERNAH MENYEBUT NAMANYA DI HADAPAN KU!" Nada bentakan Duke Han membuat ku terkejut, belum pernah aku melihat dia semarah ini "KAU! TIDAK TAU APA-APA!"
"AKU TIDAK MENYANGKA KAU BISA BERTINDAK JAUH, KAU CAMPAKKAN! KAU HANCURKAN HIDUPNYA! SEKARANG APA JANJIMU PADANYA?!
"FREY!"
"KAU BERJANJI SETIA PADANYA! BERJANJI UNTUK KEMBALI! ASAL KAU TAHU DIA! DIA! MASIH MENUNGGU KEDATANGANMU HAN!"
"KELUAR."
"JENNY YANG MALANG, MENANGGUNG DOSA YANG BUKAN MILIKNYA."
Suasana semakin kacau, suara perdebatan mereka terdengar hingga keluar.
"KU BILANG BERHENTI!" nada bentak Duke Han membangunkan seisi rumah "KELUAR!"
BRUAKKKKK
Terdengar suara bantingan kayu di lantai, beberapa panjang keramik pecah.
Suara pintu terbuka kami saling bertemu di balik pintu, dengan wajah merah padam Tuan Frey berjalan dengan hentakan kakinya dia melihatku dengan tatapan tajamnya.
Bruk
Dia mendorong bahu ku, pergi begitu saja tanpa satu kata pun. Aku melihat Duke Han yang sedang duduk di sofa, tanganya menutupi wajah, belum pernah ku melihat Duke Han sesedih dan emosional.
"Ayah?" Aku menghampirinya bertanya mengenai keadaannya
Tidak satu katapun terucap darinya, dia hanya diam menunduk, tangan menyangga kepalanya. Pecahan keramik berserakan di lantai.
"Aku akan datang ketika kondisimu membaik. Selamat Malam." Aku pergi berbalik badan.
"Maaf atas keributannya, Selamat malam Rain." Ucap Duke Han lembut padaku, aku hanya membalik menoleh melihatnya lalu kembali ke kamar. Wajahnya yang tertutup lengan tangannya.
Aku merasa ada yang salah disini, apa yang dimaksud Tuan Frey mengenai janji pada Jenny. Entah siapa itu Jenny, seorang Wanita yang sangat mempengaruhi dalam kehidupan Duke Han.
Esok paginya semua berjalan seperti biasa Duke Han tidak sama sekali menyinggung permasalahan kemarin malam, Aku dan anak-anak lain bermain di halaman belakang mereka semua mengajak untuk bermain kuda untuk kedua kalinya. Kini kami sedang melihat latihan pacu kuda.
"WOW Bagaimana bisa dia melompat setinggi itu?" Tanya Dio kagum, dia memanjat pagar untuk melihat dekat diikuti Juan.
"Rain kau udah baikan?" Polin menyilangkan tangannya, gestur seakan-akan tidak peduli.
"Sudah baikan."
"Benarkah? Kau bikin semua orang panik saja!"
"Benar sekali, Aku jarang melihat Polin seaneh kemarin." Ucap Dio dengan datarnya.
"A-aku tidak memikirkanmu ya! Hanya saja jika terjadi sesuatu nantinya aku yang kan di salahkan!" Bantahannya kesal.
"Jadi ini semua karena batu biru itu?" Tanya Juan berbalik melihat batu Tia yang mengalungi ku.
"Hmm." Jawabku singkat.
"Benar juga kalau di pikir-pikir sejak kamu di panti, kau kelihatan sangat mencolok dengan banyak perhiasan." Ucap Dio mendekat meletakan batu Tia di tangannya "Di lihat-lihat batunya sangat indah ya, bagaikan lautan dan langit."
"Kemari! Kudanya sudah selesai latihan." Ucap Polin melambaikan tangannya.
"Eh! Benarkah?" Juan berlari menghampiri.
"Tunggu." Dio yang kelihatan paling waras di antara lainnya.
Semakin lama aku mulai terbiasa dengan keberadaan mereka, kami mulai dekat dan bercerita banyak hal dari yang tidak penting sehingga tema serius. Melihat mereka bahagia tertawa lepas tanpa paksaan mengingatkan pada ketiga sahabat Morianaku.
"Dimanapun kalian berada ku harap kalian tidak merasa sakit lagi." Gumamku, melihat mereka semua seakan diriku merasakan kehangatan yang sama.
"Rain…"
"Rain…"
"RAIN!! Eh kau melamunkan apa?" Polin memukul pundakku.
"Oh bukan apa-apa."
"Cepetan kamu tuli apa gimana sih!" Ucapnya, aku hanya melirik kesal padanya.
Kasus bunuh diri Earl Verdenrik menyebar di kalangan masyarakat, awalnya kepolisian menunggu identifikasi selama 3 hari namun itu semua dibatalkan karena pihak kepolisian menyatakan kasus ini murni bunuh diri.
"Kini masyarakat luas sudah mengetahui kasusnya." Ucap detektif Gren membuka surat kabar "Apa pendapatmu, Edwin?"
"Jangan cepat percaya dengan pemerintah, apalagi Lembaga keamanan." Edwin yang sedang sibuk dengan buku catatannya.
"Aneh ya, Awalnya ku pikir Earl akan tetap keras kepala menganggap dirinya tidak bersalah, lihat dia sekarang bunuh diri?"
TIK TOK TOK
Suara ketukan pintu, seseorang datang membawa kasus baru untuk diselesaikan kedua detektif ini.
"Silakan, masuk."
Seorang laki-laki dewasa, gagah, matanya tajam. Pakain sedikit rusuh dan kotor. Dia duduk berhadapan kedua Detektif tersebut.
"Tuan?" tanya Gren.
"Tuan Frey Chaiden, ada angin apa membuat ada kemari dengan diam-diam?"
"EH?! Kamu kelihatan sangat berbeda sekali Tuan Frey." Ucap Detektif edwin dengan amat terkejut
Matahari mulai turun, angin mulai dingin, mereka masih melanjut tugas mereka.
"Seperti biasa kau cepat sekali mengetahui tipuan ku Edwin." Tuan Frey memalingkan wajahnya pada bantulan jendela "Aku mau kalian tidak melaporkan ini pada siapapun, aku tidak punya hak untuk mengetahui permasalahan internal yang terjadi pada pemerintahan Duke Han, Tolong laporkan jika ada sesuatu yang janggal terjadi dan juga jangan memberi tahu Han mengenai ini."
"Apakah ada sesuatu yang menarik akan datang?" Tanya Edwin menutup buku jadulnya dan mendekat di sofa.
"Kurasa ini ada kaitannya dengan kematian Earl Verdenrik." Jawab Tuan Frey berdiri berjalan keluar.
"Hey tunggu dulu hanya ini? Kamu tidak memberitahu alasannya?" Edwin menghalangi pintu keluar dengan tangannya "Tuan kebun? Jadi bisakah bercerita lebih rinci mengenai hal ini? Tolong duduk lah kami akan menyiapkan teh dan beberapa cemilan untuk anda."
"Tidak perlu, tanya saja apa yang ingin kau tahu."
"Jangan buru-buru tukang kebun pasti memiliki banyak waktu, anda sudah lelah menyamar, apakah ada yang mengikuti."Edwin menatap tajam ke arahnya, mengangkat dagunya sebagai keyakinannya "Ini semua berkaitan dengan Tuan Muda kan?"
"Iya, semuanya berkaitan dengan Rain." Ucapnya singkat dan mencoba keluar namun masih dihalangi oleh Edwin.
"Etss tunggu sebentar, Tuan Muda, hampir semua kasus penting berkaitan dengannya. Apa karena penyebab alasan ini yang sedang kau cari."
"Benar." Jawabnya singkat.
"Aku menjadi ragu asal usul Tuan Muda, benarkah dia hanya anak korban perang." Detektif Edwin berjalan bolak-balik di depan pintu dengan tangannya yang berada di dagu, ekspresi bingung sekaligus aneh, entah apa yang dipikirkannya "Anda meminta diriku untuk berkhianat pada Tuanku sendiri, imbalan apa yang bisa saya terima? Hahaha…"
Langit mulai berubah gelap, lampu-lampu jalan mulai menyala, suara bising kota terdengar sibuk. Kini ketiga orang itu sedang duduk di sofa bertukar informasi.
"Tuan-tuan ini bisa saja merayu saya." Tuan Frey mengubah posisi duduknya, kini menjadi lebih berwibawa "Aku dengan kamu perna bertemu Tuan Muda Mirnie, beritahuku bekas rahasia apa yang dikatakannya."
"Wah itu bukan wewenang saya, semua berkas sudah saya serahkan pada Duke." Ucap Detektif Edwin mengakat tangannya.
"Aku akan memberi informasi yang sama, kepala dibalas kepala bagaimana?" Tuan Frey mencoba menyakinkannya "Tidak perlu khawatir, jika ketahuan ada tiga kepala yang hilang hahah…"
"Edwin, jangan gila." Detektif Gren seperti manusia normal yang terjebak kedua hewan liar.
"Wah.. Wah… aku tidak bisa di tantang gini. Baiklah perjanjian setelah dokumen di baca di detik itu harus dimusnahkan." Tunjuknya perapian di sudut ruangan.
"Silakan."
Mereka saling bertukar lembar dokumen beramplop coklat tua. Beberapa menit berlalu hanya terdengar deyitan kereta kuda yang terus berlalu Lalang. Kedua detektif itu menatap tajam Tuan Frey.
"INI! GILA! GILA! GILA!"
"TUAN MUDA RAIN ANAK KANDUNG DUKE HAN!"