Savina memejamkan mata, memegang ponselnya yang telah tersambung headset, mendengarkan suara-suara petikan gitar bercampur piano. Ia membayangkan Seorang lelaki bernyanyi di atas panggung sambil memainkan gitarnya dengan mata terpejam, bibir yang bergerak-gerak melafalkan satu persatu bait lagu. Membayangkan dirinya ada di antara barisan penonton dan saat lagu berakhir tatapan mereka bertemu.
Apa menurutmu aneh, saat kamu sangat mengingikkan sesuatu yang tak pernah terpikirkan di benakmu? menginginkan seseorang yang bahkan tidak kamu kenal sebelumnya. Hanya karena pertemuan pertama yang sepihak sudah bisa membuatmu tertarik? suka?. Sekali lagi, tidakkah itu sangat aneh?
"Vin, menurut lu bumi itu bulat atau bundar?" Pertanyaan random yang di layangkan untuknya, membuat lamunanya hilang seketika.
"Dunia itu berat, apalagi di angkat" Bukannya menjawab pertanyaan Bambang , Savina malah merancu seberapa beratnya bumi. Seberat dia ingin menghilangkan seseorang yang selalu muncul dalam benaknya.
"Ah ngak asik. Guekan pengen adu debat, biar sekelas pada ngakuin kepintaran gue!"
"Ngak usah sok pintar, emangnya apa bedanya bulat sama bundar? kenapa lu harus sekelas sama gue si? sebangku lagi." Tukas Savina, serasa dara tingginya naik akibat pertanyan random ter aneh.
"Yah... suka-suka gue dong! kan gue yang ngasi lu pertanyaan." kata bambang berkilah, "Ngeles aja trussss.. sampai korea."
"Gu... "
"Selamat pagi anak-anak." Percakapan mereka terhenti sewaktu guru bahasa indonesia masuk untuk memulai pelajaran pagi itu. Semua murid yang tadinya bergosip sana-sini, duduk di atas meja, bahkan ada yang tengah praktek dance (Dengan musik yang cukup keras sampai keluar ruangan), seketika diam dan kembali ke tempat duduk masing-masing.
"Oke naikkan kertas, hari ini kita ulangan bab 3 dan 4."
"Haaaa?" Para siswa yang tak terima karena ulangan dadakan pun protes termaksud Savina dan Bambang.
"Udah ngak usa sok kaget, Udah tahu ibu suka ngasi ulangan dadakan! masih aja pura-pura ngak tau. Cepat naikkan kertasnya, jangan ngonsep nanti nambah dosa. Tulis namanya yang benar, tahukan ini pelajaran apa." Kata sang guru, panjang kali lebar.
"Ugh, syukur bukan ulang MTK dadakan. Bisa mati muda gue."
"Bodo amat, kelas berakhir kapan ya? kan nanggung tadi dramanya udah mau ending!"
"Ya allah , turunkanlah wahyumu, berikanlah hambamu ini jabawan atas soal-soal yang diberikan dadakan ini. Hamba tak sempat belajar. amin... " Suara hati orang-orang yang bilangnya belajar padahal pikiranya kemana-mana, pas depan buku ketiduran. Besoknya menyesal, bilangnya 'kenapa gue ketiduran, padal niatnya mau belajar' Faktanya, memang maksud hati untuk tidur.
***
Tak... tak... tak...
Sandi berjalan sambil memasukkan satu tangan ke dalam saku. Terdengar langkah kaki yang sangat jelas, memenuhi koridor sekolah yang kosong. Berbelok ke kanan menuju ruang musik. Terlambat datang ke sekolah bukanlah hal yang baru baginya, Ia bahkan hampir setiap hari bolos kelas.
Kreeeet...
Sandi memasuki ruang musik, berjalan masuk hingga sampai di depan Piano, kemudian menarik kursi, meletakkan tangan di atas tus piano dan mulai menggerakkan jarinya dengan lincah.
"Danbi - Are you not happy after leaving."
Merupakan judul instrumen yang di mainkan Sandi saat ini. Alunan piano yang sangat indah dan penuh kesedihan memenuhi ruangan. Ia memainkan lagu ini bukan karena suasana hatinya tapi keinginan untuk mengasa kemampuan bermainnya.
Prok... Prok... Prokk
Suara tepuk tangan tiba-tiba terdengar dari arah belakang di iringi dengan langkah kaki.
"Baru datang? kenapa ngak sekalian pas jam istrahat, biar kita langsung bisa rapat buat perfom nanti malam. Lu taukan maksud gue apa?"
"Santai bro... kalau soal hukuman! gue ngak bakalan kena hukum, kayak ngak tau aja lu siapa gue."
"Oke fine, gue balik ke kelas dulu." Ujar Sinten sambil berbalik dan keluar dari ruang musik. Sebenarnya Sinten baru saja kembali dari kamar mandi dan jalan menuju kelasnya harus melewati ruang musik. Karena itu, Sinten tidak sengaja mendengar suara piano di mainkan, karena sangat hafal siapa yang memainkannya! Sinten memutuskan untuk masuk dan menyapanya sebentar.
"Kenapa lama banget? habis ritual ya?" Ujar Johan dengan nada mengejek andalannya. Bukan Johan namanya kalau ngak jail. Dengan santai Sinten membalas Johan. "Iya, gue tadi habis luluran. Makanya lama."
"Haa? serius lu?"
"Ya, ngak lah bego, gue tadi habis singgah di ruang musik! trus ketemu sama Sandi."
"Gila tuh anak bolos mulu kerjanya! apa ngak ada kerjaan lain?" Ini dudung yang ngomong pake nada sinis.
Kring kring kring
"Oke anak-anak kelas saya tutup. Sampai ketemu di pertemuan selanjutnya."
***
Udara yang segar, wangi semerbak bunga-bunga di sekililing nya memancar melalui hembusan angin yang bertiup lambat. Di taman inilah Savina dan Bambang sedang berjalan-jalan, untuk menghilangkan stres akibat ulangan dadakan yang terus berdatangan pagi tadi. Dua mata pelajaran yang mungkin janjian untuk mengejutkan murid-muridnya.
"Gue kira lu bakalan ngajak gue ke taman dekat rumah! taunya kesini. Tapi lumayan si udaranya, suasananya pun ngak rame-rame amat."
"Sengaja si, gue kesini ada maksud lain! Bukan cuman mau ngajakin lu nyari udara segar. Gue mau ketemu sama abang gue, nagih uang jajan." Balasnya sambil tersenyum sumringah.
"Udah gue tahu, pasti punya maksud terselubung. Emang abang lu sekolahnya dekat sini ya? Kalau ngak salah liat, tadi gue sempet liat ada SMA dekat sini. It... " Belum sempat menyelesaikan ucapannya, dirinya tiba-tiba saja hampir kehilangan keseimbangan dan terjatuh jika tidak di tahan oleh Bambang. Refleks Savina menegakkan tubuhnya dan segera sedikit membungkuk.
"Maaf, saya ngak sengaja" ucapnya.
"Hala, ngak usah sok-sok mintamaaf!, Lu sengaja kan nabrak gue? trus pura-pura mintamaaf, biar orang-orang pada simpati ngeliat lu!"
Savina menatap heran orang ini, niatnya baik buat mintamaaf! karena memang itu tidak disengaja, kenapa dia melebih-lebihkan? dan cara bicaranya sungguh sangat tidak sopan untuk orang yang tidak saling mengenal.
"Kenapa diam? ciih, ternyata anak sama Ayahnya tuh ngak beda jauh ya, sama-sama bermuka dua! ah satu lagi, gue dengar-dengar lu ngak punya teman. Pantas si orang kayak lu tuh ngak pantas punya teman." Ujarnya lagi sambil memandang remeh ke arah Savina.
Bukankah permintaan maaf sudah cukup? Mengapa memperpanjang masalah sampai membawa-bawa keluarga dan mengucapkan omong kosong tentang pertemanan. Ah gadis ini sangat menyebalkan, Memutar kedua pasangan matanya kemana saja, asal tidak menatap gadis di depannya! Melihatnya membuat daranya mendidih. Tanpa sengaja matanya bertatap langsung dengan Sandi yang saat itu berada tak jauh dari tempatnya, dan memandang ke arahnya.
Pertemuan macam apa ini?