Chereads / White Love In The Dark Sky / Chapter 40 - Membuka Mata Indigo 2

Chapter 40 - Membuka Mata Indigo 2

Pria pucat, dengan setengah tubuh yang tak berbentuk sempurna itu mengembuskan napas pendek-pendek. Kepalanya menunduk, memikirkan cara mengusik Yuki untuk besok malam.

"Aku masih terlalu lembut padanya. Harus memikirkan cara jahat, yang paling jahat sampai mata batu itu bisa terbuka lebar dan melihat wujudku. Gadis itu ... tubuh pendek dan rambut keritingnya membuat aku gemas sekali."

Renji menembus dinding ke dua dan berhenti di kamar Sakura. Dilihatnya, teman sekamar Sakura, Yoshino Hanni sedang menyisir rambut di depan cermin, sementara itu sesosok hantu berbadan tinggi lagi membereskan kamar.

Hantu itu berjas hitam, berdasi pita, dan wajahnya tertutup oleh topeng putih bermulut tersenyum. Dia dipanggil Kiraa. Renji merasa paling tidak cocok dengan hantu jangkung itu karena perangai Kiraa yang sering berubah-ubah.

Kedua penghuni kamar menatap Renji, heran.

"Maaf kukira tidak ada orang." Renji membungkuk sambil minta maaf.

"Kau mencari Nami?" tanya Kiraa. Suaranya teredam oleh topeng.

"Tebakan yang tepat, Kiraa. Kau tahu dia dimana?"

"Bukankah kau yang tahu dia dimana. Aku hanya mendengar dari Sakura kalau Nami pergi ke rumah keluarganya."

"Ada apa dengan kalian berdua. Apa kalian memutuskan untuk kencan?" Hanni ikut dalam pembicaraan. "Kau selalu terlihat bergaul dengan Nami."

"Tentu saja tidak!" Renji menepis anggapan itu mentah-mentah. "Kalau begitu, dia belum kembali ke asrama!"

Renji berpamitan, kemudian menembus beberapa kamar di lantai satu. Saat memasuki salah satu kamar, sesosok hantu memanggilnya.

"Hai, Renji. Apa kau ikut antrian ke Divisi Psikologi lagi?"

"Ya, begitulah. Hari ini siapa yang jaga?"Renji menyahut sepintas sebelum akhirnya menembus kamar lainnya.

"Yukiteru Niel atau Watanabe Sonusuke!"

Ingin mendengar jawaban hantu penghuni kamar itu, Renji muncul di balik lantai. "Sungguh? Tuan Niel yang berjaga?"

Tanpa mendengarkan tanggapan hantu itu, Renji menembus lantai bawah. Dalam beberapa detik dia sampai di lorong tanah. Dia terbang menyisir beberapa lorong hingga sampai di barisan terakhir antrian.

Sejauh matanya melihat, tak banyak antrian hari ini. Hanya sekitar 20 hantu yang berdiri di depannya. Dan lagi-lagi para hantu bergosib tentang hilangnya hantu di sekitar distrik 14.

Omong-omong soal hilangnya hantu, hari ini Renji juga tak melihat keberadaan Nami. Dia jadi khawatir kalau Nami diculik oleh sesuatu. Renji berencana akan ke luar dan mencari gadis itu setelah menyelesaikan konsultasi psikologinya.

Satu jam berlalu, antrian terakhir telah dipanggil. Renji masuk dan wajahnya sumringah ketika melihat Niel duduk di depan meja.

"Renji, bagaimana perasaanmu setelah bebas dari penjara?" Pria berambut hitam legam itu langsung melempar pertanyaan.

"Tak perlu kau tebak, tentu semua orang senang bebas dari penjara. Penjara adalah tempat terburuk di tempat ini. Dan aku memastikan diriku sendiri tak akan lagi mengingat lantainya,"balas Renji dengan nada berapi-api.

Saking kapoknya di penjara, Renji sampai mengatakannya dengan sepenuh hati.

"Kudengar, kau pelayan Yuki—"

"Statusku sebagai pelayannya, yang membawaku terus datang ke klinik kesehatan mental. Aku jatuh hati pada pandangan pertama dengan gadis keriting itu."

Seketika itu, gelora emosi mencuat dari kerutan di ujung alis Niel. Otot wajahnya berusaha mempertahankan tatapan dingin.

"Setelah menjalani selama empat hari ... bisa disebut ini hukuman,"keluh Renji. Namun dalam hati, Renji teramat senang karena memiliki tuan seorang perempuan.

"Bisa kubayangkan seberapa besar tekanan mentalmu menghadapinya. Yuki tak bisa melihat hantu. Dia memang sulit dipercaya. Meski sudah menjalani orientasi asrama, kekuatan spiritual pada matanya tak terbuka. Kemarilah, duduk!"

Renji terbang mendekat, wajah terlihat masam.

Niel yang melihatnya jadi tak tega. Dia berpikir pasti begitu berat berada di sisi gadis itu.

"Tolong, jangan tunjukkan wajah memelas seperti itu. Aku tak akan kasihan, melainkan akan tertawa lepas!"

Pupil mata Renji membesar, layaknya kucing lucu minta dielus. Ingusnya beriringan keluar bersama air mata, bibir bawahnya sengaja dimonyongkan. Wajah Renji benar-benar menggemaskan ketika sedang minta kasihani.

"Ceritakanlah apa saja yang sudah kau lakukan untuk menarik perhatiannya?" Pembicaraan serius terjalin begitu Niel bertanya.

Renji menyedot ingusnya yang menjulur keluar, lalu bercerita, "Menggunting kukunya saat tidur. Menggantung celana dalamnya di langit-langit. Berbicara sebelum dia tidur, menyentuhnya, mencorat-coret wajahnya dan terakhir tadi malam masuk ke dalam mimpinya. Dia mengayunkan pemukul baseball seperti atlit profesional dan memukul kepalaku hingga terlempar dari dunia mimpi. Kalau dalam satu minggu aku tidak melaporkan kinerjaku, ketua divisi hantu akan melakukan sesuatu terhadapku. Bukankah kami dijadikan pelayan untuk memperkuat kekuatan indigo tuan kami? Bagaimana denganku?"

"Beruntung sekali gadis keriting itu, karena aku hantu paling sabar di dunia. Ah ... Kalau itu hantu lain, mereka akan menelannya bulat-bulat meski konsekuensi penjara."

Niel tak sanggup menahan tawanya. "Kau sungguh bekerja keras sekali. Aku kasihan melihat kesungguhanmu yang tidak diakui oleh Yuki. Dia memang gadis paling unik dikalangan mahasiswa baru. Yuki mendominasi mimpi, hantu sepertimu hanya akan menjadi alur cerita mimpinya. Sonu menceritakan kesulitanmu padamu kemarin. Aku sudah memikirkan jalan keluarnya. Menggunakan ramuan indigo."

"Hah! Bukankah itu bertentangan dengan peraturan? Untuk kasus langka seperti Yuki. Mahasiswa baru dari kalangan manusia biasa, perlu bimingan sebulan penuh sebelum menerima kemampuan indigo."

"Lantas kau ingin menerima sanksi dari ketua divisimu?" tanya Niel. "Kau mungkin akan kembali ke penjara."

"Tentu saja tidak!"sergah Renji.

Kalau berkaitan dengan dirinya, Renji akan melakukan apa saja agar tidak mendapat masalah serius dengan ketua divisi.

Niel memberi isyarat dengan jarinya agar Renji mendekat. "Siapa saja dapat mendengar pembicaraan kita. Yang kusarankan ini adalah pelanggaran tingkat berat. Dapat menyebabkan pemilik mata indigo bunuh diri. Tentu aku tidak mau itu terjadi para Yuki. Oleh sebab itu, separuhnya akan ditanggung olehmu. Kau harus membuat dia menghindari bunuh diri. Ini akan menjadi rahasia kita!"

Niel menjeda ucapannya sebentar saat memikirkan sesuatu. "Sebagai bayarannya, jadilah mata-mata dan bekerja untukku."

Renji menelan saliva dan matanya membelalak pada Niel. "Deal!"

Begitu kesepakatan selesai dibuat. Niel meminta Renji menunggu di ruangan itu, sementara dirinya pergi ke ruang obat.

Ruang obat lima meter dari ruangan pemeriksaan. Niel mendorong pintu dan melihat Sonu sedang meracik beberapa serbuk-serbuk tumbuhan ke dalam panci.

"Ada apa kemari? Kau kewalahan menangangi para hantu itu?" tanya Suno.

"Tidak. Hari ini tak banyak pasien yang kutangani. Besok aku ada tugas, aku butuh ramuan indigo untuk membuka mata seorang manusia. Kasus kali ini ada siluman yang menyamar menjadi suami klien. Divisi Psikologi memintaku melakukan kunjungan rumah."Niel duduk di dekat Suno.

"Tidak biasanya. Dalam satu bulan ini, cuma kau yang menginginkan ramuan itu."

Dua puluh menit kemudian, ramuan yang dimasak pada tungku ukuran sedang, dicampur api

horigimi hitam, hingga uap pada tungku lenyap. Ramuan itu berubah dingin dan dapat dimasukkan ke dalam botol kaca kecil.

"Hati-hati menggunakannya. Jangan sampai tersentuh oleh anak kecil." Suno menyerahkan botol kecil itu. "Satu dosisi botol kecil untuk satu manusia."

Saat menyambut botol itu, mata Niel lebih tertarik melirik pada sisa ramuan di dalam tungku. "Terima kasih. Sisa ramuan itu, kau akan membuangnya?"

"Ah, ini. Aku akan membekukannya."

Niel keluar dari ruangan obat dan kembali ke ruangan pemeriksaan. Ramuan indigo diserahkan pada Renji.

<>

Malam yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Renji menjalankan aksinya. Saat Yuki pergi membersihkan gigi, ramuan indigo diteteskannya pada gelas minum Yuki yang terletak di nakas.

Tak lama, Yuki keluar dari kamar mandi lalu duduk di tepi ranjang. Gadis itu meminum air dalam gelas, seteguk demi seteguk kemudian bersandar sambil membaca buku. Setelah lima belas menit, Yuki tertidur. Dan Renji harus menunggu tengah malam agar ramuan itu bereaksi pada tubuh gadisnya.