Lantaran sekarang Yuki memasuki masa kuliah, jam kerjanya mengalami penyesuaian. Malam itu, Yushimaru tak tega membiarkan Yuki naik bus menuju universitas Hayakamato. Dia menawarkan Yuki tumpangan gratis dengan mobil Pick Up. Tentu saja Yuki tak menolak. Gadis berambut keriting itu malah senangnya bukan lain mendapatkan perhatian Yushimaru.
Distrik 14 tempat Yuki bekerja cukup jauh dari lokasi universitas. Perlu waktu sekitar 20 menit perjalanan. Sedangkan dengan mobil menempuh sekitar 15 menit. Sekitar pukul 8.15, mobil Yushimaru memasuki distrik baru. Di gerbang itu ada panah menuju universitas Hayakamato.
"Yuki sekolah di sini? Kau tak mau mencari sekolah yang lebih dekat dari tempat kerja?" Yushimaru yang sedang menyetir bertanya sambil memperhatikan lingkungan sekitar.
"Aku tak bisa menarik berkas pendaftaran lagi. Untuk bersekolah di sini aku sudah mengorbankan logikaku." Yuki membuka kaca jendela dan melihat pohon berjejer di pinggir jalan.
"Eh, kenapa dengan logikamu? Apa sekolah ini benar-benar tidak sesuai ekspektasi?" tanya Yushimaru lagi.
"Tentu saja! Aku sepertinya dihipnotis pada pelaksanaan ujian oriantasi. Banyak hal yang terjadi di luar nalar dan perutku mual seketika mengingat apa yng kulakukan di dalam pikiranku sendiri," ungkap Yuki. Dia menatap ke depan. "Aku masuk ke mari karena tergoda oleh fasilitas asrama gratis. Asrama itu ternyata cukup bagus, bahkan lingkungannya dua kali lebih bersih dan higienis dari flatku. Bahkan kami diberi pelayan per orang. Pasti mahal sekali biaya sewa jasa pelayan kamar. sedikit banyaknya aku seperti berada di hotel di drama-drama yang sering kutonton."
Yushimaru tersenyum mendengar cerita Yuki. Pikirnya, Yuki ketika sedang bercerita, seperti anak-anak.
"Kupikir akan ada banyak sekali mahasiswa baru karena fasilitas yang ditawarkan sangat ramah, ternyata berkisar ratus orang saja," lanjut Yuki.
"Emmm ... mungkin universitas ini masih berkembang. Sehingga belum memiliki banyak peminat," ujar Yushimari.
"Mas Yushimaru mungkin tak akan sanggup berada di dalam. Ini tidak seperti ceritamu waktu Mas Yushimaru melakukan orientasi di kampusmu."
Mobil berjalan perlahan, dari kejauhan tembok menjulang dan papan nama universitas cukup jelas terlihat.
Mobil berhenti di samping halte.
"Ini adalah gerbang terbesar yang pernah kulihat di Jepang. Apa mereka terinspirasi dari tembok Cina?" Yushimaru menarik badannya ke depan sembari menoleh ke atas.
Pohon besar di halte bus menutupi sepasang kaki menjuntai di atas tembok gerbang universitas.
"Di dalamnya tak sebanding dengan gerbang tinggi. Begitu masuk, kau akan menemukan harta Karun. Pokoknya bangunan kampusku cukup menakjubkan. Kapan-kapan Mas Yushimaru mampurlah kemari saat siang hari," ajak Yuki agak malu-malu.
"Di sekitar sini, kabut-kabut yang mengembang terlihat menyeramkan." Yushimaru mengelus kedua lengannya. "Seperti hari Helloween!" Kemudian dia tertawa.
"Terimakasih sudah menjelaskan alasan ketidakhadiranku kemarin. Aku berhutang padaku, Mas Yushimaru," Yuki berkata sebelum akhirnya keluar dari mobil Pick Up.
Kaki kecil gadis itu berhenti saat Yushimaru memanggil, "Hai, Yuki!"
Yang dipanggil pun menoleh dengan sepasang alis terangkat.
Yushimaru muncul di jendela mobil dan berucap, "Kalau begitu kapan-kapan kau harus traktir aku!"
Senyum lebar tertarik di bibir Yuki. Gadis itu melambaikan tangan tanda perpisahan.
Sementara itu, di puncak tembok, Hiro duduk sambil meminum minuman kaleng dengan kaki menjuntai.
"Berangkat senidirian, pulang malah diantar lelaki. Jadi ... pria itu yang membuat aku dimasukkan ke dalam mesin cuci waktu itu," Hiro kesal setiap kali teringat kejadian itu.
Dari atas gerbang, Hiro masih memperhatikan, Yuki masuk melalui gerbang ke dua dari samping dan melambaikan tangan pada Sakura di lantai dua asrama.
Sesampainya Yuki di dalam asrama, suasana asrama lantai satu tak banyak berubah dari sejak ia tinggalkan. Saat hendak mengambil kunci kamar, Yuki menemukan memo kecil menempel di meja penjaga asrama.
[Ambil sendiri kuncimu, Ran Yuki! Dan segera pergi ke kamarmu. Jangan sentuh barang-barang di lantai 1!]
Yuki mengambil kunci kamarnya kemudian menaiki tangga ke lantai dua. Selesai membersihkan diri, Yuki mengenakan pakaian tidur. Ketika itu pintu kamarnya diketuk diiringi suara dari luar.
Tuk Tuk Tuk!
"Yuki, ini aku, Sakura."
Rambut masih terbungkus dengan handuk, Yuki berjalan ke depan pintu dan membawa masuk Sakura.
Sakura merebahkan diri di atas ranjang. Dia memperhatikan kamar Yuki dari bawah hingga ke plafon.
"Teman sekamarmu masih belum datang? Ini sudah dua hari. Apa Madam Ryio tidak menanyakannya?"
"Kurasa, teman sekamarmu itu memiliki kedudukan yang elit, sehingga dia tidak terikat peraturan kampus," lanjut Sakura saat menatap pantulan Yuki di cermin meja rias.
"Aku tak ingin berurusan dengan teman sekamar yang belum pernah bertemu denganku. Mengurusi hidupku satu-satunya ini saja sudah cukup sulit," jawab Yuki selagi mengeringkan rambut dengan handuk.
"Kau memang hebat!" Sakura mengacungkan jempol. "Mandiri adalah keahlianmu. Omong-omong, di dalam mobil Pick Up itu siapa? Dia terlihat cukup normal." Sakura berbicara dalam posisi sudah duduk. Senyumnya ditunjukkan untuk merayu Yuki.
Yuki melirik dan membalas dengan senyum nan cerah. "Kau tadi melihat kami? Dia pegawai di tempat kerjaku, dua tahun lebih tua. Aku mengaguminya."
"Hah?" ujar Sakura.
"Mas Yushimaru pria yang baik, dia membantuku bekerja di sana setelah aku dipecat dan luntang-lantung sedang kesusahan mencari pekerjaan. Tidak ada sebaik dan sesopan dia di sini. Aku berhutang banyak hal padanya. Tapi sayang, dia sudah punya kekasih."
"Ada apa dengan nada bicaramu itu? Semangat Yuki. Sebelum acara pernikahan, bukankah masih ada kesempatan?" celetuk Sakura, matanya mengering.
"Aku ... akan menjadi perebut calon suami orang?"Yuki mengiyakan untuk memuaskan temannya.
Seketika itu Sakura tertawa lepas. dia bersila dan memeluk bantal, seolah-olah cerita dari mulut manis Yuki adalah hal yang ditunggu-tunggu. "Kalau begitu, Kak Hiro bagaimana?"
"Hai!" Yuki menyerang Sakura dan menungganginya. "Berhenti mengingat pria itu! Yang kalian bicarakan tadi hanya salah paham! Aku akan sangat malu punya teman seperti kalian."
"Mau mengelak berapa kali pun, Sulit diterima kalau foto ciuman itu saja benar-benar panas!"Sakura menggoda Yuki lagi.
Mereka saling ejek dan saling mengalahkan ucapan satu sama lain. Sampai waktunya tiba, Alarm berbunyi. Absen kehadiran kembali dilakukan satu jam menjelang tidur. Yuki berdiri di depan pintu kamarnya yang sengaja dibuka. Setelah pemeriksaan selesai. Yuki kembali ke kamar, menyikat gigi dan langsung tidur karena hari ini banyak sekali masalah yang membuat dia muak.
Kebiasaan tidur Yuki membuatkan sinar dari luar menjadi penerangan utama kamarnya. Gorden beledru nan tebal disingkirkan, menyisakan gorden tilei nan tipis.
Di tepi ranjang, lampu tidur menyala redup kuning pijar. Yuki mendengkur halus dan tidur sangat lelap. Bahkan teriakan-teriakan seperti malam sebelumnya tak dapat mengganggunya.
Jam menunjukkan pukul 11 malam. Itu berarti 1 jam yang lalu, semua orang sudah harus tertidur dan dilarang keluyuran di sekitar asrama. Namun, peraturan itu tak berlaku bagi Hiro. Pria berambut putih itu dapat mengelabuhi mata besar Madam Ryio yang berada di atas langit-langit tiap pantai.
Hiro masuk dengan cara menduplikasi kunci kamar Yuki. Dia membuka kamar gadis itu, mengintip sedikit lalu masuk pelan-pelan.