Chereads / Another World Cosmos: Battle Royale / Chapter 5 - Stage 4: Senandung Alam

Chapter 5 - Stage 4: Senandung Alam

Tersisa sekitar 3 minggu sampai para penghuni bumi ditransfer kemari, sekarang ini diriku benar-benar sedang dikejar waktu.

"Aku akan mengecek persediaanku saat ini" ujarku sambil mengunyah biji dan dedaunan yang dibawakan oleh Midori layaknya cemilan pagi.

Aku adalah Vampire Dryad, kurasa makan tumbuhan tidak apa-apa. Tapi bukan berarti aku ini adalah Vegetarian, lho!

"Buka Inventory!" titahku pada sistem.

Inventory, sebuah fitur gudang dimensi yang terdapat pada sistem. Fungsinya untuk tempat penyimpanan barang.

Jendela hologram terbuka menampakkan beberapa item yang berada pada kotak-kotak yang mirip pada saat kau memainkan game. Sekali lagi aku takjub dengan teknologi. Tidak, mungkin semacam kecanggihan magis ini? Fenomena misterius yang tidak dapat dijelaskan, membuatku membisu.

Berikut item pada persediaan Survival Pack yang diberikan kepadaku sebelumnya:

〇 Bibit Gandum(Pack) X3;

〇 Bibit Lobak(Pack) X2;

〇 Bibit Kacang Polong(Pack) X3;

〇 Bibit Seledri(Pack) X2;

〇 Elixir X5;

〇 Roti X20;

〇 Daging Mentah X10;

〇 Botol Air 2L X5 (Wadah Tupperware).

Mataku memicing sementara memandang hampir sebagian besar persediaan ini hanya diisi oleh konsumsi tidak instan.

"Hm... kurasa tidak masalah, jika ku perhitungkan untuk kebutuhanku sendiri... Mari asumsikan persediaan ini tahan untuk beberapa bulan kedepan jika ku hemat," Sementara aku bergumam, jariku merangkak naik diantara dagu tanpa kusadari.

Baiklah, mengangguk memahami situasi diriku sejauh ini. Lalu pikiranku kemudian beralih pada suatu hal penting yang lainnya.

Benar, hal esensial yang harus dilakukan setelah mengecek persediaan adalah pengamatan sekitar, terlebih dahulu harus mengetahui medan wilayah dan bagaimana ekosistem sekitarnya adalah hal wajar. Dengan begitu menyusun rencana selanjutnya baik membuat pertahanan ataupun pemukiman akan lebih mudah dan efektif.

Aku ingin bertanya kepada Midori secara lisan tapi tidak memungkinkan, dia tidak bisa berbicara. Oleh karena itu, dia yang akan menjadi pemanduku disini, alasannya karena dia pasti sudah sangat familiar dengan lingkungan luar kuil.

Membahas tentang nama dari Dungeonku ini, ia bernama Kuil Ouroboros. Aku masih belum tahu pasti bagaimana penampilan luarnya hanya saja dapat ditebak dengan jelas bagaimana mentahnya tempat ini, hipotesisku hanya sekedar kuil petak saja?

Aku berdiri di depan gerbang kuil dengan Midori yang diam di atas kepala. Menunggu momen aku mengajaknya, Midori mengelus-elus wajahku dengan manja.

"Baiklah, waktunya berangkat bukan?"

Pyon!

Secara naluriah mengetahui hal ini karena suatu alasan, aku menarik nafas ringan sesaat lalu meneriakkan sebuah kata agak lantang dengan yakin. "Open Dungeon!"

Gerbang tersebut dengan pasti mengikuti perintah dari lisanku, derit pintu batu yang terbuka kasar karena terlalu lama tertutup dapat ku dengar, hujan debu berjatuhan dari langit-langit lawang dan menambah sensasi kekumuhan tempat ini.

Cahaya terang menghujami kami, netraku sempat memicing sesaat karena silaunya.

Dan saat kembali dibukakan kedua mata ini, pemandangan asing dan menakjubkan bak dalam dongeng fantasi menyambut penglihatan kami.

Sempat terperangah sesaat, bukan karena pemandangan fantasinya tapi karena ketidakilmiahan fakta yang kulihat saat inilah yang membuatku bingung.

" ... Heh? Hutan ini... Pohon dari genus apa itu?" gumamku bertanya sendiri.

Pohon mirip jati berwarna tua dengan daunnya yang agak aneh berwarna kebiruan mengisi hampir seluruh lahan disini. Mereka tumbuh sampai menjulang cukup tinggi dengan posisi tumbuhnya masing-masing acak. Selain itu, tempat ini hanya ditumbuhi rerumputan dan semak belukar berwarna kontras.

Berkat hutan yang hanya diisi oleh pepohonan jati aneh ini membuat medan jalanku jauh lebih mudah. Kurasa hal itu dapat disyukuri kali ini meskipun agak tidak logis untuk dicerna.

Berjalan menyusuri hutan yang sepi, tidak ada apapun yang muncul sejauh ku berjalan. Walau begitu aku tetap waspada dengan sekitar mengantisipasi jika adanya hewan buas atau semacamnya.

"Selanjutnya kemana Midori?" tanyaku pada Slime di kepala.

Pyon! Pyon!

Dia mengarahkanku ke depan, mungkin saat ini dia mengatakan, 'Terus saja berjalan ke depan!' atau begitulah seharusnya?

Kami masih berjalan. Tidak, kurasa hanya aku yang berjalan disini. Melewati rimbunnya hutan jati dengan senandung alam yang menyertai setiap langkah membuat batinku merasa sejuk.

"Hey, Midori bukankah kau harus berjalan sendiri?" tanyaku geram, tapi bukan berarti aku tidak suka dia diam disana.

Pyon! Pyon!

Midori menggeleng-gelengkan badan kenyalnya menolak. Tidak ada bantahan sekarang, biarlah dia begitu toh aku juga tidak terbebani karenanya.

Aku sudah berjalan menyusuri hutan ini selama hampir 1 jam lebih dan diakhir perjalanan ini, kami menemukan suatu hal yang dinanti-nanti.

Pemukiman.

Kami sampai di sebuah pemukiman, apakah ini tempat tinggal suatu suku?

Memandang dari kejauhan nampaklah rumah-rumah dari kayu jati yang sederhana dengan atap tembikar yang dianyam dengan jelinya, itulah pemukiman yang kami lihat saat ini. Hampir di kelilingi oleh pasak kayu tajam, tempat ini terjaga sempurna.

"Bagaimana menurutmu?" tanyaku berbisik pelan.

Pyon!

Kesepakatan terjalin diantara kami, Midori kemudian mengempis dan masuk ke dalam sela-sela seragam militerku. Ini adalah bentuk antisipasi jika saja mereka menganggap Midori sebagai ancaman, menghindari konflik sejauh kau bisa adalah hal yang penting.

Midori lalu membelit diantara tubuhku, ini rasanya cukup geli dan dingin tapi... ya sudahlah.

Berjalan diantara rumah-rumah yang sepi, kemana para penghuni dusun ini?

Sementara aku menoleh ke sekitar berasumsi curiga, bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, atau mungkin telah terjadi.

Dari kejauhan, bayangan kabur berlari dengan tertatih-tatih kearahku. Dia semakin mendekat lalu dengan cepat mendekap kedua tanganku tiba-tiba.

"Tolong! tuan, tolong kakakku!" pekiknya lirih dengan suara serak lembut.

Seorang wanita muda yang amatlah cantik dengan telinga panjang, rambut putih kelabu dan tubuh yang gelap kecoklatan kini berdiri memohon di hadapanku, aku menyadari situasinya sejauh ini. Mereka semua, kurasa semacam ras Dark Elf atau sejenisnya kini sedang dalam krisis kelaparan.

Bagaimana aku bisa menyimpulkan demikian? Karena sosok yang saat ini berada di depanku cukup memprihatinkan, seolah dia belum makan selama beberapa hari terakhir ini.

Jemari kurusnya merangkak diantara tunggul tanganku, memelas meminta bantuan untuk keselamatan orang-orangnya. Rasa iba? aku hampir sedikit larut dibuatnya.

Tidak-tidak, aku tidak akan melewati titik ketenanganku saat ini. Sampai sekarang wanita cantik itu memandangku dengan permohonan, hampir seperti tusukan. Jika saja aku adalah orang yang emosional di sinilah aku akan menunduk dan memeluknya. Ya... tapi aku bukan orang seperti itu, bahkan sekarang! Kemudian... bagaimana dengan krisisnya saat ini?

"Kumohon... bantu kakakku... dia sekarat sekarang...," Suara serak wanita Dark Elf ini memenuhi telingaku.

Bagaimana keputusannya sekarang, mempertimbangkan aku juga sedang tersudut saat ini. Apakah akan cukup layak mengorbankan persediaanku untuk membantu mereka?

". . . ."

Seolah aku harus peduli dengan orang asing yang perangainya bahkan tidak kukenal. Mari pikirkan sejenak, jika saja orang yang kuselamatkan akan melakukan kejahatan kelak, paling buruk menusukku dari belakang. Bagaimana menurutmu perasaanku saat mengetahui hal tersebut sudah terlambat? Mungkin perasaan sesal dan sakit yang tiada dasarnya.

Atau mungkin juga ini sebuah jebakan? Rasa curiga memenuhi benakku bukan kepalang.

'Tidak, kupikir....'

Walau berpikir demikian, pada akhirnya aku tetap memutuskan menolongnya.

"Tunjukkan padaku dimana kakakmu!" pintaku tetap dengan wajah tanpa emosi berlebih.

"Ah... terima kasih... terima kasih tuan...," Suara panik wanita muda itu menurun, nafas lega menghembus perlahan diantara bibirnya.

"Ucapkan itu nanti saat kakakmu sudah tertolong, bergegaslah!" desakku.

"Ba-baiklah, tolong ikut aku!" Dia berbalik lalu kembali berlari diikuti diriku tepat di belakangnya.

Tak jauh dari tempat kami sebelumnya, sebuah gubuk sederhana menanti kami.

Wanita muda itu bergegas membukakan pintu lalu saat kami menginjakkan kaki disana, aku melihat seorang pria terbaring dengan wajah tegas, tapi itu kini luruh oleh desahan penuh derita yang dihempaskannya dengan lemas.

"Kakak?! sudah kubilang jangan keluar dari tempat tidurmu!" sentak wanita itu sontak panik. Dia berlari kearah kakaknya hendak membangunkan tubuh kaku tersebut.

'Pria itu...,'

Ada perasaan mengganjal dalam pikiranku, melihat gejala penyakit yang dideritanya sejauh pengamatanku, kemudian aku pun memprediksi.

"Pneumonia?" Tanpa sengaja aku mengucapkannya cukup keras.

"Eh?" Wanita itu terdistraksi lalu berbalik terkejut kearahku. "Tuan tau penyakit yang diderita kakakku?!"

Sial, mulutku memang tidak mau berkompromi.

Pneumonia adalah peradangan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi. Pneumonia bisa menimbulkan gejala yang ringan hingga berat. Beberapa gejala yang umumnya dialami penderita pneumonia adalah batuk berdahak, demam, dan sesak napas. Dikenal juga dengan istilah paru-paru basah.

"Yah... meski hanya asumsi kasar kurasa" jawabku ragu.

Wanita yang saat ini tengah terduduk menopang tubuh lemah kakaknya diantara pundak rampingnya memekik dan memohon kembali kepadaku. "Saya mohon tuan, tolong selamatkan nyawa kakakku!"

Mau siapapun itu, entah manusia atau Inhuman pasti akan tetap sama. Mereka melontarkan permintaan egois tanpa tahu kondisiku terlebih dahulu. Memikirkannya membuat muak saja. Oh! ada yang lebih baik, kurasa untuk kali ini aku akan menolong mereka.

"Baiklah, aku akan menolongnya" ucapku tersenyum ringan.

"Ah... terima kasih banyak... aku berhutang budi kepadamu, tuan!"

Dia dengan ringannya mengatakan hutang budi. Namun melihat kembali kondisi kakaknya, gejala pria ini sudah amat parah. Oleh karena itulah aku dapat mengidentifikasinya dengan cepat, aku bukan dokter jadi ini hanya sekedar hipotesis dasar saja.

Apakah Elixir dapat digunakan?

Elixir, sebuah ramuan ajaib yang sangat langka dan sulit untuk dibuat. Bahkan para alkemis hanya bisa membuatnya setahun sekali atau mungkin lebih. Konon katanya ramuan ini hampir dapat menyembuhkan segala penyakit berat, lebih mujarabnya dapat membuat orang yang meminumnya sehat dan bugar kembali.

Tertawa geli di dalam benakku, benda tanpa dasar ilmiah ini dapat memiliki unsur antibiotik di dalamnya? Apakah Pneumonia dapat disembuhkan hanya dengan ini? Terutama untuk stadium pria ini sudah mencapai tahap krisis.

Membuang segala keraguan.

Aku mengeluarkan satu botol Elixir dari Inventory, diam-diam menyembunyikan tanganku di balik kantong seragam militer. Aku tidak ingin kemampuanku terekspos begitu saja.

"Aku akan menggunakan ini, tolong bantu buka mulutnya," pintaku membuka tutup botol kaca Elixir.

"I-itu... jangan-jangan Elixir?! Tuan, benda seberharga itu...," Wanita itu terkejut dengan item langka di genggaman tanganku.

"Jangan banyak bicara dan ikuti intruksiku, ini demi keselamatan kakakmu!" desakku.

"Ba-baiklah. Kak... Tolong buka mulutmu," pintanya sambil membantu memegangi rahangnya.

Bagi mereka yang hidup di belantara tanpa teknologi dan obat-obatan yang menjadi dasar hidup mereka. Orang-orang ini pasti tidak akan bertahan, di dunia modern seperti bumi, selama penanganannya tepat Pneumonia dapat diatasi dengan mudah. Lalu bagaimana dengan mereka? Kurasa hanya perlu menunggu waktu sampai lebih banyak korban berjatuhan.

Apakah kedatanganku membawa ketidakseimbangan dalam kehidupan mereka? Persetan dengan hal tersebut!

Perlahan namun pasti, pria ini meneguk setiap tetes Elixir yang ku minumkan. Dengan begini kurasa nyawanya tidak lagi terancam. Sekarang aku yang khawatir, bagaimana dengan penduduk lain? Apa mereka terinfeksi juga?

Penyakit ini sangat sulit diidentifikasi jikalau masih tahap awalnya.

Aku memandang wajah pria yang sebelumnya ditekuk karena derita kini perlahan luruh menjadi damai. Ramuan obatnya sekarang tengah bekerja, semoga kau lekas sembuh.

"Raut wajah kakak semakin membaik... Elixirnya benar-benar bekerja—" Ucapannya tertahan, dia mendongak memandangku yang mendadak berdiri menatap ke arah pintu keluar. "Tuan?"

Aku merasakan hawa kehadiran lain, jumlah orang yang cukup banyak berdiri tepat di depan pintu rumah ini.

"Siapa mereka?"

◈◈◈

See ya next chapter!