Mentari pagi mengusir gelapnya ruangan kamar Yuki, masuk dari celah gorden beledru yang bergoyang.
Angin yang menerpa wajah, mengusik tidur Yuki. Gadis berambut keriting itu bangun dan merasakan wajahnya membeku.
"Apa tadi malam aku menghidupkan kipas angin?" tanya Yuki seraya mengingat-ingat. "Ah, apa yang salah denganku? Pasti terlalu lelah, sampai-sampai aku tidak ingat apa yang kulakukan."
Ketika dia bangkit dari ranjang, Renji ikut terbangun. Mata Renji langsung segar melihat Yuki mematikan kipas angin itu.
"Hai, Yuki! Apa kau mulai merasa bingung? Ayo pikirkan tentang hantu. Buka pikiranmu, Yuki. Ini aku, pelayanmu! Sudah tiga hari kita tidak bicara, bukan? Aku butuh bantuanmu menyusun laporan dan memberikannya kepada Madam Ryio." Renji berhenti saat Yuki berdiri di depan jendela. Cahaya matahari menerpa tubuh gadis itu.
Renji terbang mendekati plafon. "Dia mungkin belum bisa mendengarku. Baiklah, kita pelan-pelan saja." Sepanjang jalan Renji berbicara, mengikuti Yuki membereskan kamar.
Ketika itu perutnya berbunyi, Renji sedang kelaparan.
Apakah hantu bisa kelaparan? Tentu Saja. Mereka makan makanan hantu, diambil dari hasrat buruk manusia, aura, dan kenangan yang membahagiakan, bahkan tulang-tulang merah ayam atau sapi yang disisakan si tukang masak di kantin. Mereka menyedot sumsum atau membawanya ke dapur hantu untuk mengolah makanan kecil itu menjadi sup.
Lalu, dimanakah dapur hantu sebenarnya? Ruangan itu ada di lantai bawah. Basmen, tempat asrama hitam berada.
Hantu di dunia ini beraktivitas layaknya para manusia. Mereka memiliki tempat atau wilayah kekuasaan masing-masing. Seperti pasar gaib, taman bermain, toko, bahkan pedesaan yang di penuhi rumah-rumah. Mereka hidup berdampingan dengan manusia, makan dari sisa-sisa makanan, sisa ayam-ayam yang dikuliti dan darah yang masih basah di tanah. Umumnya tempat penjagalan hewan ternak adalah pasar bagi para hantu. Mereka dapat mengambil ekor sapi yang dibuang, kepala, otak, isi perut dan hal-hal yang tidak dimakan manusia.
Mahasiswa dari sekolah indigo tidak bisa seenaknya menangkap hantu-hantu yang telah lama berada di suatu tempat bahkan membangun wilayah sendiri.
Universitas itu dibangun untuk mengurangi bahkan mencegah tindak kejahatan terhadap manusia. Jika disuatu wilayah ada hantu yang mengganggu manusia, mereka akan menyusup ke wilayah tersebut dan menangkapnya.
Tata hukum di dunia hantu lebih bebas dibandingkan dunia manusia. Mereka tak perlu surat izin penggeledahan atau penangkapan. Begitu ada kejahatan, beberapa mahasiswa dari divisi Bogyogen dan intelijen akan ditugaskan.
Hantu makan hanya sekali dalam sehari, itupun untuk menguatkan eksistensi mereka di dunia hantu. Hantu dan para siluman dari keluarga bangsawan lebih mendominasi dunia itu. Mereka para elit, kejam terhadap hantu rendahan. Oleh karena itu, dunia manusia adalah surga bagi hantu tanpa status kebangsawanan.
Di Universitas Hayakamato, hantu-hantu yang telah dinyatakan baik akan diberi kesempatan untuk bebas. Kebebasan mereka dengan syarat yakni menjadi para pelayan di sekolah indigo. Mereka kadang makan dari dalam diri tuannya. Melalui protein darah. Memintanya sedikit dalam batas-batas wajar atau menyedot energi manusia. Seperti yang dilakukan Hiro kepada Yuki. Akan tetapi cara Hiro terlalu ekstrim dan membahayakan nyawa.
Menyedot energi dan menyerap protein dari darah juga tak sembarangan. Mereka harus menunggu tuanya tidur dan hanya dilakukan empat kali dalam seminggu.
Renji melayang dengan punggung bungkuk nan lesu. "Aku menyerah untuk mendapatkan perhatiannya. Gadis ini punya mata batu! Pantas saja, Tuan Hiro mengatakan kalau aku mendapatkan hukuman yang bagus dengan menjadi pelayan gadis biasa ini, rupanya dia sedang menertawaiku," Renji menggerutu dan meninggalkan Yuki. Dia keluar dengan menembus lantai kamar Yuki, hingga mencapai lantai satu.
"Aku akan mengosongkan laporan minggu ini kepada Yamato. Dia pasti mengomeliku lagi. Aku tidak boleh menyerah begitu saja, esok akan kupastikan Yuki dapat menyadari keberadaanku."
Yamato Nadeshiko adalah penanggung jawab divisi hantu. Di divisi ini terbagi pada dua level, level paling rendah adalah pelayan seperti Renji dan divisi paling tinggi disebut Prajurit hantu.
Renji memasuki barisan para hantu pelayan. Kemudian mereka menembus pintu baja dan menyusuri tangga ke basemen bawah tanah. Menuruni tangga dengan tertib bersama hantu lainnya. Sampai di ruang bawah tanah, para hantu mulai menyebar menuju peti-peti mati.
Ruang bawah tanah bagi hantu berada di bawah lebih jauh dari basmen asrama hitam yang diperuntukkan bagi mahasiswa pemegang kunci hitam. Ruang bawah tanah itu mirip seperti lorong cacing. Dindingnya tak berlapis apa pun selain hanya tanah yang lembab, hampir tidak ada udara sehingga tak ada makhluk sejenis manusia melainkan cacing dan hewan-hewan tanah lainnya. Tiap satu meter, terdapat lilin yang menyala kuning, sehingga tampak suasana basmen itu suram dan tenang. Basmen memiliki banyak jalur lorong sebagai akses menuju beberapa departemen indigo.
Pada salah satu lorong, para hantu terbang pelan, berbaring tertib. Renji ikut bergabung.
"Renji, mau kemana? Itu bukan jalan menuju ruang istirahat, kau mabuk lagi ya? Eh, bagaimana dengan tuanmu?" tanya Nami, pelayan Sakura. Hantu cantik itu terbang menyusul Renji.
"Aku ingin meminta bantuan Divisi Psikologi. Siapa tahu mereka punya acara agar tuanku dapat melihatku. Kau sendiri hendak kemana?" Renji balik bertanya.
"Memeriksakan mulutku. Kata tuanku, aku harus pergi ke Divisi Psikologi. Apakah mulutku bau? Aku tidak menciumnya," ujar Nami. Dia mendekati wajah Renji dan meniupnya.
"Bau racun pembasmi serangga dan ada sedikit bau ayam busuk. Untung aku tidak bunuh diri seperti mu. Bunuh diri dengan menenggak racun memang benar-benar cara mati yang payah. Sampai kapanpun kau akan menanggung bau itu. Tuanmu benar-benar akan pingsan mencium bau mulutmu!" Renji berceloteh, sesekali terkikik.
Platak!
Pertemuan telapak tangan dengan pipi tirus pria itu menggema di dalam lorong tanah. Seluruh hantu memandangi mereka.
"Brengsek!" Nami menutup mulutnya dan pergi menjauhi Renji. Dia menerobos antrian para hantu.
"Dasar wanita, sudah mati pun masih sensitif."
Biasanya hantu yang merasa terganggu dengan tuannya, akan disugesti agar memiliki kesadaran untuk melakukan pemeriksaan psikologi. Hal yang paling buruk jika itu tidak dilakukan, emosi yang tak terkendali para hantu dapat menyebabkan penyerangan.
Tiap tahun selalu terjadi korban akibat ketidakseimbangan emosional. hal itu juga dikarenakan banyaknya tekanan tugas yang dibebankan kepada para hantu pelayan.
Divisi Psikologi juga mendirikan beberapa cabang di luar wilayah kampus untuk melayani keluhan para hantu di lingkungan manusia.
Renji berjalan mengikuti barisan. Saat antrian mulai maju, dia mendengarkan pembicaraan seru dari beberapa hantu.
"Lishin belum kembali sejak melakukan patroli di sekitar distrik 14. Teman se tim denganya sempat mendengar cerita Lishin kalau ada orang yang mencurigakan di salah satu apartemen," Hantu berbaju tentara bercerita, dan teman-temannya bergerumbun di sekelilingnya.
"David juga belum ditemukan setelah bertugas kemarin. Bahkan Sammi yang hanya hantu pelayan di level emas, pergi ke depan gerban dan kemudian menghilang tanpa jejak," timpal pria gendut bertopi.
"Semakin marak saja hantu-hantu yang hilang bulan ini. Apa jangan-jangan ada yang menculik?" pikir Renji. "Lagi pula untuk apa menculik hantu, bukankah biasanya hantu yang menculik manusia."
"Kasus Lishin sudah diambil alih Divisi Bogyogen. Sampai saat ini mereka belum menemukan jejaknya, hanya gelang kakinya ditemukan di tempat terakhir," ungkap hantu berbadan kekar.
Ramai para hantu berkomentar tentang kejadian misterius menghilangnya beberapa hantu saat bertugas. Masalah itu pula membuat gempar hantu di beberapa penjara dan hantu-hantu yang gentayangan di lingkungan manusia.
"Aku bersyukur tidak ditugaskan di Divisi Prajurit. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada mereka yang menghilang itu," Renji bergumam, kakinya bergerak beberapa langkah setelah antrian kembali maju.
Di persimpangan lorong, Renji membeli minuman dingin untuk mengisi perut. Dilemparnya uang koin sebagai bayaran.
Tak ubahnya di dunia manusia, mereka juga menggunakan uang milik manusia, sehingga dengan begitu hantu juga dapat bertransaksi dengan bebas, tanpa mengubah daun, barang-barang kotor untuk melakukan barter.
Hanya orang-orang kaya yang dapat menikmati makanan seperti manusia. Untuk mendapatkan uang koin saja sangatlah sulit. Partner barter pun juga hanya dari orang-orang terpilih, khususnya para indigo yang sudah kebal dengan wajah-wajah seram bangsa hantu.