Chereads / White Love In The Dark Sky / Chapter 39 - Membangkitkan Mata Indigo

Chapter 39 - Membangkitkan Mata Indigo

Renji terbang ke dapur. Di sana dia menemukan ayam dan nasi dalam kotak bekal makanan yang terbuka. Disantapnya makanan itu dengan lahap.

Seorang pegawai toko datang mendekat. Duduk di depan hidangan itu dan ikut makan bersama Renji.

"Kenapa makanannya jadi hambar dan kurang sedap? Apa sudah kadaluwarsa?" kata si pegawai.

"Astaga, aku makan terlalu banyak, sampai lupa menyisakan untuk manusia," Renji bergumam.

Suara mobil di samping dapur membuat Renji berhenti makan. Renji terbang cepat ke ruang ganti dan menemukan Yuki sudah tidak berada di dalam.

Bola matanya bergerak mengikuti sebuah mobil pribadi berjalan dari belakang toko ke jalan raya.

Renji menyeka mulutnya, kemudian berlari mengejar mobil itu.

....

Dari kejauhan, Renji meningkatkan kecepatan terbangnya mengejar mobil itu. Begitu telah dekat dia berniat menerobos masuk ke mobil. Namun, diluar dugaan begitu menerobos, tubuhnya membentur kaca belakang mobil dan Renji terguling di jalan. dia terlindas beberapa mobil.

"Arggg ... Kenapa tidak bisa ditembus? Seluruh tubuhku terasa remuk semua. Aneh sekali mobil itu. Apa jangan-jangan mobil punya pendeta?"

Setelah istirahat beberapa saat di trotoar, Renji terbang lagi dan kali ini mewaspadai mobil itu. Renji terbang dua meter di atas mobil, matanya memicing tajam.

Begitu Yuki membuka jendela mobil. Renji secepat angin, masuk dari celah jendela itu. Dia berbaring di sepanjang kursi belakang sambil memijat lengannya.

"Kurang baik apa aku ini. Tidak ada pelayan di asrama senekat aku. Yuki memang gadis beruntung memiliki pelayan sepertiku." Renji membanggakan diri.

Sekitar dua puluh menit, mobil sampai di depan gerbang universitas. Renji turun bersama Yuki. Dia berdiri di atas gerbang melihat gadis itu melambaikan tangan pada Yushimaru.

"Aku hampir menyebut mereka sepasang kekasih. Tetapi pria itu sudah punya pacar. Kenapa dia begitu dekat dengan gadisku? Menjengkelkan! Dia bisa disebut berselingkuh!" Renji menggerutu.

Sepanjang jalan, Renji terbang mengikuti Yuki memasuki asrama. Sesampainya di kamar, Yuki pergi ke kamar mandi. Renji berbalik dan menembus tembok kamar hingga ke kamar Sakura. Renji mengabarkan pada Sakura, kalau pelayannya sedang pergi ke rumah kediaman untuk mencari uang yang tersisa.

Waktu yang ditunggu Renji pun telah tiba. Semua lampu lorong dimatikan karena memasuki jam istirahahat. Keheningan menemani Renji di samping pintu kamar Yuki. Dilihatnya, aura mistis dari lantai satu memasuki lantai dua, satu persatu hantu bermunculan.

"Saatnya beraksi!" Renji berbalik lalu menembus pintu kamar.

Cahaya ruang kamar Yuki telah redup. Hanya tersisa cahaya kuning lampu tidur. Semangatnya berkobar mendengar Yuki mendengkur. Dia duduk di sebelah Yuki, memandang wajah lelah gadis itu dengan mata berbinar. Dari telinga Renji masuk dalam bentuk asap tipis.

Eksistensinya menembus sebuah dunia mimpi yang berkabut. Melalui jendela, Renji melihat lingkungan luar yang asing.

Aura sedap di belakang, menarik perhatiannya. Yuki duduk menghadap perapian yang menyala. Renji mendekati Yuki, dia duduk di kursi menghadap Yuki yang sedang menghitung uang.

Renji menggaruk kepalanya. Matanya melirik ke atas langit dan ruang sekitarnya dan pada penampilan Yuki. "Kurasa dia sedang bermimpi menjadi bandit? Atau—"

"Kusuruh kau menagih utang, sekarang kenapa kembali?" tanya Yuki, dingin dan tegas.

Renji memperbaiki jasnya.

"Eh, kapan aku mengenakan setelan ini? Jadi ... tadi itu Yuki berbicara denganku?"Senyum lebar tertarik pada bibir Renji. "Gadisku rupanya bermimpi menjadi orang kaya dan aku renteniernya. Mungkin aku bisa menyisipkan sesuatu dipertemuan ini."

"Kesampingkan dulu masalah itu. Aku perlu mengakui sesuatu padamu," ucapan Renji.

BRAAKK!

Meja dari kayu digempur oleh tangan kecil Yuki. Renji terperanjat, dia tak punya jantung tetapi, sikap kasar itu berhasil menciptakan jantung baru. Kaget bukan main dirinya sampai-sampai mengelus dadanya.

Renji menelan Saliva."Beringas sekali gadis ini. Untuk gadis yang cukup feminin, mimpi ini tidak cocok sama sekali,"batinnya.

"Uang sangat penting zaman sekarang! Perbaiki otakmu, atau kupotong gajimu!"

"Ah ... aku hampir menganggap dia laki-laki," Renji bergumam.

"Tenanglah. Anak buahku sudah kukerahkan untuk menangihnya. Sebentar lagi aku akan ke sana setelah mengatakan sesuatu padamu."

Yuki meletakkan uang yang dihitungnya. Kini gadis itu bersandar sambil bersedekah menunggu Renji berbicara.

"Kau meski tahu hal penting ini. Sebenarnya, aku hantu. Aku ditugaskan untuk menjadi pelayanmu."

Tiba-tiba Yuki berdiri.

Mata melotot itu membuat nyali Renji ciut.

"Kau menyia-nyiakan waktu berhargaku hanya untuk membual. Jangan bicara omong kosong padaku. Mana mungkin kau hantu. Kau tahu sendiri aku tidak percaya ada hantu di dunia ini?"

"Aku tidak bercanda, ini kenyataan!" kata Renji serius dan tegas.

"Kalau begitu ..." Yuki meraih pemukul baseball kayu dan berdiri seakan-akan menunggu sesuatu dari Renji.

Renji menjadi bingung. Dia menatap wajah Yuki yang datar. "Kenapa kau mengambil pemukul itu?" tanya Renji gugup.

"Buktikan padaku kalau kau benar-benar hantu."

Yuki menumpu tubuhnya dengan pemukul baseball.

"Serius? Kalau kau mau lihat sesuatu yang keren, tidak perlu pakai pemukul itu. Jangan kaget!"

Renji mengangkat kepalanya, membiarkan Yuki melihat lehernya nan putus.

"Tara! Menakjubkan bukan. Aku memutus kepalaku sendiri." Renji berjingkrak-jingkrak seperti badut yang berhasil membuat orang tertawa.

Kening Yuki bergerak-gerak, bibirnya tertarik ke atas. "Jangan menipuku dengan trik sulap bodohmu itu!!!" Tongkat baseball melayang di udara dan memukul keras kepala Renji hingga terlempar.

"ARRGGHHHHHHH ... INI SUNGGUHAN, SIALAN!"Renji keluar dari napas Yuki dan terpental di dalam kamar, menembus berbagai benda di kamar itu.

Renji jatuh meluncur di lantai dan berhenti tepat di dekat jendela. Sinar bulan menembus tubuhnya nan transparan. Dia memandang hampa pada bulan sabit. "Apa hantu lain juga mengalami hal yang sama denganku. Kenapa begitu sulit membangunkan mata indigonya? Dia lebih sangar dari yang kubayangkan."

Asap hitam mengepul dari seluruh tubuh, mata Renji mendadak merah. Dia bangkit dari lantai, memegang pisau, yang terbentuk dari asap hitam tubuhnya.

"Dia harus diberi pelajaran!!!!"

....

Burung-burung bernyanyi di sekitar asrama, mentari mulai terlihat dari jendela yang sengaja dibuka.

Tuk tuk!

"Yuki, buka pintunya."

Suara yang akrab terus melantangkan ketukan pada pintu. Yuki beranjak lalu berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Kau datang terlalu pagi, Sakura." Yuki membuka pintu sambil menguap. Matanya berkedip-kedip pelan, dalam pengaruh rasa kantuk.

Gadis itu terpaku di depan pintu, matanya tak dapat berpindah pada wajah Yuki.

"Kau sedang bermain dengan siapa? Apakah pelayanmu sudah datang?" tanya Sakura. Dia masuk dan melihat ke sekitar kamar, tetapi tak ada penampakan hantu yang tertangkap matanya.

"Memang kenapa kau tanya begitu?" tanya Yuki. Dia berhenti di depan meja rias dan kemudian berteriak histeris.

Ada lingkaran merah dari lipstik yang tergambar di sekitar matanya. Rambutnya yang kriting diikat bersambung-sambung, dan bibirnya merah penuh dengan lipstik.

Bagaimana tidak berteriak memandang wajah sendiri bangun dalam penampilan yang aneh.

Sakura terbahak melihat bagaimana Yuki menghilangkan coretan-coretan itu.

"Kurasa, itu perbuatan pelayanmu, Yuki. Mungkin dia bocah lucu yang usil, hahaha."

"Tidak, selama empat hari ini, aku tidak melihat siapa pun yang masuk kamarku. Bahkan aku belum bertemu dengan pelayan itu."

Mendengar teriakan itu, Renji berlari dan mengintip di balik plapon nan gelap. Dia tertawa sendiri melihat hasil karyanya pada wajah tuannya.

"Kalau bukan karena ulah pelayanmu, memangnya apa lagi? kau pikir, kau tidur sambil berjalan dan mencoret mukamu sendiri?" tanya Sakura.

"Bagus, pancing dia untuk mempercayai hantu. Dengan begitu dia dapat melihatku," kata Renji dalam hati.

"Terdengar menyeramkan. Tapi tak mustahil. Mungkin aku hanya tidur sambil berjalan."

Renji menampar pelapon dan mendesis geram. "Dasar kepala batu!"

"Kau ada bermimpi sesuatu? Kudengar orang yang tidur sambil berjalan, sering mengalami mimpi aneh." Sakura bertanya lagi.

Mendengar pertanyaan itu, Renji menelan Saliva. Dia juga ingin tahu apakah mimpi yang dirasukinya tadi malam efektif.

"Mimpi, kurasa aku bermimpi, tapi aku lupa," Yuki tersenyum enteng. Gadis itu mengambil handuk dan pergi mandi.

"Rupanya tuanku ini gadis bodoh! Ough ... Kesalnya! Besok akan kukerjai dia lagi."