Yuki memperhatikan tiga bungkus benda yang berada di telapak tangannya. Dia menatap Hiro, bingung.
"Itu permen, untuk menekan aromamu, sehingga aroma indigo tidak begitu tercium." Sambil berbicara, Hiro menikmati pemandangan kota.
"Di luar sedang banyak sekali bahaya. Kau baru saja membangkitkan mata indigo. Semua makhluk jahat dapat mencium aroma wangi dari pemilik mata indigo yang baru lahir. Seperti barusan, aku dapat mencium baumu ..." Hiro menjeda kata-katanya saat menyentuh bibirnya. "Yang tertinggal di sini."
Yuki melirik bibir pria itu dan berbalik segera. Wajahnya mendadak merah merona dan sengaja ditutup dengan rambut panjangnya. "Renji brengsek! Ini semua gara-gara hantu mesum itu! Dia mencoreng harga diriku."
"Permen itu dapat menekan aroma dan dapat menutup matamu jika kau masih belum siap melihat berbagai hal aneh dunia hantu. Hantu-hantu juga tak dapat melihatmu. Permennya bertahan selama 2 jam. Kalau habis, kau kembali melihat semuanya."
Pada tiga benda yang digulung dengan kertas warna warni, mata Yuki memperhatikan benda kecil itu. "Ternyata ada benda seperti ini?"
Ketika Hiro akan mengambil benda itu kembali, Yuki menggenggamnya kuat-kuat.
"Ini akan percuma kalau kau tak percaya. Permen itu hanya ada di ruang Tuan Kamato—"
"Tu... Tuan Kamato Hitori, pendiri tempat ini?" tanya Yuki, matanya membesar.
[ Bagaimana aku bisa mendapatkannya, kalau benda ini berada di tangan pemilik gedung ini? ] saat berkata dalam hati, Yuki tak henti-hentinya memperhatikan Hiro.
Hiro menoleh pada Yuki dan menggeleng. Pria itu pikir, Yuki tengah menuduhnya macam-macam. "Aku tidak mencuri. Aku mengambilnya sendiri di dunia siluman. Nenekku yang membuatkannya untukku agar aku menjalani hidup seperti manusia biasa."
Terpikirlah oleh Yuki sebuah ide yang dapat menguntungkannya. Otaknya masih bebal dalam hal menerima penjelasan tak masuk akal itu, tetapi untuk kali ini dia mengumpulkan kepercayaannya pada tiga benda kecil itu.
Pikirnya sambil melirik pada Hiro, bahwa dia harus memanfaatkan pria ini untuk bertahan melewati semuanya. Setidaknya sampai menemukan cara permanen untuk menutup mata indigonya.
Yuki memasang wajah tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Eee ... mungkin ini agak aneh setelah semua kesalahpahaman kita, tapi ... ayo berteman!"
"Denganku?" tanya Hiro. Wajahnya seakan-akan tidak percaya.
Selama ini yang mengajaknya berteman hanya Hobito. Hiro menjadi orang yang terkucilkan setelah menyandang gelar Albino Monster di kalangan indigo.
Tentu saja Hiro amat senang, mendengar seseorang ingin menjadi temannya. Lekas dijabatnya tangan Yuki. Mereka pun bersalaman.
[ Aku akan memanfaatkanmu, sebagai bayaran atas apa yang kau perbuat terhadapku. Hanya dengan begitu, kita baru impas, Hiro. ] Yuki tersenyum tipis melihat senyum lebar Hiro yang sedikit agak ke kanak-kanakan.
Senja sudah hampir berakhir. Sebelum meninggalkan rooptop, Yuki memakan satu permen.
Permen itu terasa manis dan berbau wangi.
Sebelum beranjak, ia mengatur napas.
Sepanjang jalan menuju lantai satu, mata itu tak lagi melihat wajah-wajah menyeramkan yang biasanya berkeliaran di tiap ruangan.
Yuki amat senang pada efek permen indigo itu. Matanya bergerak ke sana ke mari mencari kemunculan hantu, tetapi tak tampak satu pun.
<>
Sementara itu, di tempat lain.
Setelah sukses menghebohkan semua orang dan hantu-hantu di lobi lantai satu, Renji dibawa ke klinik kesehatan hantu di baseman departemen psikologi. Di sana Renji bertemu dengan Suno.
Renji duduk di depan pria itu dengan wajah tegang sambil bercerita kejadian sebenarnya yang sedikit ditutup-tutupinya karena malu.
"Hiro memukul dada Yuki. Malah aku yang terlempar keluar dari tubuh Yuki. Tenaga yang sangat besar memaksaku ke luar. Sakit sekali, sampai kekuatanku hilang. Ah, mengeringan sekali."
"Yuki pasti terpukul. Kau akan dapat hukuman jika Madam Ryio melaporkanmu pada Departemen Hantu," Suno menakutinya. Terkadang Suno tertawa sembunyi-sembunyi ketika membayangkan Renji mencium Hiro.
Mendengar itu, Renji hanya cemberut.
"Aku tak habis pikir, kenapa kau nekat sekali melakukan itu pada Hiro. Kasihan Yuki, kejadian tempo hari masih menjadi perbincangan hangat di kalangan senior." Suno berceloteh sembari memeriksa dada Renji.
"Albino Monster seperti Hiro hanya ada dua sekarang ini. Memang beberapa indigo tak mengetahui kemampuan aslinya. Padahal Tim Riset Indigo telah melakukan pengujian terhadap tingkat kekuatan Albino Indigo, tetapi jurnal riset tentang mereka sengaja disembunyikan. Para Albino memiliki mata tajam yang dapat mengetahui hantu di tubuh manusia. Oleh karena itulah, ketua menempatkan Hiro di divisi intelijen dari pada divisi Bogyo.Gent."
"Tampaknya mereka takut, Hiro melewati batas jika diberi wewenang sekuat divisi Bogyo.Gent," lanjut Suno.
"Kemampuannya lebih dibutuhkan dalam pengintaian. Sekarang, kami berusaha membuat Albino lain menggunakan sampel darah milik Furuta, si albino monster selain Hiro. Sebenarnya, operasi ini tidak mendapatkan persetujuan dari Hiro. Mungkin dia takut, manusia yang menjadi subjek ujicoba akan mengalami tekanan mental akibat kesepian dan dipandang sebagai monster, seperti dirinya," terang Suno.
"Ternyata tempat ini jauh dari dugaanku. Karena baru bergabung, aku perlu banyak belajar tentang universitas. Oh, ya ... saat mendapatkan pukulan dari Hiro, aku merasa gelap, seperti ... mati dua kali. Kesadaranku lenyap beberapa saat sebelum akhirnya sadar ketika jatuh ke lantai satu. Dia memang pantas disebut Monster," celetuk Renji.
"Para indigo yang dibesarkan di dunia siluman (dunia gaib) cenderung seperti jembatan dua dunia. Fatalnya bagi kaummu, para Albino dapat mengirimmu ke dunia siluman. Kau akan menemukan sisi kehampaan sebelum akhirnya terlempar ke dunia siluman." Suno menyuntikkan ramuan yang telah diraciknya untuk mengembalikan tenaga hantu Renji.
"Hantu bisa menjadi makanan di dunia siluman. Ada beberapa wilayah kanibalisme, aku pernah ke sana," ungkap Suno kembali menakuti Renji, dengan maksud agar hantu muda ini dapat berpikir sebelum berbuat usil.
Renji menghela napas yang terdengar agak sedikit berat. "Ternyata begitu. Ouh, iya. Dihari aku keluar untuk mengambil gaji Yuki. Di restoran Prancis, aku melihat ada hantu lain yang merasuki seorang gadis, seperti aku merasuki Yuki."
Renji jadi teringat Yushimaru yang berciuman dengan gadis yang tengah kerasukan.
"Benarkah? Itu kejahatan. Seharusnya kau melapor. Bisa saja hantu yang merasukinya memakan jiwa gadis itu. Sekarang beritahu aku, di mana kau melihatnya?" tanya Suno dengan tatapan serius.
"Eh, kenapa masalahnya jadi pelik begini. Baiklah-baiklah. Alamatnya, Nishi-ku; distrik 14 Fukua, di restoran Prancis dekat persimpangan."
Detik itu juga, Suno menelepon bagian departemen Intelijen dan menyampaikan informasi tersebut.
Situasi berubah dan itu terlihat dari raut wajah Suno setelah menutup telepon.
"Ada apa?" tanya Renji.
"Aku dipanggil ke departemen Intelijen. Tunggulah di sini untuk perawatan selanjutnya. Aku akan panggilkan perawat lain untuk menanganimu."
"Ah, tidak perlu. Aku hanya perlu sedikit energi kehidupan. Aku akan pergi mencari Yuki," tolak Renji.
<>
Setelah keluar dari ruangan kesehatan, Renji terbang pelan. Tenaganya sekarang tidak cukup kuat akibat ditampar oleh Hiro. Dia harus makan dan mengisi tenaga.
Renji pergi ke kantin dan bergelut bersama para hantu yang sibuk mengantri makanan.
Renji duduk di meja dekat jendela dan meletakkan semangkok sup darah, iga setengah matang dan sebotol kecil energi kehidupan yang diteteskannya pada sup darah.
Sambil makan, tatapannya mengarah pada para divisi intelijen yang keluar masuk gedung.
"Sekuat itukah Hiro? Wah, aku hampir pindah alam. Omong-omong ... sekarang, bagaimana keadaan Yuki?"