Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My Bad Boy Idol

Bluepink_18
--
chs / week
--
NOT RATINGS
11.5k
Views
Synopsis
"Kenapa dia begitu berbeda dengan yang kukenal selama ini? Apa yang salah?" -Savina- "Sama seperti yang lain, lo juga akan pergi ninggalin gue! Jadi kenapa gue harus selalu baik sama lo?" -Sandi- Savina adalah gadis SMA yang baru mengenal cinta. Ia jatuh cinta kepada seorang vokalis band lokal di daerahnya. Mencintai seorang idola bukanlah hal mudah, terlebih saat ia mengetahui idolanya tidak seperti yang ia ketahui selama ini. Akan tetapi, cintanya terlalu besar untuk idolanya, hingga ia memutuskan untuk bertahan dengan cintanya, dan terus mendukung idolanya. Akankah kisah cintanya berhasil? Ataukah sama seperti kisah cinta pertama pada umumnya yang tidak akan pernah bersama?
VIEW MORE

Chapter 1 - Love at First Sight

Savina tersenyum miris melihat kalender digital yang terletak di atas nakas. Meski ia mencoba untuk tidak mengharapkan apa pun, hati kecilnya memohon dengan sangat pada Tuhan, agar setidaknya kedua orang tuanya mengingat hari kelahirannya ini.

Savina menghela napas berat, dengan enggan ia berjalan menuju kamar mandi yang terletak di sudut kamarnya. Gadis itu pun membersihkan diri dan bersiap untuk pergi ke sekolah. Dan sialnya, saat ia keluar dari kamarnya, ia tidak menemukan siapa pun di rumahnya selain Mbok Surti--asisten rumah tangganya yang sedang mengepel lantai.

"Non Vina, selamat ulang tahun ya, Non," ucap Mbok Surti saat Vina melewatinya.

Savina tersenyum tipis, ia lalu mengangguk pelan, dan mengucapkan terima kasih karena Mbok Surti sudah mengingat ulang tahunnya.

"Non Vina mau dirayakan ndak, ulang tahunnya?" tanya Mbok Surti dengan logat khas Jawanya.

"Dirayakan?" sahut Savina bingung.

"Iya Non, dirayakan! Kan ini ulang tahun Non Vina yang ke enam belas, biasanya di umur segitu, remaja kayak Non, 'kan bikin pesta." jawab Mbok Surti dengan polosnya.

Mendengar apa yang Mbok Surti ucapkan, membuat Savina tertawa dengan begitu renyahnya. Ah, ya. Merayakan hari kelahiran memang cukup penting bagi anak seusianya. Tapi tidak baginya. Merayakan sesuatu yang seperti itu bukanlah gayanya. Ia hanya berharap bisa makan malam yang sederhana dan hangat bersama orang tuanya. Meniup lilin, dan makan kue bersama juga sudah cukup bagus.

"Ehm, Mbok masakin aja yang enak buat nanti malem! Nanti Vina suruh Bambang ke sini buat makan bareng!"

"Den Bambang aja, Non? Temen Non Vina yang lain, ndak diundang?" Mbok Surti menatap Vina dengan tatapan penuh tanya.

"Nggak, Mbok. Orang cuman makan malem biasa, ngapain ngundang banyak orang."

Setelah mengatakan itu, Savina pun berlari keluar dari rumah, mengingat PR Bahasa yang belum ia kerjakan.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan bersama abang ojek online, ia akhirnya sampai juga di sekolah.

Savina melirik sekilas arlojinya, dan mengumpat kesal. Hanya tersisa sepuluh menit untuk menyalin PR seseorang sebelum jam pertama di mulai.

"Mbang, ini PR Bahasa, 'kan? Geser, gue mau ikutan nyontek!" seru Savina sambil menggeser tubuh Bambang, dan mengeluarkan buku PR-nya.

"Cepetan tapi, nggak lihat apa lo, udah jam berapa sekarang?! Cewek kok bangunnya siang mulu, pamali woi!"

"Tolong jangan nodai telinga gue sama omelan gak mutu lo itu! Weh, gila! Buku siapa sih, ini? Ancur banget tulisannya! Kek ceker ayam! Ini yakin nih jawaban dia bener?" seru Savina sambil secepat kilat menyalin jawaban ke bukunya.

"Biar ancur begini tulisannya, yang punya pinter, weh! Gak kayak lo! Tulisan doang rapi, tapi isi otak lo random!"

Seketika itu juga, Savina langsung melirik tajam ke arah Bambang, membuat satu-satunya teman dekatnya itu langsung menunjukkan cengiran tak berdosanya.

"Daripada ngeliatin gue mulu, mending lo kebut tuh nyalinnya! Lima menit lagi, Pak Hendra pasti udah berdiri di depan pintu!"

Mendengar nama guru killernya itu disebut, Savina langsung memfokuskan dirinya kembali ke arah buku PR di hadapannya.

"Oh iya, Vin ..."

"Paan?" sahut Vina tanpa menoleh sedikitpun ke arah Bambang.

"Lo ulang tahun, 'kan ya?"

Demi apa pun, haruskah Bambang bertanya seperti itu?

"Gue lagi bokek tapi, jadi kadonya ini aja, ya!" Bambang menyodorkan sebuah tiket ke arah Vina, gadis itu pun hanya melirik sekilas ke arah tiket tersebut, lalu mengernyit bingung.

"Ini tiket apaan, Mbang?"

"Tiket konser!"

"Konser apa?"

"Konser band-nya Squidward!"

"Hah?" pekik Savina bingung.

"Lola, lo! Udah jelas-jelas ada nama band-nya di situ! Pake nanya lagi, lo!"

Tanpa mengatakan apa pun lagi, Savina langsung meraih tiket tersebut dan memperhatikannya dengan seksama.

"Band GPS? Band apaan, tuh? Kok gue baru tahu kalau ada band namanya GPS?"

"Iya, kan lo makhluk goa, justru aneh kalau lo sampai tahu!" cibir Bambang.

Savina tersenyum lebar, menunjukkan deretan gigi putihnya yang berjejer rapi.

Apa yang dikatakan Bambang memang benar. Meski berparas cantik, Savina memang tergolong makluk ciptaan Tuhan yang hobi menyendiri. Hidupnya hanya sebatas sekolah dan kamarnya.

Jadi, sangat tidak biasa jika ia mengetahui tentang Band apa yang sedang naik daun sekarang.

"Selamat pagi, anak-anak," ucap Pak Hendra--guru Bahasa Indonesia SMA 12.

"Mampus, PR lo belom kelar, 'kan?" bisik Bambang sambil menahan tawa.

"Diem lo!"

***

Savina hanya mengaduk-aduk jus jeruk di gelas besar yang ia genggam dengan tatapan mata yang tak pernah lepas pada sosok Bambang yang tengah menyantap semua makanan yang ada di meja makan.

"Mbang, lo udah nggak makan berapa hari, sih?" seru Savina keheranan.

Bambang sendiri tidak ambil pusing dengan pertanyaan yang Savina lontarkan. Ia memakan semua yang bisa ia makan, karena ia tahu, baik Savina, atau orang tuanya, tidak akan memakan makanan yang tersaji di sana. Kasihan, jika Mbok Surti harus memakan semua itu sendirian.

"Lo daripada ngeliatin gue makan kek gitu, mending sana ganti baju, dandan, abis itu kita cabut," seru Bambang dengan mulut penuh iga bakar.

"Cabut ke mana?"

"Kebangetan ini anak! Tiket yang gue kasih ke lo itu, buat nonton! Bukan dibuat pajangan atau pernak-pernik diary doang!" solot Bambang kesal.

"Males ah! Pasti rame!"

"Namanya juga konser, ya ramelah! Kalo mau yang sepi, sana ke kuburan!" sinis Bambang.

"Tapi gue beneran lagi males ngapa-ngapain, Mbang!"

"Lo daripada galau mikirin bokap nyokap lo, mending cabut sama gue, cari kesibukan biar gak galau mulu kerjaan lo! Lagian, itu kado dari gue lho! Ya kali lo sia-siain, gue dapetnya susah payah itu!

Savina terdiam. Benar juga apa yang Bambang katakan. Mungkin dengan pergi ke tempat ramai, bisa mengusir segala resah dan gelisahnya.

"Lanjutin dulu deh makannya! Gue ambil jaket!"

***

Savina menganga tak percaya melihat lautan manusia yang membentang di hadapannya.

Siapa sangka band lokal bisa mempunyai fans sebanyak ini? Gila!

"Lo yakin ini konser band lokal? Bukan sejenis Linkin Park atau Avenged Sevenfold?" seru Savina setengah berteriak karena di sana benar-benar ramai, apalagi pihak panitianya yang sedang melakukan check sound atau apa pun itu mereka menyebutnya.

"Kalau yang konser mereka, gak bakal gue kasih tiketnya ke lo! Mending gue jual ke orang, lebih menguntungkan!" sahut Bambang.

"Sialan Lo!"

Semua orang yang ada di sana langsung berteriak dengan hebohnya saat beberapa orang naik ke atas panggung.

Savina sendiri hanya melihat ke atas panggung dengan tatapan datar. Entah itu GPS atau band lainnya, bagi gadis itu, sama saja.

"Selamat malam, semua!" seru seorang pria dengan kaos oblong berwarna hitam, dan celana jeans hitam di atas panggung.

Semua orang langsung berteriak membalas sapaan pria tersebut.

"Yang ngerasa hidupnya lagi hancur, lagi berantakan, sini! Nyanyi bareng gue! Apa pun masalah lo, gue kasih tahu! Lo nggak sendirian, gue di sini! GPS di sini!" teriak pria itu lagi.

Setelahnya, suara drumb mulai terdengar, lalu musik dengan genre rap rock dimainkan.

Pria berpakaian serba hitam yang berdiri di tengah personil band lainnya, mulai membuka suaranya. Dan, di detik ketiga, ada getaran aneh yang terasa di dalam tubuh Savina.

Suara sang vocalis, membuatnya mematung tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Caranya bernyanyi, suaranya, juga gayanya berpakaian, langsung mengingatkan Savina pada sosok yang begitu ia rindukan.

Di detik itu juga, gadis itu menjatuhkan hatinya. Ia jatuh hati pada vocalis band yang baru ia dengar suaranya beberapa detik yang lalu.