Kurang dari dua meter di belakang toilet laki-laki, ada sebuah tembok yang tinggi. Biasanya hanya sedikit orang yang pergi ke sana, tetapi di sana ada banyak markas rahasia anak laki-laki. Setelah kelas selesai, banyak anak laki-laki diam-diam bersandar ke dinding dan merokok di sana.
Saat waktu kelas sore tiba, ada seseorang dengan badannya yang tinggi, kurus dan kerempeng sedang bersandar di sana saat ini. Pemuda itu mengenakan kemeja putih sederhana dengan dua kancing terbuka di kerahnya. Tulang selangka yang tipis dan halus sedikit terbuka, dan kulitnya terlihat sangat putih.
Pemuda itu sedikit menundukkan kepalanya, dan rambutnya yang hitam dan lembut menutupi dahinya, menghalangi matanya yang sipit dengan tatapannya yang dingin. Wajahnya putih dan bersih, namun ekspresi wajahnya terlihat sangat dingin.
Saat pemuda itu menghembuskan napas, asap rokok langsung keluar dari hidungnya. Auranya terlihat sangat dingin layaknya sepotong es yang dingin. Sehingga membuat orang lain yang melihatnya ingin menjauh karena merasa takut dengan sikapnya dingin.
Wen Ruan masih terengah-engah karena telah berlari. Angin panas menyapu anak rambut Wen Ruan yang hitam dan lembut di depan dahinya. Saat menyadari ada orang lain yang mendekat, Huo Hannian langsung mengangkat kepala dan menatap Wen Ruan.
Alis dan mata yang gelap dan dingin itu menatap Wen Ruan penuh dengan permusuhan. Bahkan tidak ada keramahan sedikit pun dari tatapan matanya itu.
Jantung Wen Ruan tidak bisa berhenti berdetak dengan kencang, seolah-olah jantungnya akan melompat keluar. Dalam hati ia merasa bersalah dan kebingungan.
Setelah melihat Wen Ruan sekilas, Huo Hannian langsung mengalihkan perhatiannya ke arah yang lain. Kemudian ia menjentikkan abu rokok di ujung jarinya, ekspresi wajahnya masih tetap terlihat sangat dingin layaknya es yang membeku.
Saat melihat sikap Huo Hannian yang seperti itu, tanpa sadar Wen Ruan mengerutkan keningnya.
Dalam kehidupan sebelumnya, setelah lulus dari sekolah menengah, Wen Ruan dan Huo Hannian adalah musuh bebuyutan. Mereka tidak saling menyukai dan perasaan ingin membunuh ada di dalam hati mereka berdua.
Wen Ruan sendiri juga tidak tahu mengapa Huo Hannian pada akhirnya membereskan jasadnya, lalu membunuh Huo Jingxiu dan He Wanwan.
Namun bagi Wen Ruang yang paling penting saat ini adalah menyuruh Huo Hannian pergi dengan cepat.
"Huo, Asisten Kepala Sekolah sebentar lagi akan segera datang ke sini. Cepat matikan rokokmu..."
Sebelum Wen Ruan selesai berbicara, ia sudah mendengar suara Asisten Kepala Sekolah yang penuh dengan amarah, "Pada hari Senin upacara pengibaran bendera, aku sudah berulang kali mengingatkan kepada semua siswa bahwa tidak ada yang diperbolehkan merokok di lingkungan sekolah. Jika laporanmu benar, aku pasti akan menghukumnya dengan berat!"
"Guru, itu pasti benar. Tapi aku tidak bisa mengikutimu lagi. Jika nanti dia tahu aku yang melaporkan ini padamu, dia pasti akan membenciku!"
Raut wajah Asisten Kepala Sekolah itu terlihat lebih buruk ketika ia mendengar ucapan itu. Kemudian ia mempercepat langkahnya dan berjalan menuju toilet pria.
Wen Ruan melihat Huo Hannian masih berdiri tidak bergerak seperti patung es, dan tidak terlihat ada kepanikan dari tatapan matanya. Namun Wen Ruan justru yang merasa sangat cemas. Saat ia melihat Asisten Kepala Sekolah akan datang ke toilet laki-laki, tiba-tiba ia memiliki ide.
Tepat ketika Asisten Kepala Sekolah melewati toilet laki-laki, baskom berisi air kotor mengalir di kakinya. Sepatu kulit dan celana asisten kepala sekolah tiba-tiba basah.
"Maaf, Guru. Saya dihukum untuk membersihkan toilet. Saya tidak menyangka bisa menumpahkan air cucian pel pada Anda..."
Asisten Kepala Sekolah itu menatap Wen Ruan yang sedang membawa ember yang berisi air kotor di tangannya. Wen Ruan yang mengenakan rok mini dan riasan tebal itu membuat penampilannya terlihat seperti gadis yang tidak suka belajar. Seketika kemarahan Asisten Kepala Sekolah itu langsung memuncak, sehingga membuat wajahnya tampak memerah.
"Wen Ruan, jangan mengandalkan berapa banyak uang yang keluargamu miliki sampai membuatmu tidak mematuhi peraturan dan tidak disiplin di sekolah. Lihatlah rambut dan pakaianmu yang berwarna-warni. Penampilanmu yang seperti ini bagaimana bisa dianggap sebagai seorang siswa yang baik?"
Asisten Kepala Sekolah benar-benar tidak menyukai siswa nakal seperti Wen Ruan yang selalu membuat masalah. Jika Nyonya Wen tidak menyumbangkan perpustakaan ke sekolah, dengan prestasi dan perilaku Wen Ruan, mana mungkin anak nakal itu bisa masuk ke sekolah elit yang terbaik di kota Yuncheng? Batin Asisten Kepala Sekolah.
Wen Ruan pasti akan dimarahi tiga sampai lima kali dalam sehari. Saat ia senang, ia tersenyum dan merespon dengan beberapa kata. Namun saat tidak senang, ia pasti akan marah-marah kepada Asisten Kepala Sekolah.
"Guru baru saja terkena air kotor, bagaimana kalau Anda mengganti pakaian dulu baru memarahiku?"
Bau tidak sedap dari air kotor itu mulai menyeruak, tatapan mata Asisten Kepala Sekolah terlihat sangat tajam. Seolah-olah ada api yang membara dan ingin menelan Wen Ruan hidup-hidup, "Karena Wen sangat suka bersih-bersih, kalau begitu bersihkan semua kaca gedung kantor guru sore nanti!"
Setelah bicara seperti itu kepada Wen Ruan, Asisten Kepala Sekolah itu langsung pergi dengan cepat. Setelah berjalan menjauh, Asisten Kepala Sekolah itu pun mengerutkan keningnya. Tiba-tiba ia merasa seperti melupakan sesuatu. Namun saat ia melihat ke arah kakinya yang basah dan bau busuk, ia pun semakin mempercepat langkahnya dan segera pergi.
Ketika melihat Asisten Kepala Sekolah itu pergi, Wen Ruan pun langsung melihat ke arah dinding.
Pemuda yang tadi bersandar di dinding itu kini sudah selesai merokok, ia yang berdiri tegak berjalan mendekati Wen Ruan. Saat melewati Wen Ruan, bibir tipisnya berkata dengan suaranya yang dingin, "Menjauh dariku."