Sungguh menyenangkan jika bisa tinggal bersama mas Yushimaru, tetapi ... Ini akan menimbulkan masalah yang lebih serius.
Kekasihnya akan mengira dia selingkuh. Aku tak ingin membuat masalah pada kehidupan mas Yushimaru.
Kutolak maksud baiknya, meski terasa tak rela.
"Mampuslah aku, kau akan menyuruhku memasak dan memasak. Aku tak ingin menjadi pembantu rumah tangga mas Yushimaru," ucapku sedikit bercandaan.
Mas Yushimaru tertawa, pipinya mengembang dan agak kemerahan, wajahnya jadi lebih tampan.
"Baiklah-baiklah. Tapi, jika berubah pikiran, kau bisa datang kapan saja."
Bunga-bunga bagaikan jatuh dari langit begitu mendengar tawanya disela ucapannya.
Tak jauh dari kompleks apartemen lamaku, aku turun dari mobil mas Yushimaru. Dia mengepalkan tangan, menyemangatiku sebelum akhirnya mobil itu putar balik dan pergi meninggalkan aku.
[ Rasanya tak rela melepaskan kesempatan baik itu. Padahal aku bisa lebih dekat dengan Mas Yushimaru, tapi aku tak ingin menjadi perusak hubungannya. ]
Aku mengamati sekitar untuk sejenak.
Kawasan distrik 14 begitu sepi, tak ada manusia tetapi di beberapa jendela masih terlihat lampu menyala.
Beginilah kondisi dan suasana apartemenku, dia gedung yang lebih pendek dari gedung lainnya, tidak mewah, malah kotor dan sering tercium bau kencing tikus. Pintu bagian depan apartemen sengaja tidak dikunci, karena pemiliknya tak menyewa petugas keamanan.
Aku berjalan memasuki apartemen, melihat ke arah lobi yang begitu gelap. Di sana tidak ada lampu. Lampu hanya ada di sepanjang tangga.
Andai saja aku tidak melumat permen Indigo, entah apa yang kulihat di gedung ini. Sekarang saja sudah menyeramkan.
Aku berdiri di depan pintu kamar lamaku, dan sesekali melirik sekitar, kalau ada yang memergoki.
Aku berjingkit, mengambil kunci cadangan di balik lampu kecil dekat pintu asrama.
Kubuka pintu kamar dan kunyalakan lampu tengah. Aku mendesah panjang, mengingat kenangan lama yang terpuruk di kamar ini.
Cahaya pijar lampu tengah membawaku pada momen sepi kehidupan lamaku.
Yuki yang tak peduli sekitarnya mau kotor atau bersih, Yuki yang gila kerja dan suka mengoleksi mie cup jumbo. Begitulah aku.
[ Bagaimana aku bertahan dengan hanya satu permen Indigo yang tersisa ini? ]
<>
Suara berisik itu terdengar lagi, suara burung mengetuk kaca. kadang-kadang pagi hari, meski tidak setiap hari. Biasanya burung itu suka sekali memangsa siput putih yang sering memanjat hingga ke jendela. Padahal ini di lantai dua, gigih juga sipit itu. Atau mungkin karena tembok di apartemen ini banyak lumut dan spora yang bisa dimakan siput. Ah, pokoknya aku kembali pada kehidupan lamaku.
Aku berpaling membelakangi jendela, karena langit nan terang mulai membias dari jendela itu. Sebab masih dalam suasana pelarian, aku jadi malas-malasan.
Mata telah terbuka dan sudah mulai segar, padahal tubuhku masih terasa letih. Ditambah perutku bergemuruh. Sejak sore setelah bertemu Hiro, aku hanya sibuk bersembunyi di dalam lemari dan tak sempat memikirkan makan malam.
Untung tadi, aku bawa sebotol air mineral dan dua cup mie instan. Setelah ini aku harus pergi ke pemilik apartemen untuk meminta izin kembali menempati kamar ini.
Selain di sini, aku tidak punya tempat tujuan lagi. Kalau menyewa apartemen di luar, mungkin tak akan mendapatkan kamar semurah ini.
Aku bangun dan berjalan malas ke dapur dan satu lagi yang harus kumohon kepada pemilik apartemen, untuk memberiku gas. Rupanya setelah kepergianku, arus gas di kamar ini sudah putus.
Tak ingin menahan lapar lebih lama, aku membuka ransel dan mengoyak tutup mie cup, mengisinya dengan air mineral.
Sekarang situasinya susah, aku tidak bisa pilih-pilih makanan. Harus menunggu 15-20 menit memasak mie instan dengan air dingin, yang penting mie-nya mengembang dan perut terisi.
[ Omong-omong bagaimana Sakura setelah mengetahui aku kabur dari asrama, ya? ] [ Kurasa dia akan shock. Hemm ... Sakura Sakura, aku meninggalkan teman yang baik. ]
Aku menjulurkan kedua kaki ke depan, bersandar di jendela dengan nyaman. Jendela yang kubuka membuat angin pagi masuk ke ruangan. Meniup punggung leherku, dan wajahku.
Pemandangan di bawah gedung, seperti biasanya. Ada beberapa orang tua yang keluar mengobrol sambil membuang sampah, ada beberapa orang dewasa yang pergi tergesa-gesa untuk bekerja. Aktivitas yang kulihat sekarang senormal yang dulu.
Aku menoleh kembali ke depan, pada mie cup. Kuintip sedikit dan mie itu masih belum mengembang. Aku sudah tak sabar untuk menyantapnya.
Pagi ini, aku harus pergi untuk memperbaiki ponsel bututku dan membeli beberapa makanan untuk 3 hari ke depan. Untung punya uang tambahan dari gajiku kemarin yang diambil Renji dari mas Yushimaru.
"Uang ini ... Ah sudah lah, dia sudah terlalu banyak membuat hidupku susah."
"Sekarang aku harus hidup dengan baik."
Aku merapikan hoodie dan menemukan gumpalan mengganjal di dalam saku. Ku keluarkan permen ajaib yang hanya tersisa satu biji lagi.
"Permen langka dan berharga! Belum tentu aku bisa meminta ini lagi karena mulai sekarang aku tak akan bertemu orang-orang aneh itu lagi."
Kreeeeaaaakkkkkkk
Aku menoleh pada pintu toilet yang berderit. Muncul sosok seorang wanita berambut panjang nan berantakan, merangkak dengan wajah menyeramkan.
Kupikir aku tak akan melihat hal-hal ini lagi.
Aku lekas mengarahkan mataku ke pelafon begitu hantu itu mendadak diam.
Sempat kulihat wajahnya tadi mendongak dengan mata putih yang membelalak.
[ Tidak boleh melihat ke matanya! ]
[ Tidak boleh melihat ke matanya! ] Aku berseru dalam hati sambil mempertahankan mataku, membelokkannya ketika hampir saja mata ini tertarik untuk melihat hantu itu bergerak.
Seluruh tubuhku merinding.
[ Tidak boleh melihat ke matanya! ]
[ Tidak boleh melihat ke matanya! ]
Samar-samar, dia merangkak menuju ke arahku, aku masih mempertahankan mataku untuk tetap mengarah ke langit-langit.
Tubuhku berbalik hendak menghadap jendela, biar mata ini dapat melihat manusia-manusia di bawah sana.
Kudengar suaranya semakin dekat, dan
Brak!
Dia memukul jendela, mencegahku untuk berputar, dia berdiri dengan lutut dan wajahnya tepat di depan wajahku. Jantungku berdetak mulai kacau, aku gugup dan rasanya aura dingin menjalar dari ujung-ujung tangan dan kakiku.
[ Hantu brengsek! Enyah kau dari hadapanku! ]
[ Bagus sekali posisinya. Dia seperti sedang mencurigaiku. Ah, mau berapa lama dia menjadi patung di depan wajahku. Kalau aku berputar, aku akan menyentuhnya. Renji lah yang patut disalahkan atas semua ini ... karena memberiku ramuan aneh sehingga aku melihat makhluk gaib. Hantu Mesum itu juga membuat kepercayaanku semakin kuat dan menyebabkan aku dapat bersentuhan dengan para hantu. ]
Untuk beberapa detik, hantu ini menggerakkan wajahnya ke kiri dan ke kanan untuk mencari arah mataku.
[ Mataku sudah panas untuk berpura-pura. Aku tidak boleh melihatnya, ini demi hidupku yang normal! ]
"Ah, pagi yang indah!" ucapku agar terlihat tak merasakan kehadirannya. Setidaknya aku harus membuat dia berpikiran begitu.