Chereads / 12% Invitation / Chapter 23 - 22' Pohon besar

Chapter 23 - 22' Pohon besar

Aku berbalik arah. Tubuhku sontak bergerak, mengangkat pria bersurai coklat yang nampaknya sekarat itu.

Namun sepertinya aku terlambat.

Splash

Tubuh Avere diambil oleh Akio.

"Caramel kau fokus saja dengan Haven! Aku akan menyelamatkan Avere!" teriak Akio yang sibuk berlari membawa tubuh lemah Avere.

"Oke! Kau jaga dia ya!"

Aku menganggukkan kepalaku mantap, lalu berbalik arah menuju tempat Haven tadi diculik.

Aneh memang kedengarannya, tapi itu memang benar adanya.

Akar kayu menyebalkan ini ... entah apa yang dia inginkan hingga menculik Haven. Si pria dokter bersurai blonde.

Slap

Slap

Aku lihai menghindar.

Tubuhku sudah biasa terbang, dan sudah biasa juga menghindari serangan akibat menjalankan misi. Menghindari serangan-serangan dari akar ini adalah perkara mudah. Yang sulitnya adalah, melawan mereka.

Aku terus berpikir. Apa yang harus aku lakukan untuk melawan mereka.

Jika hanya menggunakan panah-panah, itu tidak cukup.

Apalagi mereka ada banyak.

Justru situasi inilah, yang paling diuntungkan oleh Akio.

Dengan pedangnya yang tajam, dia pasti mudah untuk menebas akar-akar ini.

Aku harus berpikir lebih keras.

"Oh?"

Manik kecoklatanku melebar.

Dari beberapa akar, aku melihat ada yang bentuknya menyatu. Mereka memanjang ke belakang, seperti berasal dari satu tempat yang sama.

"Apakah akar-akar ini berasal dari satu pohon?" tanyaku pada diri sendiri.

Dan untuk memastikan hal tersebut, aku terbang tinggi ke atas.

Sangat tinggi hingga bisa melihat seluruh hutan senyap ini dari atas.

"Wah ... dugaanku benar."

Sebuah pohon besar berukuran tiga puluh meter berada di pusat hutan.

Pohon itu memang tidak begitu besar jika dibandingkan dengan luas hutan ini, namun akar-akar berdurinya sangatlah panjang.

Hingga bisa menutupi hampir seluruh permukaan hutan.

"Aku harus mengalahkannya!" seruku kencang, lalu melesat cepat ke arah pohon besar itu.

Slap

Slap

Tubuhku kembali diserang oleh akar-akar nakal berduri tersebut, sesaat memasuki kawasan hutan.

Splash

Aku mengabaikan mereka. Terus menghindar, hingga beberapa menit kemudian sampai di pohon raksasa ini. Pohon ini mirip sekali dengan pohon beringin. Hanya saja daunnya berwarna coklat, dan akarnya yang berduri.

"Kau! Lepaskan teman-temanku!" teriakku kencang dengan jari telunjuk yang mengacung padanya.

Tubuh besar pohon itu diam. Dia hanya menggerakan akar dan serabutnya, membawanya melayang ke udara ... seperti sudah siap untuk menyerangku.

Slap Slap

"Hei aku tidak bermaksud jahat! Kami hanya ingin melewati hutan ini dengan aman dan tentram!" teriakku tak terima sambil terus menghindari serangannya.

Slap Slap

Dia tidak memperdulikan ucapanku.

Aku juga bodoh.

Kenapa mengajak bicara makhluk yang jelas-jelas bukan manusia ini?

Aku mendengus sebal, melihat keadaan yang tidak ada perkembangannya ini.

"Ayolah Caramel berpikir! Nyawa teman-temanmu dipertaruhkan!" teriakku dalam hati.

"Oh?"

Sebuah ide gila muncul di kepalaku. Sudut bibirku naik, seiring dengan tubuhku yang berhenti bergerak.

Aku berada di tengah-tengah. Berhadapan langsung dengan tubuh pohon yang nampak sangat besar ini.

Slap

Dan sebelum serangan akar-akar itu mengenai tubuhku, aku memejamkan mata.

"Berhenti!"

Akar-akar penuh duri itu berhenti.

Pohon di depanku ini marah, lalu berjuang mati-matian untuk melepaskan akarnya dari kekuatan telekinetikku.

Aku meringis. Kepalaku mulai sedikit, pusing karena menahan tenaga besar dari pohon aneh raksasa ini.

"Ugh kuat sekali tenaganya, tapi aku harus--- akhh!"

Tubuhku dililit. Oleh sebuah serabut panjang pohon besar di depanku. Dia mencengkram tubuh mungilku erat, hingga paru-paruku susah untuk mengambil napas.

"Aku tidak bisa bergerak."

Pohon itu menarikku ke atas. Dia membalikkan tubuhku secara tiba-tiba, membuat kepalaku di bawah, dan kakiku di atas.

Aku mendengus sebal karena benci berada di posisi ini.

"Kenapa kau menyerangku terus? Aku bahkan belum menyerangmu sedikitpun! Kami hanya menumpang lewat, kau tahu itu hah?!" teriakku kesal sambil terus menggoyangkan tubuh yang terlilit ini.

"Karena kalian jahat! Manusia jahat!"

"Eh?"

Pohon raksasa ini bisa berbicara. Dan itu tentu saja membuatku terkejut.

Aku tertawa kecil, membuat si empunya kebingungan.

"Kau pikir aku sedang bercanda? Jangan menertawakanku!"

Dia berteriak marah padaku.

"Aku tertawa bukan karena kau seperti sedang bercanda, tapi aku tertawa karena ternyata aku bukan orang gila." Aku terus tertawa, membuat pohon besar di depanku ini kesal.

Dia meremas tubuhku lebih kuat, lagi membuat aku lemah dan tak bisa mengeluarkan suara dari tenggorokan.

"Diam!"

"O-oke," jawabku lirih.

Tubuhnya bergerak. Goncangan besar layaknya gempa bumi muncul, membuat tubuhku bergoyang semakin kencang.

Rasa mual nan pusing menyerbu kepalaku.

Aku menutup mulutku rapat-rapat, tak mau mengeluarkan isi perutku yang berharga.

Karena terdapat jamur emas yang mahal di dalamnya.

Pohon tersebut ternyata punya kaki.

Kakinya berjumlah tiga, dengan akar-akar berduri yang sangat lebat. Akar-akar itu menggelung, membentuk tabung dalam yang bisa muat beberapa manusia di dalamnya.

"Hei!"

Tubuhku perlahan turun. Serabut yang melilitku dengan kencang itu ternyata berniat, mengantarkanku ke dalam tabung suram itu.

"Kau ingin menguburku hidup-hidup?!" tanyaku kesal.

"Diam!"

Dia kembali berteriak marah. Serabutnya kembali melilit tubuhku dengan erat, membuat sesuatu yang aneh terasa di dalam tubuh.

Zrrt

Seperti sengatan listrik kecil yang mengalir dari tubuhku, ke pusat pohon besar di depanku.

"Apa itu tadi?" tanyaku bingung dalam hati.

Aku memejamkan mataku.

Firasatku berkata, bahwa ini adalah sebuah petunjuk.

Petunjuk di mana aku, bisa bebas dan selamat dari pohon yang aneh ini.

Zrrt Zrrt Zrrt

Aliran listrik itu semakin deras. Aku merasakannya sekarang.

Rasanya seperti tekanan listrik kecil, yang bersumber dari otakku.

Zrrt

Tekanan-tekanan listrik itu seperti menuntunku, ke suatu tempat yang aku yakini itu adalah sumber energi makhluk aneh ini.

"Oh ... banyak sekali, ada dua puluh titik. Dan itu sejajar, berada di tengah batang pohon besar ini," batinku sambil terus berkonsentrasi.

"Kenapa diam? Kau menikmati kematianmu hmm?" tanya monster ini sambil terus membawa tubuhku ke bawah.

"Berhenti."

Serabut yang membawaku turun itu berhenti. Aku tersenyum puas, lalu perlahan-lahan mulai keluar dari tubuh makhluk aneh yang menjeratku ini.

"Aku tidak suka dililit, ternyata itu membuatku sesak," ujarku sambil melepaskan diri dari lilitan serabut yang diam ini.

Aku kembali terbang sebelum melepaskan teknik telekinetikku pada serabut tersebut.

"Dasar manusia kurang ajar!"

Dia kembali berteriak marah.

Akar berduri dan serabutnya kembali menyerangku.

Aku tersenyum pelan, sambil membuka retsleting tas panahku yang berada di belakang.

Untung saja tas ini terbuat dari besi, jadi tak mudah rusak saat dia mencengkramku tadi.

Panah berjumlah dua puluh keluar dari sana.

Splash

Slap

Slap

Aku menghindari serangannya dengan mudah. Terbang mendekati pusat tubuhnya, dengan panah yang melayang di sekitar tubuhku.

"Ini sama seperti latihan. Anggap saja target panahan, dengan dua puluh lingkaran di dalamnya. Aku harus menyerangnya dalam sekejap dan bersamaan ...

Karena kalau tidak, panahku sudah lebih dulu ditepis oleh serabutnya yang menyebalkan," batinku.

"Menyebalkan!"