Sandi adalah anak yang sangat misterius, tidak ada yang tahu dirinya yang sebenarnya. Bahkan itu berlaku untuk dirinya sendiri. Hal yang bisa membuatnya merasa nyaman adalah musik. Dia merasa sangat bersemangat jika mendapat sorotan dari semua orang. Sayang Ia bahkan tidak mendapat hal itu dari orang tuanya. Sang Ayah selalu menetang apa yang menjadi keinginan Sandi. Sandi bahkan sangat membenci Kakaknya.
Bagi semua orang rumah adalah tempat kita untuk pulang, tempat ternyaman , tempat dimana kita dapat mengeluarkan keluh kesal, tempat mengekspresikan diri. Namun tidak bagi Sandi! Baginya rumah adalah tempat yang sangat menakutkan.
"Ughh" Setelah mengumpulkan nyawanya, Ia melangkahkan kakinya, Mengambil handuk yang berada tak jauh dari ranjangnya. Kemudian menuju kamar mandi.
"Kringggg..." Bunyi deringan telepon membuat Sandi yang masih berusaha memasang bajunya, terpaksa berbalik menuju nakas untuk mengangkatnya.
" Ada apa?" Jawab Sandi sembari merapikan baju serta rambutnya.
"Gue cuman mau bilang, jangan lupa bawa gitar gue."
"Oke, ada lagi ngak? gue udah mau ke situ. Udah siap semua kan?"
"Ngak San, si Sinten ngak bisa gue hubungin. Lu jemput aja tuh anak!"
"Kok gue? Ke.." tuuttt, belum selesai sandi protes. Panggilannya terputus.
"Sialan ni anak." Umpatnya.
***
"Ibu melarangmu pergi!" Ucap sang ibu, setelah melihat Sandi yang Sudah siap pergi ke konser GPS. Sandi bahkan tidak pernah memberitahu apa yang Ia sedang kerjakan, kemana Ia akan pergi, atau hal-hal lainnya. Namu entah bagaimana Ayah dan Ibunya selalu tahu kegiatannya, Menurutnya itu sangat menjengkelkan.
"Aku berangkat dulu."
"Thakk" Bunyi suara bantingan pintu yang cukup keras
"Ini semua salahmu, terlalu memanjakannya."
"Sudah lah, Yah... ini bukan salah ibu."
***
Sayup-sayup terdengar Adzan Isyak, yang baru selesai berkumandang dari mikrophone mesjid yang tak jauh dari area konser mereka. Sebentar lagi kewajiban akan tertunaikan oleh segelintir umat yang taat. Malam ini, band mereka akan mengadakan konser, Seperti tahun-tahun sebelumnya. Walau mereka jarang mengadakan konser, Penggemarnya tak pernah protes dengan hal itu. Tak perlu membuang banyak uang hanya untuk membeli tiket Setiap bulannya. Lagi pula penggemarnya bisa melihat penampilan mereka kapan saja, di tempat mereka biasa tampil.
Walau ada sedikit rasa khawatir, karena salah satu anggota yang posisinya bisa di bilang sangat berpengaruh, tak bisa di hubungi. Hal yang sangat tidak biasa.
"Heran gue, kenapa ngak bisa di hubungi si?" Ucap salah satu anggota yang warna rambutnya sangat mencolok.
"Mungkin ketiduran, santai aja kali. gue udah hubungin Sandi, suruh jemput tu anak satu."
"Ngomong-ngomong nih, si dudung kok lama bener si? sengaja kali ninggalin kita berdua disini."
"Ah, lu bacot mulu dari tadi."
"Klik" Suara pintu yang terbuka. Sontak membuat dua anggota yang berada di dalam menolehkan kepalanya. Untuk memastika siapa yang datang, mungkin saja itu Sinten.
"Nunggu lama ya? nih gue bawain makanan."
"Eh, tau aja lu gue lapar" Johan yang melihat Dudung yang membawa banyak makanan, tampa aba-aba langsung menghampiri Dudung.
"Awuu, tega banget si lu mukul tangan gue."
"Ngak boleh makan, sebelum semua lengkap. lagian masih ada waktu sejam lagi sebelum tampilkan." Ujar dudung santai, sambil berjalan melewati Johan dan duduk tepat di samping Ujang, Yang lagi serius mainin telpon genggamnya.
"Lu lagi ngapain, serius amat."
" Gue lagi chatan sama sinten, Katanya mereka udah mau sampai."
"Oh, dia barang Sandi ya?"
"Yoi"
"klik" Untuk kedua kalinya, pintu ruang tunggu itu terbuka lagi. tampa menoleh pun, yang datang sudah pasti Sandi dan Sinten.
"Lu kenapa susah banget di hubungi? gue kawatir konser kita batal hanya karena lu ngak bisa di hubungi. Gak lucu sama sekali, cepat jelasin. Alasannya yang bagus biar gue ngak ngomelin lu kaya emak-emak yang marah tupperwarenya di rusakin." Ini yang ngomong dudung. Dudung itu tipekal orang yang semuanya harus berjalan normal. Kalau tidak, dia bakalan ngomel-ngomel sepanjang hari, tampa henti.
"Santai dong dung, gue ngak bisa dihubungi karena nih Hp kecebur dalam kolam, Jadinya rusak. Tadi gue singgah benerin bareng Sandi."
"Boleh juga nih anak ngelesnya" Nyaut si Johan , yang lain mendengar alasan Sinten cuman bisa ketawa dalam hati. Bisa gawat kalau Dudung lagi mode serius di bercandain, yang berani ngadapin Dudung lagi marah cuman Johan. soalnya tuh anak sama kerasnya.
***
Setelah selesai makan merekapun menuju ruang make-up, untuk bersiap-siap tampil.
"Lu degdegan ngak si? sama gue juga."
"Ujang lu ngomong sama siapa si, bertanya sendiri jawabnya juga sendiri. Pusing gue ngak ada yang waras biar satu aja gitu." Sumpa Sinten capek menghadapi teman-temannya yang pada ngak waras.
"San, gitar gue lu bawakan? itu gitar mau di pake sama Johan." Alih-alih membalas perkataan Sinten, Ujang Malah bertanya ke Sandi soal gitarnya, yang sudah sejak tadi Ia tunggui. Gitar itu sangat penting untuk keberlangsungan konser mereka.
"Iya, tenang aja, gue bawa kok. Udah gue kasih sama yang nyiapin panggung."
"Sip deh kalau gitu."
"Sudah waktunya tampil" Kata salah satu staf, membuat mereka bergegas segera menuju panggung.
"Kalian sudah siapkan? jangan gugup. Santai saja, oke. Ayo kita tunjukin siapa GPS yang sebenarnya." Kata Sandi, Sebagai pemimpin grup band ini. Ia memiliki tanggung jawab yang besar untuk semua anggotanya.
Teriakan demi teriakan mulai terdengar saat mereka mulai memasuki panggung. Antusias para penggemarpun tak perlu diragukan lagi.
"Selamat malan, semuanya!"
Mendengar sapaan ramah dari sang pemimpin. Membuat kerumunan manusia itu berteriak hebo, membalas sapan sang pemimpin.
"Yang ngerasa hidupnya lagi hancur, lagi berantakan, sini! Nyanyi bareng gue! Apa pun masalah lo, gue kasih tahu! lo ngak sendirian , gue di sini! GPS di sini" Teriak Sandi lagi.
Setelah Sandi selesai membuka, Suara drumb mulai terdengar, lalu musik dengan genre rap rock dimainkan. Sandi dan anggota yang lain mulai bernyanyi.
Perasaan ini, perasaan di inginkan, di hargai, senang akan perhatian. Perasaan senang, nyaman, yang bisa Sandi rasakan hanya Ketika dia bernyanyi di atas panggung. Dengan teriakan-teriakan yang memekakkan telinga! Bagi Sandi musik adalah segalanya. Semua ungkapan perasan yang tak dapat di ungkapkan dapat disampaikan melalui lirik lagu yang di iringi musik yang indah.
Suara riuh penggemar semakin kencang saat lagu terakhir mulai di mainkan.
"Everybody are you ready? Lets go!" Kali ini Johan yang sangat bersemangat. "Go!" Kali ini Sandi sang vokalis utama yang berteriak kencang. Mulai Membuka suaranya untuk yang kesekian kalinya.
Aku akan jujur padamu
Aku menunggu lama
Dan aku percaya kau pun juga
Untuk hari ini, aku melihat kalender setiap hari
Sejujurnya, momen ini
Bagaikan mimpi , karena aku bersamamu
Untuk hari ini aku sudah mempersiapkan banyak hal
All about you and i
Hal lain bisa menunggu
Sekarang ikutlah denganku
Genggam tanganku...
Bait demi bait yang dinyanyikan dengan kesan rock semakin membuat para penggemar menikmati konser malam itu. Semua mata tak dapat berpaling dari GPS, sangat menggungcang panggung. Menyaksikan musik secara langsung memang memberikan efek dan sensasi yang sangat menakjubkan.
Konser di akhiri dengan ucapan salam perpisahan dari para anggota GPS.
"Untuk semua yang hadir malam ini, Thank you." kata Sinten sambil membungkuk dan di ikuti anggota GPS yang lain. Lalu satu persatu anggota mulai turun, tersisa Sandi sendiri di atas panggung yang telah membukukan badannya untuk yang kedua kalinya. Pertanda Ia menghormati semua penggemarnya yang hadir malam itu.