Kejadian sebelumnya ....
Malam sebelum jam tidur, Hiro mengeluarkan Horigimi biru dari tangannya. Agar tidak ada yang mencurigainya, telapak tangan itu ditempelkan di permukaan lantai asrama pria. Kemudian, Horigimi dari tangannya menembus tanah dan berjalan menuju asrama. Memasuki padatnya dinding tembok.
Horigimi telah mengenal energi kehidupan Yuki akibat Hiro menyedot energi gadis itu. Saat menembus lantai dua, arus energi Yuki terdeteksi bersumber dari salah satu kamar dekat tangga. Maka, bergegaslah makhluk kecil itu menyusup dibalik sela pintu. Horigimi merasuki kunci kamar Yuki. Setelah menyelesaikan misinya, Horigimi kembali pada sang tuan dan mengubah dirinya menjadi sebuah kunci silver lengkap dengan barcode.
Hiro tersenyum dan menggenggam erat kunci duplikat kamar Yuki. Waktu yang dinantinya telah tiba, yakni padamnya lampu asrama karena memasuki jam tidur mahasiswa.
Pintu kamar gadis berambut keriting itu telah dibukanya. Dia masuk dengan hati-hati kemudian menutup pintu kamar.
Tiga meter dari jarak Hiro berdiri, matanya menatap lurus pada Yuki yang tertidur pulas sekali.
"Desain kamar Madam Ryio memang tak jauh-jauh dari dunia gaib. Sihirnya benar-benark menipu mata manusia biasa. Gadis ini tidak berubah sedikitpun meski di tempat lain. Suasana kamarnya tak jauh berbeda dengan flatnya. Suram dan gelap."
Hiro mendekat di sisi ranjang dan memperhatikan wajah Yuki.
"Si gadis berambut keriting." Dia terkikik kecil.
Hiro menumpu tangan di ujung bantal. Kemudian mendekat ke bibir gadis itu, mencoba menghirup aroma dirinya pada bibir Yuki. Mata terpejam sesaat, sambil mengumpulkan konsentrasi.
"Sudah tidak tersisa, dia akan aman," batinnya. Mata birunya memandang lekukan kelopak mata Yuki.
"Seberapa jauh kau mendengar tentangku?" Hiro bergumam seraya menarik wajahnya menjauh.
Mendadak muncul sesosok hantu dari kolong ranjang dan berbisik. "Apa yang mau kau lakukan pada majikanku? Gerak gerikmu terlihat nakal, Tuan."
Hiro terlonjak dan menoleh ke samping, tetapi tak ada apapun.
Muncul setengah tubuh di perutnya.
Hiro berdecak, wajah hantu itu menatapnya lekat-lekat dan semakin dekat.
"Menjijikkan!" Hiro mendorong wajah Renji si hantu pelayan, menjauh darinya.
"Kenapa kau di sini! Bukankah aku yang menangkapmu! Siapa yang membebaskanmu dari penjara!" Hiro berucap sarkas.
Renji keluar dari perut Hiro dan melayang. "Wo, wo, santai ... santai. Aku tak mau membangunkan gadisku!"
"Gadismu!" kata Hiro, seperti tak percaya apa yang didengarnya.
"Aku dibebaskan karena berkelakuan baik. Sebagai wujud perjanjian, mereka memasang gelang pada kakiku." Renji menujuk Yuki. "Gelang ini ditulis dengan darah gadis bodoh ini. Aku akan menjadi budaknya sampai dia lulus nanti."
"Hukuman yang bagus," Hiro tersenyum miring.
"Kudengar kau melakukan ini itu terhadapnya." Hantu itu menggoyang-goyangkan alisnya.
"Dari mana kau tahu? Kuharap bisa menulikan pendengaranmu sekarang juga!"Hiro menatap Renji sinis sambil menjalin jari-jemarinya.
"Aku baru mau bicara kau sudah mengancamku." Pantat berkibas-kibas di udara kemudian duduk di meja rias. Kakinya berbentuk saat Renji menyilangkan kaki. "Semuanya sudah tersebar dikalangan hantu. Tolong beritahu aku bagaimana berbicara dengan gadis ini."
Hiro mendengus, malas. "Bukankah kau bisa melakukannya semaumu? Sekarang kau berdua di kamar ini tiap malam dengannya."
Hiro mengikuti gerak-gerik Renji yang terbang mengelilingi tubuhnya. Kemudian hantu itu merangkul pundaknya bagaikan kawan akrab.
"Dia tidak melihatku."Hantu itu pura-pura menangis. "Ayo beritahu aku cara kau mendekatinya."
Dalam sekejap Renji beralih melayang di atas tubuh Yuki. "Apa dengan menciumnya. Muack ... Muack ... muack!" Bibinya dimonyongkan ke arah bibir Yuki.
Merasa diejek Hiro pun terpancing."Dasar Hantu Bodoh!"
Kepalan tangan memukul wajah Renji hingga berkedut. Renji pun terlempar menembus jendela. "Kurang ajar!!! Tunggu pembalasanku!"
"Siapa yang menentukan gadis ini terikat bersama hantu genit itu? Hubungan mereka akan kacau!"Hiro keluar dari kamar Yuki dan berlanjut menuju kamarnya di level emas.
Beberapa saat kemudian. Di antara celah gorden beledru pada jendela, mata besar Renji menelusuri isi kamar Yuki. Dia sempat mengintip cukup lama untuk memeriksa keberadaan Hiro.
Setiap hantu umumnya memiliki kemampuan untuk mendeteksi aura manusia di sekitarnya. Namun bagi Renji untuk membaca keberadaan Hiro terbilang sulit. Madam Ryio, hantu yang dapat mempertahankan eksistensi tubuh hampir 24 jam di dunia manusias berhasil dikelabui Hiro. Apa lagi hanya dia, hantu biasa.
Renji tiga tahun lalu menjadi buronan Hiro. Hanya dalam satu malam pengintaian Hiro berhasil menjebaknya hingga tertangkap dan dijatuhi hukuman kurungan selama lima tahun. Beruntung, pemimpin penjara yang baru saja diangkat melonggarkan hukumannya lantaran selama menjalani kurungan dua tahun, Renji dinilai telah bertobat. Sehingga dapat ikut serta mendaftarkan diri sebagai pelayan bagi mahasiswa baru selama 3-4 tahun.
Bagi kebanyakan hantu, penjara adalah hal terburuk selain penyiksaan. Untuk beberapa kejahatan, sekolah itu memiliki level penjara selayaknya asrama.
Penjara level 1 berada di alam semu yang dalam dan dapat menyebabkan hantu berhalusinasi sampai gila. Penjara level 1 itu disebut hutan hitam yang dialih fungsikan sebagai sarana melakukan ujian orientasi.
Level 2 lebih seperti penjara untuk manusia. Sedangkan level 3, bukan seperti penjara lagi. Tetapi seperti pelatihan militer bagi hantu-hantu, tentu saja semua yang ikut serta akan diberi gelangkaki. Gelang dari jaring yang kuat yang dapat membuat semua kekuatan hantu tak dapat digunakan jika terjadi pengkhianatan.
Kalau hantu yang telah diberi kelonggaran, akan dijadikan pelayan di sekolah besar ini. Menjadi hantu pelayan dapat bebas berkeliaran tapi, tidak untuk siang hari. Beberapa hantu tak tahan dengan cahaya matahari sehingga di sekolah itu aktivitas hantu dimulai sejak senja hingga menuju fajar muncul lagi.
Setelah yakin Hiro telah pergi, Renji kembali ke kamar Yuki. Kepalanya menembus pintu. Di luar kamar, dilihatnya para hantu lain tengah sibuk melaksanakan jadwal kebersihan dalam pengawasan mata besar Madam Ryio.
....
Di sekitar lantai dua, suara teriakan menggema seperti malam sebelumnya. Dari ujung lorong seorang gadis berlari sambil menjerit minta tolong. Gadis itu dengan cepat berlalu di depan Renji.
Renji menggorek telinganya dan meniup ujung jemarinya.
"Sibuk sekali di sini." Matanya beralih pada bocah kecil yang berlarian sambil tertawa. "Hai bocah, kamar berapa yang keluar hari ini?"
"Ouh, Kak Renji. Masih Kakak Cantik yang kemarin. Aku ingin mengejarnya, hahaha."Bocah hantu itu melambaikan tangan, berlari sambil tertawa riang.
"Bagaimana tidak berteriak. Bocah itu mengejarnya sambil cekikikan begitu. Dasar Bocah Usil!" Renji melantangkan suaranya, "Hai, Soki ... Kau akan dapat hukuman jika Kakak Cantik itu terluka!"
"Ternyata bukan hanya Yuki-ku yang manusia biasa di kampus ini."
"Hai, bagaimana dengan majikanmu, Renji? Masih belum bisa berkenalan?" tanya gadis kurus dan tinggi.
Renji menggeleng, "Beri aku trik!"
"Kemarin, kau sudah melihatku berbicara dengan Sakura. Cukup mudah, 'kan. Terapkanlah apa yang kau lihat. Jangan hanya memandangi majikanmu saja!" ucap Nami, pelayan Sakura."Hari ini aku tak ingin mengganggu, Sakura. Dia tidur sangat nyenyak. Aku akan ke bawah untuk makan. Kau mau ikut?"
Renji menunduk dengan wajah cemberut. "Aku tidak napsu makan."Dia menghilang di balik pintu dan masuk ke kamar Yuki.
Renji menyelinap masuk ke selimut, mengembul dan muncul lagi di dekat telinga Yuki. Tangannya nan dingin merapikan rambut di sekitar telinga gadis itu.
"Yuki, ayo bangun. Kita bicara!" bisiknya.
"Yuki, ayo berkenalan!" Renji meniup telinga Yuki berkali-kali, tetapi tak ada respon bahwa gadis itu merasakan keusilan pelayannya.
"Ah, bebal sekali gadis ini!" Renji kesal lalu melancarkan keusialan yang lain.
Selimut Yuki ditariknya, tetapi sesaat saja melihat tubuh pendek Yuki membuatnya tak tega. Selimut itu dirapikannya lagi dan ditutupinya tubuh Yuki.
Renji duduk di kursi di depan meja rias. Sambil melirik Yuki, dia menjatuhkan kunci kamar, bedak, lipstik. Kemudian beralih mengobrak-abrik buku. Karena tak efektif juga, Renji mulai berpikir.
Muncul bolam menyala di atas kepalanya, Renji menghidupkan kipas angin dan mengarahkannya pada Yuki. Dia duduk di tepi ranjang sambil menunggu Yuki bangun. Perlahan-lahan, matanya berat dan Renji pun terlelap di samping Yuki.