Lampu terang ruangan, memperlihatkan dengan jelas lekuk wajah tampannya yang mempesona.
Saat berjalan, lekuk punggungnya terlihat. Meski tidak pernah melihat dia melepas pakaian, kurasa tubuhnya cukup kekar. Dari keseluruhan toko ini, cuma Mas Yushimaru yang paling enak dipandang. Patut, kalau selama ini Bos mempertahankannya bekerja di sini, demi keuntungan.
Mas Yushimaru pergi menuju meja pemesanan jus untuk menggantikan karyawan yang saat ini telah menyelesaikan jam kerjanya.
Kurasa karyawan yang dijadwalkan kerja malam di bagian pelayanan, belum pada datang.
Suara mobil pick up semakin nyaring terdengar dari samping toko. Para karyawan pengantar yang telah datang, bergegas keluar.
Setiap malam seperti, mobil yang mengambil sayur dan buah dari kebun akan datang ke toko kami. Sayur-sayur itu akan dikemas sesuai pesanan dan disimpan ke mesin pendingin untuk diantar esok pagi.
Mas Yushimaru mengenakan celemek dan duduk sambil membaca salah satu majalah koran. Angin dari kipas angin dekat wajahnya menerbangkan poninya memperjelas dahinya nan kecil.
Aku menarik kaus yang terjepit di sela bra dan meluruskannya hingga menutupi perutku.
"Dia bilang tentang perutku. Ah, malu sekali."
Aku menutup wajah dengan kerah jaket bumber cokelat milik mas Yushimaru. Bau keringatnya yang bercampur dengan kolagen esensial masih terasa segar.
Aku mengenakan hoodie lalu berbalik dan mendekati ruang pendingin. Kuambil beberapa barang belanjaanku tadi siang yang kutitipkan di toko. Kemudian aku berjalan keluar sambil menenteng kantong plastik.
Kuletakkan jaket mas Yushimaru di meja kasir, tak jauh darinya.
"Semoga malam mu menyenangkan Yuki," kata Mas Yushimaru saat menyingkirkan jaketnya dari meja itu.
Aku menoleh padanya sambil tersenyum dan ku lambaikan tangan sebelum keluar dari toko.
Sempat kudengar dia bergumam, "Semoga dia tidak menabrak orang lagi, deh. Dasar ceroboh!"
"Ceroboh!" kata itu sudah melekat padaku.
Aku baru menyadarinya setelah mas Yushimaru menyebutkannya. Bahwa, setiap kali aku sedang ceroboh selalu ada saja yang menolongku.
Seperti mas Yushimaru yang melindungi kepalaku dan memberiku jaket saat aku kehujanan, Niel yang menutup kakiku dengan jubah berharganya dan ada si rambut putih yang menangkap tubuhku saat jatuh, dia juga memberikan permen Indigo yang masih ku simpan bahkan kubawa kemana-mana saat ini.
Dalam sepekan ini hidupku penuh warna karena mereka. Jantung ini entah berdetak atas dasar apa pada dua orang indigo itu. Niel dan Hiro, lagi pula itu gara-gara Renji yang hampir melampiaskan nafsu bejatnya pada keduanya.
Cepat atau lambat, hari-hari ku bakalan makin rusak gara-gara hantu itu.
Jam telah menunjukkan pukul 7.30 malam, sepanjang trotoar aku berjalan bersama manusia dan beberapa hantu yang harus kuhindari.
Ada hantu yang tak begitu peduli, tetapi tak sedikit dari jenis mereka sedang memandangiku terus.
Hal itu, mungkin karena tiap kali berjalan, aku mencoba menghindar setiap berpapasan dengan hantu lain.
Kalau tidak menghindar akan aneh jadinya jika tubuhku terlempar karena menabrak hantu.
Bagaimanapun juga, malam adalah waktu yang tidak baik untukku. Berkeliaran di luar seperti ini jauh lebih beresiko.
Aku harus mengatur jadwal pekerjaan agar tidak pulang malam.
Aku berhenti di ambang gang kecil, yaitu jalan pintas menuju apartemen kumuh.
Gang itu cukup ramai manusia malam ini, bau busuk dan aroma makanan tercium dari angin yang berembus di sana.
Bau itu bercampur, tetapi dapat kubedakan antara bau hantu dan bau masakan. Mencium aroma guring ini, sepertinya ada aktivitas besar para manusia di balik gang ini.
Keberuntunganku hari ini. Aku tidak perlu naik Bus menuju apartemen. Lagi pula aku tidak punya uang banyak karena Bos tidak berkunjung ke toko hari ini.
Aku memutuskan masuk ke gang itu.
Setelah beberapa meter dari mulut gang, di sebelah kiri kawasan itu, ada persimpangan jalan yang penuh dengan cahaya. Beberapa orang masuk ke sana.
Mereka ramai memperbincangkan sesuatu yang kutangkap, ini adalah pasar malam.
Aku cukup tertarik, mending berada dikeramaian manusia dari pada diganggu hantu di apartemen.
Aku berdiri di ambang persimpangan. Gang yang semula sepi dan gelap, sekarang berubah penuh dengan keramaian manusia dan cahaya dari setiap kedai berbinar di mataku.
Sepanjang jalan banyak sekali makanan dan baju-baju sedang diperdagangkan. Lampu-lampu hias membentang di atas, membuat suasana malam jadi makin indah.
Tawa ceria anak-anak yang mengantri sambil melihat atraksi si pembuat gulali, keriuhan para pedagang dan pengunjung tak membuat aku terganggu. Ini menyenangkan!
Aku berjalan sambil melihat-lihat. Aku berhenti di tenda yang menjual aksesoris. Ada sebuah kaca mata hitam yang menarik perhatianku.
[ Aku akan menghindari para hantu gentayangan dengan kaca mata hitam itu. ]
Setelah memilih, kuputuskan untuk membeli satu dan kupakai saat itu juga.
Perasaanku menjadi sedikit tenang setelah memakai kaca mata.
DEG! DEG! DEG!
Jantungku berdebar, saat aroma tak sedap berkibas melewatiku, bersamaan dengan itu ada sensasi panas merapa dari sisi sebelah kananku.
Aku berhenti dan menoleh ke belakang. Setelah melirik ke beberapa pengunjung, perhatianku tertuju pada seorang pria tinggi berkemeja putih yang baru saja melewatiku.
[ Apa dia hantu? ] Aku mengerutkan kening, penasaran.
Pria itu melirik padaku. Buru-buru aku berpaling sambil membetulkan kaca mata. Bulu kudukku berdiri.
[ Ternyata benar. Dia memang hantu. Tapi ... tubuhnya sungguh seperti manusia. ]
Beberapa hantu yang ikut bergelut di pasar malam ini masih memiliki tubuh yang transparan dan melayang. Bahkan mereka ikut memilih barang dagangan milik manusia seakan-akan mampu membelinya.
Untuk pria hantu itu, dia malah berinteraksi dengan manusia.
Berdesir suara pembakaran tak jauh dari posisiku. Aroma sedap dari sosis panggang mengajakku untuk bergabung dengan beberapa orang yang sedang mengantri. Aku akan beli satu, setelah itu pergi.
Walau pun di sini ramai, bagaimana kalau banyak hantu berwujud seperti manusia, seperti pria itu. Aku bisa tertipu.
Sosis besar satu tusuk dengan panjang sejengkal jemariku. Lumaian untuk mengganjal perut. Aku berjalan di tengah-tengah lalu lintas para pelanggan.
Mata ini lagi-lagi tergoda pada sebuah poster yang terpajang cukup besar.
<> MADAM JENI <>
MAMPU MEMBACA PERUNTUNGAN, ASMARA, DAN DUNIA GAIBMU.
BACA NASIBMU DI SINI DAN UBAHLAH!
Pada plakat itu sengaja dihiasi lampu berkelap-kelip sehingga cukup menarik perhatian mata.
Aku menggigit sosis dan berpikir, [ Kucoba tidak ada salahnya. Siapa tahu, dia dapat menutup mata indigo. ]
Tirai beledru ungu kusibak dan masuk pelan-pelan. Seperti di film-film, yang namanya cenayang, dukun atau peramal selalu menata tokonya dengan kesan misterius dan horor. Beberapa lampu berbentuk labu kuning seperti yang digunakan untuk Halloween terpajang di samping tirai. Lampu hiasnya putih keunguan. Kurasa dia penggemar warna ungu. Ada boneka dari jerami mengenakan jubah hitam dan topi kerucut mirip penyihir. Ada pula tirai dari permata yang saling bergoyangan menghasilkan bunyi gemericing. Satu hal yang dapat kurasakan ketika memasuki tempat ini.
[ Tidak ada hantu? Sungguh? ]