Chereads / Rahasia dibalik mata / Chapter 10 - Bagian 10

Chapter 10 - Bagian 10

Dua hari berlalu, waktu yang melaju begitu cepat diiringi musim hujan yang kini mendatang.

"Hallo markonah..eh muka lo kenapa?" Tanya nay menyapa leya yang tengah duduk dikursi taman sendirian.

Leya menoleh malas dengan mata sembab, hidung merah dan wajah pucat. Nay yang baru sampai dibuat kaget sekaligus khawatir dengan keadaan sahabatnya segera duduk dan menempelkan punggung tangannya dikening gadis itu.

"Ya ampun kening lo anget, lo sakit? Sejak kapan?" tanya nay merapikan rambut leya yang sedikit terkibas angin.

"Gue ujan ujanan kemarin malem hehe." Jawab leya tersenyum gusi.

"Ish gue bilang dari dulu jangan main aer tengah malem, gini kan akibatnya. Bandel banget sih lu." Sahut nay khawatir. "Udah kerumah sakit?" sambungnya memandang wajah aleya kasihan.

"Gue gak mau keumah sakit!" leya ngegas.

"Cih, kalo seumur hidup lu gak mau kerumah sakit terus lu mau dirawat dimana ha? Orang tua lo juga pasti gak akan selamanya bisa selalu ada buat lo ley." Nay menasihati.

Leya merasa tak enak badan setelah bermain air hujan malam malam kemarin, ia sangat tidak menyukai bau rumah sakit dan tidak akan mau pergi kerumah sakit. Ia terlalu trauma saat peristiwa dimana dia dan keluarganya harus terpaksa kehilangan calon adiknya.

"Kalo gitu ya gak usah." Sahut leya berdiri.

"Eh ley mau kemana?" tanya nay mencekal tangan leya.

"Gue mau liat pertandingan adek gue." Jawabnya.

"Gak usah, dengan keadaan lo kayak gini gak akan pernah gue ijinin lo keluar rumah. Sekarang gue anter lo pulang." Cegah nay.

"Percuma, ortu gue lagi bisnis diluar kota." Ujar leya.

"Kalo gitu gue temenin lo dirumah." Nay menarik tangan leya menjauh dari taman.

"Tapp-"

"Banyak cincong lu eh, cepet balik." Nay merangkul pundak leya lalu membawanya pulang, leya pasrah.

Hari ini adalah hari libur, leya dan nay sebelumnya memiliki janji untuk melihat pertandingan arga dan Levin. Tapi, nay urungkan setelah melihat keadaan sahabatnya yang demam.

Arga dan levin sudah bersiap dengan pertandingan basket mereka hari ini, nama group basket mereka sudah di panggil untuk bersiap bermain dengan lawan group basket sekolah lain.

Arga melihat levin masih celengak celinguk memperhatikan kebarisan penonton, banyak para supporter menyemangati group sekolah mereka. Arga menghampiri levin.

"Nyari siapa bro?" tanya nya menepuk pundak remaja itu.

"Kakak gue, katanya mau nonton gue main. Tapi, sampai sekarang belom dateng." Jawabnya.

"Lagi dijalan mungkin, gue yakin kakak lo lagi sama sepupu gue si nayeon." Sahutnya menarik levin kelapangan.

Pluit sudah ditiup penanda permainan telah dimulai, Arga sebagai ketua tim basket sekolahnya banyak mengarahkan anggotanya untuk bergerak sesuai strategi yang sudah mereka tentukan sebelumnya.

Suara supporter menggema meneriaki para idolanya, hanya levin yang tiba tiba perasaannya tak enak dan merasa sedikit pusing dikepala nya. Tapi, ia tahan karena tak ingin mengecewakan kakak nya dan timnya nanti.

"Are you ok?" tanya salah satu anggota timnya memegang pundak levin yang sedikit terlihat sempoyongan.

"Gue gak papa." Levin mengangguk tersenyum.

Ditempat lain, seorang pria dan wanita sedang berbicara serius, Nampak dalam suasana gaduh disekitar karena sebuah kecelakaan mobil. Salah satu dari mereka menggertak gigi memejam mata sembari mengepalkan tangan, dan yang satu terus mengoceh sumpah serapah karena tak bisa menghalangi kecelakaan itu.

"Seharusnya kita datang lebih cepat dariya, ku yakin peristiwa ini akan tercegah. Sial! Kita juga seharusnya mencari cara lain untuk menyelamatkannya. Bodoh sekali, bodoh ahk!!" Umpat si pria.

"Salahnya karena tak mau mendengar nasihat kita, jika dia menurut aku yakin Yossy tak bisa membunuhnya." Ucap si perempuan memandang banyak nya orang mengerumuni mobil yang sudah penyet terhimpit bis, dipastikan orang yang ada didalam mobil itu tewas seketika dengan tubuh yang sudah remuk.

"Gawat!" ujar si pria.

"Apa yang menurutmu gawat?" tanya si wanita tanpa menoleh.

"Lihat ini." Si pria menyodorkan benda pipih yang disitu terpampang jelas gambar seorang gadis memakai seragam sekolah.

"Bastard! Kini dia mengincar sahabat kecilku?!" umpat si wanita menahan emosi setelah melihat poto itu.

"Sahabat mu? Jadi gadis ini sahabatmu?" tanya si pria.

"Iya han jung, dia sahabat kecilku saat diidonesia, meski sudah lama tidak bertemu dengannya.tapi, aku masih sangat mengenali wajahnya." Sahut si wanita menatap aspal dibawah kakinya sendu.

Han jung yang merasa ada sebuah permasalahan antara kekasihnya dengan gadis dipoto itu segera menarik tubuh gadis itu dalam pelukannya. Gadis itu sempat menolak dan melepaskan diri. Tapi, Sang kekasih justru lebih mengeratkan pelukannya. Gadis itu akhirnya menangis dalam pelukan si pria.

"Aku tak tahu apa masalahmu Witta. Tapi, akan kupastikan sahabatmu tak akan bernasib sama dengan korban Yossy sebelumnya." Han jung mengusap rambut witta sayang.

Pelukan itu dilepaskan perlahan, witta mendongak menatap intens wajah kekasihnya. Selama ini, Han jung sudah sangat baik padanya, entah harus bagaimana ia membalas semua kebaikan pria itu untuknya suatu saat nanti.

"Terimakasih." Ucapnya tersenyum menatap sang kekasih.

Hanjung tersenyum melihat senyum gadis nya kembali, ia kembali memeluk witta dan mencium pucuk kepalanya.

"Terima kasih kembali." Hanjung.

"Apa apaan ini?!" Tanya Leya yang marah karena sahabatnya nayeon diam diam memanggil dokter.

Nay terkekeh geli melihat wajah ketakutan sahabatnya, tanpa basa basi ia segera mem videokan moment itu.

"Permisi nonna. Tapi, saya harus menyuntikan suntikan ini ketubuh nonna sebagai vitamin sekaligus antibody dari demam nonna sendiri." Jelas si dokter.

Leya menggeleng tak mau menatap suntikan ditangan si dokter, ia perlahan mundur dari Kasur menghindari dokter yang hendak menyuntiknya.

"Gak! Periksa periksa aja jangan bawa bawa suntikan. Gue gak sakit." Sahut leya tak mau.

"Aduh markonah, dari muka lo aja pucet. Kalo lo gak disuntik kapan sembuh nya? Lagi pula ini cuman suntik vitamin doang bukan suntik mati." Nay kesal melihat leya yang terus menghindar.

Nay hampiri leya dan mencekal kedua tangannya agar tidak bisa kabur, leya tak bisa bergerak bebas, karena tangannya dicekal bebek muara disampingnya.

"Lepas nay, lo tahu gue paling takut disuntik. Lebih baik gue makan pil aja dari padda disuntik." Leya memberontak.

"Udah mending ya suntiknya ditangan, kalo dokter nya cewek udah gue suruh suntik lu di pantat, mau?" ujar nay tak tahu membuat si dokter memerah malu diwajahnya.

"Tapp-"

"Cih, bisa diem gak si lo? Dokter nya kesusahan suntiknya." Sahut nay kesal, leya diam menatap nay dengan mata ikannya.

Dokter mendekat kan suntikan itu ditangan kiri leya, sebelum itu dokter memberi sedikit alcohol dikulit yang akan disuntik agar sedikit dingin. Leya memejamkan mata nya erat saat suntikan itu menancap kedalam kulitnya dan ditarik kembali oleh dokter.

"Jangan kelamaan meremnya." Ujar nay terkekeh melepaskan cekalannya.

Leya membuka mata dan melihat si dokter membereskan suntikan itu kedalam tasnya.

"Ini resep nya, bisa diminta diapotek terdekat. Baiklah, kalo begitu saya pamit permisi." Ucap dokter laki laki berusia 20 tahunan itu tersenyum memandang leya.

"Terimakasih dok, maap merepotkan." Leya tersenyum malu baru sadar ia bertingkah memalukan sebelumnya, dokter itu tersenyum.

"Mari dokter, saya antar sampai depan pintu." Sahut nay menggiing si dokter keluar.

Leya yang baru pertama kali disuntik diusianya merasa heran, ia pikir suntikan itu sakit. Tapi, justru tak terasa sama sekali. Tubuhnya juga lebih ringan setelah disuntik, sepertinya ia akan sering sering disuntik,pikirnya.

"Duh kok pusing sih, ngantuk banget lagi." Leya memijat pelipisnya.

Berpindah, nay yang selesai mengantar dokter sampai pintu rumah leya kembali kekamar. Tapi, ia mendapati leya terlelap diranjang dengan baju yang belum ia ganti. Tidak berbicara apapun, nay menyelimuti tubuh leya hingga dada. Nay membenarkan posisi tidur leya dan mengusap kepalanya.