Chereads / ZOMBIE AREA / Chapter 17 - Rekan yang menjadi Musuh

Chapter 17 - Rekan yang menjadi Musuh

Malam itu terasa dingin dan mencekam, diselimuti suramnya cahaya rembulan. Suara-suara hewan malam diperkuat oleh lenggang kaki yang terdengar diseret di atas ubin, teras kantin. Lingkungan sekitar nan gelap menambah suasana semakin seram. Nenek Nam menggenggam erat tangannya sendiri, perhatiannya terfokus pada suara mayat-mayat hidup yang bertebaran di sekitar teras.

Meski sudah tak ada lagi penyerangan, kekawatiran masih menyelimuti hati tiap-tiap orang. Dinding-dinding kaca telah ditutupi oleh kain-kain meja, selimut milik seorang lansia, tirai ruang dapur hingga syal milik nenek Kadam.

Demi keamanan, semua orang rela menyerahkan baju-baju di tubuhnya. Akan tetapi, Jerry sang ketua perawat tak menghendaki adanya tontonan baru yang mungkin akan membuat kawan-kawannya tertawa geli, jika harus melihat para lansia itu hanya berpakaian dalam saja. Oleh karena itu, untuk menutupi celah-celah kaca yang masih dapat terlihat, ia menggunakan semua majalah hingga koran yang tersimpan di lemari dekat TV.

Di ruangan besar itu, sengaja tak dinyalakan lampu, hanya satu lilin berada di tengah-tengah sebagai bantuan penerangan bagi para lansia yang takut gelap. Sofa-sofa di depan TV satu meter dari pintu, telah dipindahkan ke tengah ruang. Yang paling tua dan lemah beristirahat di sofa itu, sementara nenek Nam dan teman-temannya duduk beralaskan karpet dan bersandar di pinggir sofa menghadap satu sama lain. Kadang kala dirogohnya saku switer, memeriksa kalau-kalau syal rajut yang baru setengah itu hilang dari kantong sakunya.

''Nam, kau terlihat pucat. Apa kau sedang sakit?'' tanya nenek Soo Jin yang duduk berhadapan dengannya.

''Tidak. Hanya saja aku teringat tayangan berita pagi tadi,'' jawab nenek Nam.

''Apakah teman-teman di lantai dua dan tiga mengetahui keadaan di sini? Atau mungkin mereka bernasib sama seperti nenek Jennie.'' Nenek Soo Jin melirik teman-temannya dengan wajah khawatir.

Kakek Shin yang mendapatkan tatapan nenek Soo Jin, tertarik untuk menanggapi, ''Entahlah, sejak tadi tidak terdengar apapun dari atas. Seandainya mereka baik-baik saja, kita hanya bisa berdoa agar mereka tidak turun ke bawah.'' Ia merapatkan switer karena udara semakin malam semakin dingin, apa lagi panti jompo itu berada di atas gunung.

Sementara itu, nenek Soo Jin berkata, ''Sejak tadi aku tak bisa menghilangkan pikiran ku soal anak-anakku. Dua berandal pemalas itu tidur seperti orang mati, aku khawatir mereka tak tahu kejadian seperti ini.'' Telapak tangan yang keriput digosok-gosokkan sambil sekali-kali ditiup guna mendapatkan kehangatan.

''Semua orang sedang merisaukan hal yang sama, Soo Jin.'' Kakek Seo menggaruk-garuk rambut kepalanya.

''Aku tak ingin digigit mereka ...,'' kata nenek Soo Jin yang menoleh pada bayangan mayat-mayat hidup di dekat pintu. Diikuti nenek Nam dan sederet lansia yang duduk di dekat mereka berdua. ''Kalian melihat sendiri, kan. Mereka hidup lagi ... virus apa bisa membuat orang mati hidup kembali? Kenapa bantuan tidak juga datang?''

''Pssttt ... coba dengarkan!'' seru nenek Nam seraya menepuk lutut nenek Soo Jin.

Gesekan sepatu terdengar dari ruang belakang di dekat dapur. Ruang itu biasa digunakan sebagai tempat menyimpanan beras, bahan makanan, dan memiliki satu pintu yang langsung mengarah ke gerbang belakang. Anehnya, gesekan sepatu itu diseret dan terdengar tak senada dengan langkah kaki yang satunya. Makin lama suara itu makin jelas, beberapa dari mereka yang berkumpul tertarik untuk menoleh.

Suara yang menakutkan menciptakan suasana tegang. Yoon Ji, perawat yang tadi mereka tolong telah keluar dari ruang penyimpanan. Beberapa dari mereka beranggapan, mungkin saja gadis itu sudah tenang dan mau berkumpul bersama yang lain.

''Dia itu lama sekali mengurung diri, sampai-sampai aku khawatir berlebihan padanya,'' gumam seorang perawat berkumis tipis bernama Park Sung Min.

''Kurasa dia perlu air, aku akan mengambilkannya,'' kata perawat bertubuh kekar, Lee Han. Ia beranjak menuju dapur dan diiringi oleh satu perawat lain.

Salah satu sepatu Yoon Ji terlepas sehingga jalannya terdengar aneh. Awalnya mereka ingin menghampiri wanita itu, tapi sikapnya cukup mencurigakan.

Walaupun dipanggil oleh Jerry berulang kali, sikapnya terlalu acuk dalam kondisi seperti sekarang. Normalnya, wanita yang takut akan lebih banyak mengadu dan bertingkah gugup. Jelas-jelas kondisi wanita itu patut dipertanyakan.

Sewaktu salah satu perawat memanggil Yoon Ji, mulut orang itu langsung dikunci oleh Jerry. Beberapa orang menjadi bertanya-tanya melalui tatapan mereka. Namun, Jerry hanya mendesis agar mereka tetap diam. Diberinya aba-aba agar para perawat menggiring orang-orang tua untuk beranjak dari sofa.

Sementara yang lain sibuk mengevakuasi, Jerry berjalan ke depan sendirian diiringi mata-mata rekan serta para lansia yang mengkhawatirkannya. Ia berdiri di tengah-tengah ruangan dekat dengan lilin yang berada di meja. Wajahnya nan suram kini terpapar kuningnya cahaya lilin. Penerangan satu-satunya itu dimatikan. Dalam sekejap kesuraman semakin kental menambah suasana mencekam. Cahaya malam dari luar yang menembus ventilasi kaca menjadikan ruang kantin remang-remang.

Semua lansia telah merapat di tembok sedangkan enam perawat bersama juru masak berjaga di depan barisan lansia.

Mengandalkan suasana remang itu, Jerry menyingkir dari jalan, menunggu reaksi wanita itu. Akan tetapi, Yoo Jin terus bergerak lurus tanpa melihat sekitar. Langkah demi langkah, Yoo Jin tak bersuara, tak pula mengeluh soal ruangan tanpa cahaya. Mengamati keanehan rekannya, para perawat dan juru masak semakin waspada. Mata mereka mengikuti ke mana wanita itu berjalan. Hingga beberapa menit kemudian, Yoo Jin berjalan membentur dinding kaca.

Cahaya kuning tiba-tiba muncul dari arah kanan. Cahaya itu berasal dari pematik api yang dinyalakan Jerry untuk memberi aba-aba pada rekan-rekannya. Dalam hitungan detik, cahaya pun padam lagi. Kini aksi yang terjadi di depan mata membuat nenek Nam terasa amat gugup. Belum pernah ia rasakan jantungnya berdetak kencang mengikuti usaha anak-anak muda itu. Yang dikhawatirkan, apa jadinya jika gadis muda itu mendadak menoleh dan menerkam mereka.

Setelah puas memperhatikan gelagat Yoon Ji, Jerry bersama empat lainnya memegangi tubuh wanita itu. Kuat sekali ia berontak, berkali-kali Soo Hwan hampir digigitnya. Suaranya yang meraung-raung kacau, memecah kesunyian sekaligus menarik perhatian mayat hidup di luar kantin.

Mereka menyeret wanita itu lalu mengikat tubuhnya di tiang bangunan, di tengah ruang. Demi kesunyian, mulut yang meronta-ronta disumpal dengan celemak milik si juru masak. Sungguh disayangkan, Yoo Jin lebih dulu berubah jadi zombi sebelum mereka menanyakan kabar lansia lain yang berada di lantai dua.

Yoon Ji berusaha melepaskan diri dari tiang besar itu, ia menghentakkan gigi berulang kali sambil kepalanya condong ke arah tubuh para perawat. Seperti hendak menggigit.

''Kurasa, matanya tak bisa melihat dalam gelap,'' kata Jerry. ''Dia hanya mengikuti kita dari bau badan. Makin banyak berkeringat dan bau, mereka lebih mudah menemukan mangsanya.''

Pematik dihidupkannya lagi, hingga wajah mereka nan suram terpapar warna kuning dari nyala api kecil itu. Pematik itu digerak-gerakkannya ke kiri dan kanan. Sesai dugaan, Yoon Ji langsung mengikuti arah pematik itu sambil hendak menyerang pada cahaya.

Mereka tertegun dalam posisi duduk mengelilingi Yoon Ji. Wajah gadis itu akhirnya dapat terlihat lebih jelas.

Sungguh malang, wajah elok dan rupawan telah berubah menjijikkan dan penuh dengan lendir serta bau darah nan anyir busuk. Jerry memperhatikan rekan-rekannya yang tampak sedih.

Yoon Ji adalah perawat yang mengabdi selama empat tahun bersamanya, dialah seorang senior baik hati yang dia percayai untuk memimpin tiga perawat lain untuk satu lorong di lantai dua. Karena kesenioran wanita itu pula, banyak pemuda-pemuda yang betah dan nyaman berada di sana.

Jerry mendesah, lalu dimatikannya pematik, agar rekan-rekannya tak lagi menyaksikan wajah Yoo Jin yang menyeramkan.

''Coba lihat!'' seru perawat berkepala botak. ''Jarak kita antara dinding kaca itu mungkin sekitar empat meter. Mereka lebih banyak berkumpul di sini, ketimbang sisi sebelah sana dengan jumlah orang yang lebih banyak. Kurasa penciuman mereka punya jarak tertentu.''

''Bagus,'' puji Jerry. ''Kita hanya perlu mencari cara agar dapat memancing mereka setidaknya sejauh empat meter. Dengan begitu baru bisa keluar dari sini.''

Soo Hwan, perawat paling muda di antara mereka hanya menyimak pembicaraan itu bersama pikiran yang telah melayang-layang. Jerry memang sosok pemimpin yang baik menurutnya. Namun, ia belum terlalu mengenal sampai di mana kebaikan orang itu. Soo Hwan melirik kuku jarinya yang terluka, ditekannya dengan kain serbet. Lalu bertanya, ''Bagaimana dengan Yoon Ji, apa dia akan terus terikat begitu?''