Chereads / ZOMBIE AREA / Chapter 16 - Menjadi Saksi Pembantaian

Chapter 16 - Menjadi Saksi Pembantaian

Tak lama dari saat mereka memutuskan untuk mengunci dua pintu ruang kantin, dua orang yang berdiri di depan dua pintu tersebut mulai menunjukkan gelagat aneh.

Terbuka lebar mata Reyn yang merah kelabu, di sekitar bibir hingga lehernya terdapat noda hitam sisa isi perut yang dimuntahkan. Dan sebagian cairan sisa muntah itu lekat bak lendir di sela gigi. Gemeletuk suara giginya ketika membentur permukaan kaca. Kaca bening pun jadi kotor ternoda. Wajahnya nan pucat dengan noda darah dan urat-urat kebiruan menambah kengerian penampilannya. Aroma daging manusia yang tercium merangsang rasa laparnya.

Reyn yang hilang kendali mencoba memasuki ruang kantin dengan berbagai cara, mulai dari membenturkan diri, mendobrak pintu dan mengambil beberapa batu kecil yang dilemparkan. Kebisingan yang tercipta membuat panik seisi kantin. Atmosfer sekitar makin terasa mencekam oleh nenek Hana yang mengoyak habis perut korbannya.

Dengan kedua tangan, si tua itu bagai menggeledah barang-barang di tempat tersembunyi—mencari benda terkenyal dalam organ manusia, sementara organ berupa usus yang telah terburai dan terpotong itu dilemparnya kemana-mana. Aroma darah berbau besi bercampur aroma pahit cairan empedu dan anyirnya cairan lambung.

Sungguh pemandangan yang tak pantas disaksikan. Walau demikian, mata seperti punya pikiran sendiri yang menyebabkan tak bisa menolak untuk menyaksikan peristiwa itu. Ketertarikan itu berujung pada muntahnya beberapa lansia dan bahkan perawat.

Melihat beberapa perawat yang tergeletak di lantai dalam kondisi muntah dan lemas, Soo Hwan dan Jerry lekas mengambil taplak meja di meja-meja makan dan mengambil beberapa lainnya di ruang penyimpanan.

Mereka mengumpulkan barang-barang seadanya di ruangan itu untuk menutup pemandangan di luar.

''Pintu didahulukan!'' perintah Jerry kepada Soo Hwan, bocah magang itu.

''Setelah pintu, tutup pula dua sisi di sekitar pintu. Aku khawatir batu-batu yang dilempar Reyn membuat kacanya rapuh.''

''Apakah kita punya tabung APAR di kantin ini?'' Soo Hwan melontarkan pertanyaan sambil memeluk tumpukan taplak meja dan serbet.

Saat bocah itu pergi ke sisi kanan menuju pintu ke dua, Jerry bertanya dengan suara sedikit dilantangkan, ''Untuk apa? Kurasa kita punya satu di ruang penyimpanan.''

''Kita bisa membekukan kaca ini dan menutup semuanya ...'' belum lagi selesai berucap, ucapan Soo Hwan disela Jerry.

''Kurasa, itu bukan ide yang bagus. Kacanya beku, bisa jadi mudah pecah.''

Satu demi satu taplak meja menutupi dinding kaca, Soo Hwan terjungkal secara mendadak begitu nenek Hana menyerangnya dari luar, meski akhirnya tak berhasil. Namun, pemandangan itu sukses membuat para lansia memekik kaget.

''Soo Hwan, cepat sedikit!'' seru Jerry yang menutup kaca pintu pertama.

Soo Hwan bangkit lagi, ia mengelus pantatnya yang terhempas di lantai. Walaupun nenek Hana memukul kaca itu, Soo Hwan mengabaikannya. Sampai suatu ketika, dua perawat itu hampir menyelesaikan pekerjaannya, di ujung teras dari arah pintu ke dua, ada tiga perawat yang rupanya tak mengetahui kondisi di lantai satu. Mereka masih mengobrol santai sambil berjalan seperti hendak menuju kantin.

Suara cekikikan canda tawa mereka tertangkap samar-samar di telinga Jerry. Pria itu menghampiri Soo Hwan dan keduanya membuat suara gaduh memakai permukaan meja yang di pukul-pukulkan. Nenek Hanna yang mendengar kegaduhan dari dalam kantin semakin memukul-pukul permukaan kaca.

Keributan yang sangat kentara menghentikan langkah tiga perawat yang berjalan di teras. Jerry sempat mengumpati mereka karena tak lekas melarikan diri dan malahan tiga bawahannya itu agaknya tertarik dengan apa yang dilakukan Reyn dan nenek Hana.

''Apa yang mereka lakukan? Mengapa nenek Hana dibiarkan di luar dan-'' Seorang perawat wanita tertegun ketika melihat Reyn dan satu mayat yang tergeletak dengan organ terburai di sekitar teras.

Seorang lagi memperhatikan Jerry dan Soo Hwan yang membuat rusuh seisi kantin. Menyadari maksud dua orang itu, salah seorang perawat berseru dengan wajah pucat, ''Sialan! Kita pergi dari sini!'' Ia dan dua temannya berbalik arah hendak ke lantai dua.

Tetapi, bau tubuh tiga perawat itu tercium sangat menggiurkan bagi Reyn dan nenek Hanna. Keduanya mengejar dua perawat dan membiarkan satu orang berlari ke arah halaman, mengelilingi kolam kecil hingga sampai di depan pintu pertama ruang kantin. Salah satu dari tiga perawat itu berhasil diterkam Reyn.

Dua zombi itu saling tarik-tarikan hingga terpisahlah antara kepala dan badan. Bau amis darah, memperkuat aroma kematian.

Jerry dan Soo Hwan mundur hingga ke tengah ruang kantin agar tak menarik perhatian zombi. Dari sisi lain, satu perawat yang rupanya berhasil selamat sedang menggedor-gedor pintu kantin memohon diselamatkan oleh Jerry dan Soo Hwan.

Teriakan kesakitan, jeritan yang berseluru dengan suara daging dirobek menciptakan atmosfer ketakutan membubung tinggi menipiskan udara bagi paru-paru orang-orang tua. Mereka tak sanggup melihat seorang lagi yang berada di luar akan menjadi korban berikutnya. Beberapa lansia mendesak para perawat untuk membukakan pintu kepada seorang perawat wanita yang ketakutan di luar sana.

Karena jeritan-jeritan itu, menggiring beberapa zombi lainnya mulai bergerak menuju ruang kantin. Seorang petugas keamanan yang hari ini izin karena sakit, kini berjalan dengan pandangan sayu dan wajah pucat sekali. Beberapa petugas pemasuk makanan berpenampilan sama, mulai mendekati seorang perawat wanita yang menggedor-gedor pintu tadi. Wanita itu menjerit minta pertolongan dengan leher yang sesekali melihat ke belakang, pada orang-orang pucat yang mendekat padanya.

Jerry memutuskan membuka pintu dan membiarkan gadis itu masuk. Ia tersungkur ketakutan, kegelisahan tampak dari gelagat tubuhnya. Perawat bernama Yoon Ji itu menahan kepalanya yang mau pecah karena rasa depresi yang dalam.

''Ada apa dengan ... mereka?'' Suaranya tertahan di tenggorokan dan badannya menggigil.

''Yoon ji! Hei, dengar aku! Mereka tak akan masuk ke sini. Kau harus tenang, tak akan ada yang menyakitimu.'' Soo Hwan membantu wanita itu berdiri. Sedangkan di belakang mereka, Jerry telah mengunci pintu masuk. Karena tertekan dengan rasa ingin mati membuat perawat itu berlari ke dalam ruang penyimpanan, sebelumnya sempat menepis tangan Soo Hwan.

''Yoon Ji!'' panggil Lee Han, salah satu perawat yang sudah baikan usai mengalami muntah.

''Tidak! Jangan dikejar, ia mungkin perlu menenangkan diri,'' sela Jerry pada perawat lain.

Mayat-mayat hidup mengelilingi ruang kantin, pandangan mata yang merah kelabu bagaikan pisau menguliti daging, terasa ngilu dan merinding.

Lansia-lansia yang tenggelam dalam kekhawatiran dan ketakutan pelan-pelan mulai dapat ditenangkan, sehingga tak banyak lagi dari mereka yang meracau sendiri atau meronta-ronta, gelisah. Suasana memang sempat tenang untuk beberapa menit. Akan tetapi, suasana menjadi riuh kembali saat seorang perawat dan nenek Jennie yang diketahui telah tergeletak tak bernyawa, kini bergerak-gerak. Bangkit dari kematian dengan sekujur tubuh amis bermandikan darah.

Dua mayat hidup yang bangkit ikut berkumpul mengendus bau tubuh manusia dari sela-sela kaca ruang kantin.

''AAAACKKK!!!''

Teriakan yang tiba-tiba itu, menyedot perhatian semua orang. Di tengah-tengah barisan, nenek Kadam tersungkur sambil menggigil ketakutan. Wanita belasteran itu memang dikenal penakut sehingga beberapa perawat datang untuk menenangkannya.

Walaupun penakut, si tua itu memiliki jantung yang kuat dan tak mengalami kejang sebagaimana beberapa lansia lain. Nenek Nam yang sama ketakutannya, duduk di depan nenek Kadam seraya meminta kepada para perawat untuk mempercayakan si tua nan cantik itu kepadanya.

Nenek Nam menutup telinga nenek Kadam sambil menghibur si tua itu. Sejak kehadirannya sebagai salah satu keluarga besar panti jompo, nenek Nam menunjukkan ketertarikan terhadap sikap nenek Kadam yang penyendiri. Lantaran ia mengerti perasaan nenek Kadam yang tak jauh beda dengan dirinya. Menjadi terasingkan oleh keluarga sendiri dan memendam kekecewaan hingga menyebabkan dirinya tertutup pada lingkungan baru.

Satu masalah telah terselesaikan karena nenek Nam, para perawat kembali menghampiri Jerry, si ketua perawat.

''Mereka mulai bertingkah aneh,'' kata si juru masak sambil mengamati para zombi.

Seorang perawat berkepala botak mencium-cium bajunya sendiri lantas berpendapat, ''Mungkin mereka tertarik dengan bau manusia.''

''Mayat hidup itu bisa saja akan berkumpul di sini. Bagaimana jika tutupi sela-sela apapun dengan plester.'' Si juru masak mengusulkan ide yang patut diacungi jempol.

Mereka berbondong-bondong mencari benda-benda sekitar. Sela-sela kaca ditutupi dengan kertas, lem, plester pembalut luka dan semua yang bisa ditempelkan. Kemudian dinyalakan penyaring udara di dalam kantin agar semua orang tidak merasa sesak. Ventilasi-ventilasi yang terletak tiga meter di tembok menjadi saluran pembantu untuk mendapatkan udara.