Savina melirik jam tangannya, menunjukan pukul setengah enam pagi. Sudah rapi dengan kaos pendek berwarna putih dan celana training hitam serta handuk kecil putih yang di selipkan di lehernya. Savina mengambil sepatu Ketsnya, berjalan keluar rumah.
Tepat setelah keluar Savina melihat Bambang yang tiba tepat waktu.
" Ngapain lu bawa motor? Gue kan ngajakin joging bukan balapan!"
"Rumah gue jaraknya jauh dari sini, ya harus bawa motor dong biar cepat nyampenya."
Bambang memarkir kan motornya
"Lagian, lu seenak jidatnya ngajakin gue joging pas udah mepet gini, harusnya tuh dari semalam biar gue ada persiapan! jadi kesini nya ngak naik motor, tapi lari." Kata Bambang lagi sambil turun dari motor menghampiri Savina.
"Ini kan hari Minggu, jadi gue pengen joging. Berhubung teman yang mau gue repotin cuma lu doang, mau ngak mau gue ngajakin lu."
"Yakin mau joging?"
"Yakin lah, ngak liat nih gue udah siap dari ujung kaki sampai kepala."
"Setau gue, lu itu ngak suka yang namanya olahraga apa lagi lari!"
"Mau nurunin dikit berat badan." Savina mulai berlari santai. "Gue pengen kelihatan lebih menarik aja di depan Sandi. Nanti kan ada bazar di sekolahnya."
"Apanya yang mau di turunin? Badan udah kek triplex gitu. Sok-soan mau nurunin. Lagian yakin lu bakalan di lirik Sandi?"
Bambang memperhatikan Savina yang sudah hilang dari pandangannya.
"Kenapa sekarang gue nyesal, harusnya gue ngak pernah ngajak dia ikut nonton konser."
***
Hari yang ditunggu Savina pun telah tiba.
Savina bangun pagi-pagi sekali, mulai membersihkan dirinya, memakai seragam sekolahnya, memeriksa tasnya untuk memastika semua barang yang seharusnya ada di dalam tasnya. Hari ini sangat penting, jadi Savina harus mempersiapkan diri dengan sempurna.
Setibanya di kelas Savina langsung menghampiri Bambang.
"Mbang ini hari lu harus ikut gue ya. Gue ngak mau ada penolakan."
"Emangnya, kapan si gue bisa nolak ajak lu yang penuh pemaksaan!"
"Binggo... Lu emang ngak bisa nolak gue."
Savina tersenyum penuh kemenangan ke arah Bambang yang terlihat pasrah, dan mengabaikan cibiran-cibiran yang di lontarkan Bambang.
Beberapa menit kemudian guru mereka masuk, untuk memulai pelajaran. Savina mencoba memberikan perhatian pada kelas dan mencoba berkonsentrasi pada ceramah gurunya. Tapi Savina tidak bisa, dia benci matematika! Savina hanya tidak bisa menemukan titik pertemuan semua formula sulit.
Savina melihat orang di sampingnya tidur nyenyak. Kemudian, Perhatian Savina tertuju pada jam tangannya untuk melihat berapa menit lagi kelas akan berakhir.
" Masih 30 menit,"
Savina menunggu dengan tidak sabar. Bazar akan di mulai sekitar 1 jam lagi. Bagaimana pun caranya Savina harus pergi.
"Mbang bangun dong." Kata Savina
"Gue ngak tidur, cuman tutup mata doang."
"Gimana cara izinnya nih? Kan ngak mungkin gue izin ke kamar mandi bareng lu."
"Ya kali gue ngikutin lu sampai kamar mandi. Gini aja lu pura-pura sakit, trus gue yg ngantar sampai ke UKS. Gimana? Gue pintar kan." Kata Bambang sambil tersenyum kemenangan, bangga dengan idenya yang cemerlang.
"Tumben lu pintar."
"Kalau masalah ginian gue pintar!"
Dengan ide yang di berikan Bambang, Savina pun memulai aksinya. Savina mengambil lipstik dalam tasnya, mengoleskan lipstik berwarna pucat itu ke bibirnya. Membuat dirinya seolah-olah sedang sakit parah.
Bambang memperhatikan Bu Santi, kemudian mengacung kan tanyanya, "Bu, sepertinya teman saya sedang sakit." Ucapnya sambil melirik Savina yang sedang menangkupkan kepalanya di atas meja.
Bu Santi pun menuju ke arah meja Savina. Memperhatika muridnya, yang memang dilihat dari bibir gadis itu yang pucat dan matanya yang sayup, sepertinya Savina memang sedang sakit.
"Bambang, tolong kamu bawa Savina ke ruang UKS, saya rasa dia perlu istirahat."
"Baik Bu."
***
Dan di sinilah mereka sekarang, di depan pintu masuk SMK Tunas Bangsa, dari pintu masuk terlihat spanduk yang berukuran cukup besar terpasang rapi.
Savina dan Bambang pun mulai melangkah memasuki tempat bazar itu berlangsung.
Bazar ini di hadiri dari berbagai sekolah, Dilihat dari banyaknya orang-orang yang berlalu lalang memasuki beberapa stand yang tersedia.
Savina memandangi semua yang berlalu lalang, matanya terfokus pada gadis-gadis yang berkumpul dengan membawa atribut seperti kipas wajah, cheering stick, hand banner serta memakai hiasan kepala. Tidak salah lagi gadis-gadis ini adalah Govers penggemar dari GPS.
Savina di tinggalkan sendiri. Dia bingung, apakah harus bergabung dengan gadis-gadis itu atau tetap berdiri di tempatnya, menunggu GPS tampil.
Savina menimbang-nimbang keputusannya.
Dengan langkah perlahan, Savina menghampiri sekumpulan gadis itu.
"Eh kalian Govers kan? Gue boleh gabung ngak?" Savina merasa aneh untuk memulai percakapan dengar orang asing. Namun rasa penasarannya tentang GPS. terutama, Sandi sang leader GPS mendorong Savina untuk mencoba sesuatu yang belum pernah Ia lakukan sebelumnya.
"Oh, lu juga Govers?"
"Iya nih, gue belum lama jadi Govers." Balas Savina dengan rasa gugup yang coba di tutupi dengan sebaik mungkin.
"Kenalin gue Kei, dan ini sifa, Cika sama Fani,"
"Ini kita cuman berempat biasanya banyak banget. Tapi keknya mereka ngak berhasil bolos sekolah deh" saut si Cika sambil cekikikan membayarkan teman-temannya yang tidak berhasil dengan misinya.
"Jadi kalian ngebolos juga? Gue kira cuman gue doang. Soalnya gue liat banyak banget anak sekolah lain."
"Keknya cuman perwakilan aja deh, yang di bolehin datang. Selebihnya pasti karena ngebolos, atau emang sekolah nya lagi free aja."
"Eh, udah ngobrol nya itu mereka udah mau tampil."
Kemudian Perhatian mereka terfokus melihat satu persatu anggota GPS menaiki panggung.
"Kalian mungkin pernah mendengar tentang band GPS kan. Gue mau dengar teriakan yang udah kenal sama mereka... "
"Kyaaaaa.... "
Teriakan penonton makin menggila setelah mendengar ucapan sang pembawa acara.
"Wow, apa ini benar-benar pentas seni? Kalian sangat terkenal!"
"Tentu saja! Govers kami pasti semua yang ada disini." Celetuk Johan dengan bangganya.
"Hahahaha." MC itu menertawakan celetukan Johan dan melanjutkan perkataannya.
"Jadi sekarang saya dengan senang hati mempersilahkan GPS untuk memeriahkan hari yang spesial ini." MC itupun meninggalkan panggung dan membiarkan GPS untuk memulai penampilan nya.
Savina terus memperhatikan Sandi, bahkan Ia tidak pernah mengalihkan pandangannya. Suara MC bagaikan angin lalu baginya.
Setiap baris wajah Sandi sangat menawan, cara bagaimana jari-jarinya menggenggam mic membuat Savina berkhayal tentang bagaimana jari-jari itu menggenggam tanganya.
Deg..
Mata mereka bertemu. Savina mengerjapkan matanya, jantung berdebar. Betapa bahagianya Savina saat ini, Dia bahkan melihat Sandi Menyeringai kearahnya yang bagi Savina terlihat seperti seyuman.
Senyuman itu... Apa itu untuknya? mata mereka bertemu, jadi senyuman itu untuknya? atau Sandi mengingatnya karena kejadian memalukan tempo hari?