"Manu ..." belum menyelesaikan ucapannya Nara pingsan, Gavin semakin panik. Kemudian Manu dengan cepat membopong Nara membawa ke ruang UKS.
Semua panik, tak ada yang berkata sedikit pun tentang Nara. Semuanya diam, jika mereka mencibir atau menertawai. Bisa habis mereka dengan Manu. Sudah pasti mulut-mulut mereka akan dibeli. So! Sultan mah bebas.
___
Setelah diperiksa oleh Dokter, Manu langsung masuk keruangan. Diikuti oleh Gavin, Adel dan kedua temannya. mereka mendapat penjelasan dari Dokter. Dokter mengatakan bahwa Nara mempunya trauma yang cukup hebat, gadis itu sensitif dengan pecahan-pecahan kaca, orang berteriak histeris. Apalagi melihat kecelakaan mobil tabrakan.
Manu menggengam tangan Nara, entah kenapa dirinya begitu khawatir dengan gadis ini. Manu memang tengil, nakal tapi soal hati dengan gadis yang ada didepannya ini Manu tak bisa membohongi kecemasan dirinya pada Nara.
"Lo mending ke kelas aja, biar gue yang jagain Nara." ujar Adel.
"Nggak, mending kalian aja." jawabnya dingin tanpa menatap kearah mereka.
"Lo beneran, nan--"
"Udah biar Manu aja, kita kembali ke kelas." potong Arina, sembari menarik sedikit seragam Adel.
"Ya udah, jagain yang bener jangan lo--,"
"Udah ayok del." ujar Arina.
"Sabar Arina, pelan-pelan ih." kata Adel ya g mendapat cekalan dari sahabatnya. Kemudian mereka keluar ruangan, Adel berdecak kesal "Jangan main paksa, sakit."
Arina menghembuskan nafasnya kasar, haruskah dengan penjelasan panjang lebar agar Adel paham?
"Adel. Lo itu harusnya ngerti," tangannya sembari bersidakep.
"Ngerti apa coba," ucap Adel dengan menatap kesal ke arah Arina.
"Lo nggak tau sekarang dia lagi deketin Nar? Seharusnya lo paham dong, Manu maunya berduaan sama Nara kalau kita ganggu dia, yang ada kita dapet masalah." ujar Arina yang paham dengan seorang Manu
"Ah iya bener juga, sorry gue terlalu panik tadi. Jadi, sampai nggak bisa ninggalin Nara." ucap Adel,
Arina memutarkan bola matanya jengah, sahabat karibnya ini otaknya dibawah rata-rara atau memang khasnya seperti ini ah entahlah arina tak mengerti.
"Udahlah del, ke kelas aja banyak bacot dari tadi." ketus Arina.
"Heh, lo lama-lama sama kayak Nara ya. ketus banget." bercak Adel. Sedangkan Arina tak peduli dengan gerutuan Adel, ia terus saja melangkah menuju kelas.
****
Nara membuka matanya perlahan, menatap ke arah seseorang yang terlihat buram. Melihat ke arah Manu yang tersenyum lega. Gadis itu mencoba untuk duduk dibantu, kemudian Manu sigap untuk membantu. Nara merasa ada yang aneh dengan Manu, kenapa tatapannya lain padanya?
'Lo ngapain di sini? Dimana yang lain?" tanya Nara nada lirih namun rautnya menatap redup ke arah Manu.
"Udah lo nggak usah mikirin yg lain, mending fokus sama kesehatan lo aja." ujar Manu, cowok itu sembari kembali duduk ditempatnya.
"Guu udah baik-baik aja kok, nggak papa." celah Nara.
"Nggak papa gimana? Muka lo pucat gitu, lo harus banyak-banyak istirahat." tukas Manu sembari menatap ke arah Nara yang juga menatapnya. Nara terdiam, ya memang Manu suka tebar pesona dengan kegantengannya. Tapi ini sangat beda bagi Nara. Tatapan itu mengandung arti lain karena Nara tak mau percaya diri atas perhatian Manu.
Nara juga berfikir pasti siswa lain mencibir Manu dan dirinya, seorang Manu menolong Nara gadis yang jutek, dingin dan judes itu. Banyak sekali pasti cibiran-cibiran mereka. Jadi, Nara merasa tak enak dengan Manu.
"Sebaiknya lo ke kelas aja deh. Gue lagi pengen sendiri." kata Nara.
"Nggak, gue mau nunggu lo di sini." jawab Manu kekeh kemudian tangan Manu meraih tangan Nara dan tangan keduanya menyatu.
Nara melihat ke arah tangan mereka ingin memberontak Nara tahu seorang Manu tak mau dibantah. Ia akan tetap kekeh dengan apa yang ia lakukan.
"Lo mikirin apa? Jangan mikirin yang nggak penting,"
"Gue cuma nggak enak sama lo, pasti yang lain ngomong lo cuma gara-gara nolongin gue. Terus gimana sama pacar-pacar lo?" ucap Nara membuat Manu terkekeh geli, ada yang belum Nara ketahui tentang Manu.
"Ppfft, lo mikirin itu? Mending lo tiduran kayak gini." ujar Manu sembari merebahkan tubuh gadis itu secara perlahan Nara pun menurut.
"Mereka nggak akan ada yang mencibir lo atau pun gue, liat aja kalo memang ada yang berani gue beli mulut sampah itu dan gue buang ketempat nya." ujar Manu.
"Gue cuma Nara, cewek yang terkenal jutek sama lo." Nara belum menyelesaikan ucapannya.
"Terus gue peduli gitu? Sekarang fokus sama kesehatan lo ya."
Nara tersenyum seorang Manu bersikap hangat padanya, biasanya menguras emosi dan menyebalkan. Dan Nara berfikir kenapa seorang Manu menolong nya? Atau ada maksud lain? Pikir Nara, Ya seorang Manu memang patut dicurigai, bagi Nara.
"Manu ..." panggil Nara.
"Eum kenapa?" tanya Manu.
"Kenapa lo nolongin gue? Lo nggak malu kan tadi gue pasti kayak orang gila" ucap Nara, Manu mengernyitkan alisnya "Lo kok ngomong gitu?"
"Sebelumnya gue makasih banget lo udah nolong gue. Tapi --"
"Tapi ... apa lagi sih Nara?"
"Kenapa harus lo yang nolong gue Manu, "
"Karena lo mirip mantan pacar gue waktu SD."
Nara terkejut, mantan pacar waktu SD? tak habis fikir ternyata Manu sudah menjadi seorang playboy sejak dini. Ups! Nara ingin tertawa tapi tak berani.
"Mantan pacar? yang bener aja," ucap Nara.
"Iya, lo itu mirip banget sama dia tapi sifat kalian berbeda dia baik, perhatian, penyayang bahkan dia gadis yang manja sama gue. Nggak kayak lo yang sebaliknya nya." ujar Manu.
Nara tak tersinggung, tapi itu bukan seperti Manu pikirkan. Nara adalah anak yang ceria, baik, penyayang ya seperti Nara kecil dulu. Tapi karena ia beranjak dewasa ingin seperti pribadi berbanding balik.
"Masa sih? Mana sini gue liat fotonya," kata Nara
"Ada di kamar gue, kalau lo udah sehat main ke rumah sekalian gue kenalin sama calon mertua lo," ujar Manu, membuat Nara membalakkan matanya.
"Manu apaan sih," ujarnya sembari mencolek lengan Manu.
"Udah berani colek-colek nih?" goda Manu,
Nara menggigit bibir bawahnya, Manu yang melihat rasanya ingin beringasan melahap bibir itu juga. Tapi, keadaan Nara tak memungkinkan masih lemas. Manu masih bisa menahan untuk saat ini.
"Terus aja ngode , giliran dicium diem aja." cibir Manu,
Nara berhenti menggigit bibir, pipinya terasa panas mungkin sekarang sudah semerah tomat matang. Perkataan Manu membuatnya malu. "Manu..ih udah deh," ujarnya begitu manja pada Manu.
"Gue suka gadis manja," ujar Manu
"Em tapi gue nggak manja kok." jawab Nara.
"Keliatan dari sikap lo, udah pengen manja-manjaan kan sama gue." ucapnya membuat Nara malu di hadapan seorang Manu. Akhirnya gadis itu tersenyum lebar, Manu berhasil membuat Nara melupakan kejadian tadi. Manu tersenyum menatap kearah Nara. Mata mereka bertemu, jantung mereka berdegup kencang. Rasanya aneh, Manu saja tak paham dengan perasaannya sekarang.