Chereads / 12% Invitation / Chapter 22 - 21' Pulang

Chapter 22 - 21' Pulang

"Wah wanginya enak sekali!"

Avere berseru riang lalu meletakkan tubuhnya di atas rumput hijau.

Aku mengambil beberapa mangkuk, lalu mengisinya dengan sup jamur dan kentang yang telah dibuat oleh Haven.

"Silahkan dinikmati ... tapi sebelum itu jangan lupa minum air putih dulu ya!" ujarku sambil memberikan mangkuk pada Avere.

"Siap!"

Akio tertawa kecil.

Aku menengokkan kepalaku padanya, melihat pria yang biasanya datar itu kini tertawa.

Ya ... Meskipun hanya sedikit.

Tapi hal itu pasti sangatlah langkah, mengingat betapa susahnya anak ini menunjukkan suara tawa.

"Apa yang lucu?"

Aku langsung bertanya. Tidak tahan menahan rasa penasaran yang bermunculan di dalam kepalaku.

"Tidak ada ... mana makananku?" tagihnya yang kini dengan wajah datar.

Aku menghela napasku kasar seraya mengambil mangkuk untuk dituangkan sup ke dalamnya. "Kau tunggu sebentar, aku aka--"

Akio pergi. Dia meninggalkanku. Padahal tadi dia meminta untuk diambilkan makanan.

Sudah ku bilang.

Orang ini memang aneh.

Tidak hanya larinya yang cepat, namun perubahan tingkah dan raut wajahnya pun tak kalah cepat.

. .

Setelah makan malam bersama, kami semua bersiap untuk tidur.

Tidak semuanya tidur, karena harus ada yang menjaga di luar. Mengawasi tenda, takut-takut jika ada hewan buas datang. Aku kebagian shift pertama. Dan senangnya, aku mendapatkan teman berjaga dengan Avere.

Kami diam. Tidak saling berinteraksi, seperti kedua orang yang tak saling kenal.

"Haruskah aku melatih kekuatan telekinetikku?" batinku bingung.

Kedua bola mataku bergerak-gerak tak menentu. Kakiku mengetuk-ngetuk pelan pada tanah, benar-benar seperti orang yang tidak tahu ingin melakukan apa.

"Bagaimana dengan latihanmu?"

Aku terkejut. Manusia ini tahu dengan apa yang aku pikirkan.

"Apa dia juga bisa membaca pikiran?" batinku was-was.

"Kenapa kau malah diam? Kau marah padaku?" tanyanya bingung.

Aku menggeleng lalu menggaruk pipi kiriku dengan jari. "Tidak hanya saja ... aku bingung menjawab hal itu."

"Kenapa? Kau belum melanjutkan latihanmu?" tanyanya lagi.

Aku mengangguk. "Aku bingung harus melatihnya di mana ... mungkin nanti saat kembali pulang aku bi--"

"Saat ada monster kau juga bisa. Kau anggap saja bagian tubuh mereka itu lingkaran target panahan. Kau membayangkan dua puluh lingkaran, lalu slappp!" serunya sambil melemparkan kayu kecil ke dalam api unggun.

Aku tertawa kecil. Kedua tanganku bergerak, merapatkan jubah yang tengah ku pakai.

"Kau benar. Aku tahu ini terdengar gila, tapi aku mohon besok kita bertemu dengan monster," ujarku santai sambil menatap api unggun.

Kami berdua tertawa puas.

"Agar kau bisa latihan hmmm?" goda Avere santai.

Aku mengangguk.

"Iya. Tapi aku juga berharap teman-temanku bertambah kuat, bukankah bagus jika terus mengasah kemampuan kita seperti ini."

Pria bersurai coklat di sebelahku mengangguk setuju. Dia menghela napasnya lega, dengan mata yang terlihat ceria menatap api unggun.

"Ku rasa suasana hatinya sedang baik," batinku.

"Aku senang berbicara dengan orang lain ... kau tahu, itu membuatku merasa tidak kesepian."

"Aku juga suka berbicara denganmu. Kau sangat peka dan perhatian, seperti saudara atau kakak kandungku," ujarku sambil menatapnya sejenak.

"Terima kasih. Lalu ... bagaimana hubunganmu dengan Haven?"

Aku tersenyum kecil lalu memasukkan beberapa kayu bakar kecil ke dalam api. "Baik. Kami saling meminta maaf tadi. Dia itu orang yang baik, meskipun kadang menyebalkan. Ya ... mirip seperti Akio."

"Hahaha kalau aku bagaimana?" tanya Avere dengan satu alis yang terangkat ke atas.

Aku nampak berpikir.

"Hmmm ... kau teman curhat terbaik di sini. Terima kasih ya, sudah mau masuk ke kelompok aneh ini hehe."

Avere tertawa mendengar ucapanku. Tangan kanannya terjulur tiba-tiba lalu menepuk pucuk kepalaku pelan.

"Terima kasih juga, karena sudah menerimaku hehe."

.

.

.

Pagi hari tiba. Setelah sarapan dan membereskan tenda, kami memulai perjalanan kami kembali.

Tap

Tap

Tap

Aku menghentikan langkahku. Diikuti dengan ketiga temanku yang berjalan di belakang.

"Kita harus ke mana lagi?" tanyaku bingung. Lantaran melihat pertigaan di depanku.

"Ke kiri ... kalau kita ke kanan, nanti akan balik lagi ke tempat kemah," kelas Avere yang sedang memegang peta.

"Oke."

Kami pun mengambil jalan kiri itu.

Beberapa menit berlalu, kami berjalan menyusuri hutan yang dipenuhi dengan tumbuhan merambat ini.

Aku tidak tahu apa pasti namanya. Tapi daunnya besar, dan penuh dengan akar-akar berduri.

Tidak hanya menumpang pada pohon-pohon besar, tapi jalan yang kita pijaki pun semuanya dipenuhi dengan akar-akar berdurinya.

"Lebih mirip hama," batinku sambil memperhatikan ke kiri dan ke kanan.

Suasana hening.

Biasanya terdengar suara serangga atau burung. Tapi kali ini ... benar-benar sunyi.

Tak terdengar suara apapun, kecuali langkah kaki kami.

"Apa kalian menyadarinya?" sahut Haven tiba-tiba.

Suasana menjadi tegang seketika.

Udara pelan berhembus dari belakang, membuat hatiku sedikit panik.

"Ada apa?" tanyaku penasaran.

"Sepertinya ... hanya kita makhluk hidup yang berjalan di sini," ujar Haven lagi.

Akio mendengus. "Hei Avere, apakah kau yakin ini jalan yang benar? Hutan apa ini?"

Bahkan pria berwajah datar itu pun merasakan hal aneh.

Hingga membuat dirinya membuka suara untuk protes.

"Hutan hampa."

"Hah?"

Kami semua kebingungan. Namun setelah beberapa langkah lagi kami tempuh, kami menyadarinya.

Di sini memang hampa.

Sunyi dan mencekam. Seperti di film-film horor yang meskipun tidak nampak apa-apa, namun tetap menyeramkan.

Kita seperti menunggu waktu ...

kapan monster atau makhluk aneh menyerang kami.

"Hei! itu kan ...."

Jari tanganku bergetar. Aku tak dapat melanjutkan kata-kataku, saat melihat pertigaan yang sama sebelum kami memasuki hutan ini.

"Kita tersesat."

"Jadi bagaimana ini? Kita sudah melewati ini tadi. Kenapa malah kembali lagi ke sini?" protes Haven marah.

Avere menghela napasnya kasar sambil melihat ke sekitar.

Splash

Splash

Aku membulatkan kedua mataku.

Bayangan hitam besar, lewat begitu saja di depan kami.

Bayang tersebut berbentuk panjang seperti ular, namun cepat sekali. Tidak seperti ular biasa yang merayap cukup lambat. Mereka mengambang di udara, namun beberapa juga ada yang merayap.

"Kalian melihat itu?" tanyaku pelan, dan langsung diangguki oleh mereka semua.

"Aku memiliki perasaan yang burung tentang ini! Kita haru--- Aakhh!"

"Haven!"

Kami semua berteriak panik. Teman kami yang bersurai blonde itu ditarik masuk ke dalam hutan dan pohon-pohon, oleh sebuah akar berduri yang memenuhi daerah ini.

Aku mendengus sebal, dan tanpa pikir panjang berlari mengejar pria malang itu.

"Cih! Jadi itu akar!" teriakku kesal.

"Tunggu Caramel!" teriak Avere.

"Tidak ada waktu menunggu! Kita harus selamatkan teman kita!" teriakku yang kemudian terbang.

Mempercepat gerakan tubuh agar bisa menyelamatkan Haven.

"Caramel! Cara--mmbh."

Mulut Haven dibekap. Oleh sebuah daun besar, yang mampu menutupi seluruh kepalanya.

Tubuh pria itu nampak lemas, hingga terlihat tidak ada tanda-tanda penolakkan lagi darinya.

"Sial aku harus bagaimana?" tanyaku bingung.

Slap

Slap

"Eh?!"

Aku menghindar. Beberapa akar tersebut terjulur naik.

Akar-akar berduri itu berusaha menggapaiku, dan menyabet-nyabetkan tubuhnya yang tajam pada tubuhku yang melayang.

"Sial!" teriakku kesal.

"Argh!"

Jerit kesakitan terdengar dari belakang. Aku membelakkan mataku tak percaya, saat melihat rekan satu timku yang tubuhnya sudah penuh luka.

Tubuhnya terlihat lemas, lemah tak berdaya.

"Avere!"