Malam menjelang.
Desa suku Dark Elf yang terletak di pinggiran hutan jati fantasi kini berselimutkan sunyi. Rembulan malam tak menampakkan batang hidungnya. Namun, langit cerah tak berawan benderang oleh kilapan bintang. Sesekali terdengar dari kejauhan pekikkan hewan nokturnal juga menyela nyanyian serangga malam.
Aku merenung di luar rumah, kian larut memandang langit sunyi nan kelam.
Menghembus uap samar dari mulutku menandakan seberapa dingin suhu malam ini.
Tak nampak tanda kehidupan di pemukiman, semua terlelap dalam semayam. Hanya kabut tipis berembun, perlahan mengalir dari daerah hutan gelap. Menyemai hawa dingin yang perlahan menusuk dasar tulang-tulangku. Meski begitu, ada sesuatu yang mengganjal sehingga membuatku lupa akan sekitar.
'Aku penasaran!!'
Aku sekarang menjadi tak sabaran, dibandingkan melakukan pekerjaan fisik berlebihan ataupun dikejutkan hal-hal menakutkan. Saat ini yang membuat jantungku lebih berdetak kencang adalah rasa keingintahuan, rasa ingin ngulik dan mempelajari keilmuwan baru.
Setelah membaca keseluruh buku sebelumnya; Buku Alkemia Kuno I, buku Alkemia Kuno II, buku Alkemia Kuno Rujukan, buku Referensi Material dan Magia, buku Witchcraft Dasar, buku Witchcraft Lanjutan. Dan keenam buku menakjubkan itu ditulis oleh orang yang sama, "Mirpa".
Mungkin dibandingkan menyebutnya buku materi, ini semua lebih cocok kusebut sebagai buku jurnal hidup: yang isinya penelitian dan ekspedisi dari seorang wanita yang menakjubkan kukira. Aku cukup bingung karena keterbatasan bahan dan material disini. Oleh karena itulah, aku mengutus Midori untuk menelisik daerah sekitar, mencari bahan-bahan yang sekiranya tercatat di buku.
Diluar rumah, lebih tepatnya dipojokan yang sepi kini aku sedang berbisik-bisik dengan Midori sambil menunjukkan perkamen kusam berisi daftar bahan-bahan material.
"Hey Midori, kau bisa carikan aku benda-benda ini? tidak usah dibawa. cukup kau telusuri saja tempat-tempatnya jika sudah ketemu aku akan kesana mengambilnya sendiri" bisikku menyuruhnya dengan lembut.
Bagaimana sekarang? Apa Slime hijau ini mengerti maksud yang kusampaikan kepadanya?
Pyon!
Midori menyahut sambil melenturkan bagian tubuhnya membentuk sebuah jempol 'Oke!' pasti itu maksudnya sekarang. Slime mungil ini sangat bisa diandalkan!
Dia dengan cekatan meluncur diantara semak-semak lalu keluar dari desa menuju hutan yang lebih dalam. Kupikir Midori sudah sangat akrab dengan medan wilayah ini, dukungan yang sangat bagus untukku. Aku akan menunggunya kembali sampai besok. Mari kembali lagi ke rumah sebelum mereka mencariku.
Saat aku datang di langkah pertama pintu, Freya dan Ghein sudah menyambutku disana.
"Refal-sama? anda sehabis darimana?" tanya Freya sopan. Sedangkan untuk Ghein... dia duduk serampangan disana lalu menyapaku seolah kami sudah lama kenal.
Aku segera menutup pintunya sebelum udara malam merasuk ke dalam.
"Hey Bos, terima kasih atas dagingnya. ini yang terbaik!" serunya sambil mengunyah makanan penuh dimulut.
"Hey Kak! itu tidak sopan!" tegur Freya hidungnya kembang-kempis.
"Kau terlalu kaku, benar bukan Bos?" tanya Ghein menoleh kearahku mencari dukungan.
"Pffftt...!!" Aku hanya tersenyum geli melihat kelakuan akrab keduanya. Bercengkrama hangat setelah melewati krisis diambang kematian.
Aku ingin mereka menikmati kehidupan indah seperti ini, kuharap begitu... waktunya semakin mendekat. Penghuni bumi yang kelak akan menjadi sainganku akan segera sampai beberapa minggu lagi. Memikirkannya membuat ekspresiku kembali serius.
"Tolong masuklah Refal-sama, diluar pasti dingin bukan?" Freya seperti biasa lugu dan penuh perhatian.
"Aku sudah terbiasa dengan rasa dingin" jawabku tertawa kecil.
Dan begitulah, malam ini kami habiskan dengan kedamaian indah. Aku hanya sedang tidak ingin memikirkan spekulasi burukku tentang hari yang akan datang. Memasuki era penuh pertempuran kelak, yang mana akan mencemari tanah ini dengan simbahan darah dan teriakan kengerian.
'Mari lupakan pikiran itu untuk malam ini'
Kehangatan ini menyemai dan memeluk benakku dalam diam.
***
Keesokan paginya, semuanya telah berkumpul.
Mereka orang-orang yang kompeten, padahal matahari baru saja menyingsing dan hampir seluruhnya sudah ada di hadapanku serta kini duduk memperhatikan sambil memeluk dengkul kaki mereka.
Aku mendeham kecil lalu mulai menuturkan, "Baiklah, selamat pagi semuanya! seperti yang kalian tahu disini... aku akan membangun wilayah di tempat ini, jadi aku butuh bantuan kalian."
Beberapa berbisik satu sama lain, bukan karena keraguan melainkan sebuah kekaguman dan rasa syukur.
Seorang bangsawan terdidik akhirnya datang!
Kita selamat mendapatkan pertolongan dari tuan Refal!
Akhirnya... setelah penderitaan kita di tanah ini, ada juga orang baik yang datang!
Kupikir begitulah bisikan mereka di depan sana. Ini hanya spekulasi, tapi bukan berarti salah juga, aku berhasil menguasai psikologis dan mental mereka yang lemah karena tersudut kematian.
Perdaya Langit untuk melewati Samudra. Bergerak di kegelapan dan bayang-bayang, menggunakan tempat-tempat tersembunyi, atau bersembunyi di belakang layar hanya akan menarik kecurigaan. Untuk memperlemah pertahanan target, kau harus bertindak secara terbuka dan menyembunyikan maksud tersembunyimu dengan aktivitas biasa sehari-hari. Itulah kutipan taktik yang ku ingat dari 36 strategi.
'Saatnya menuntaskan rencana selanjutnya, membangun kembali wilayah yang tak tertolong ini!' pikirku mengeratkan tekad dan keyakinan bulat.
Aku pun mengangkat telunjukku lalu menjelaskan, "Pertama adalah persediaan konsumsi, itu adalah kebutuhan esensial dan paling vital dalam suatu organisasi masyarakat."
"Pertama dari semuanya... mari kita berkebun!" lanjutku tersenyum amat cerah.
". . . ." Mereka melongo sejenak tanpa kata. Hey... tolong katakan sesuatu! Ini memalukan...
"A-ayo lakukan semua!!" teriak Ghein mendadak berdiri dari duduknya mengangkat tangan tinggi.
". . . ." Mereka saling memandang dengan titik keringat di pipi mereka.
"Benar! Refal-sama pasti punya rencana dibalik ini semua!"
"Aku ikut, meskipun botani bukan keahlianku. Aku akan tetap membantu sebisaku!"
"Kurasa ini yang terbaik...."
Mereka satu per satu berderu menyematkan keyakinannya berkat sedikit dorongan dari Ghein. Tunggu, Ghein nampak mengacungkan jempol dan berkelip ke arahku!
Karenanya aku sedikit mengangkat sebelah alis.
'Dia... begitu ya, terima kasih kawan,' batinku tersenyum sanjung.
"Baiklah dengarkan kelanjutan penjelasanku semuannya!" teriakku membuat mereka kembali fokus.
Aku mengetahui pasti informasi dasar dari medan sekitar. Pertama dari hipotesis dan analisis kasar pengamatanku dan kedua merupakan fakta tertulis dari buku Mirpa. Hutan yang memiliki radius amatlah luas, saat ini aku berada di Hutan Doomstones. Wilayah ujung dunia dari sektor Grandine, kau sebut ujung dunia bukan berarti bumi datar. Ini hanya istilah untuk sebuah pulau buangan yang terpisah dari benua utama.
Mereka menempatkanku di tempat tersulit yang bisa kau bayangkan.
Tanah tandus yang mengandung terlalu banyak Stardust. Apa itu Stardust?
Stardust merupakan pecahan kristalisasi dari sirkuit magis Magia, mereka mengandung endapan energi sihir yang tercerai berai di langit. Meski dibilang energi, debu ini memiliki sifat merusak terhadap unsur alam flora. Satu-satunya yang bisa beradaptasi dengan debu ajaib ini hanya tanaman yang pada awalnya sudah terbubuhi Magia.
Kesimpulan pastinya, kau tidak akan bisa menanam tanaman biasa apapun di tanah ini.
Sulit bukan? pantas saja para Dark Elf ini berakhir tragis.
Meski begitu, aku memiliki rencana dan pikiranku sendiri untuk mengatasi semuanya. Dan langkahnya diawali dari "Metode".
Aku mengangkat jemariku satu per satu sementara menjelaskan.
"Rotasi tanaman, stimulus tanaman, monokultur dan polikurtur. Kita akan pakai cara itu!" cetusku membuat mereka terbelalak dan heran.
Sedikit kujelaskan tentang Metode agrikulturar yang kusinggung sebelumnya.
"Rotasi tanaman, seperti namanya, itu adalah praktik botani berbagai jenis tanaman secara bergiliran di satu lahan. Metode ini amatlah memberikan manfaat besar bagi tanah. Elemen utama darinya adalah pengembalian nutrisi nitrogen melalui tanaman legum setelah penanaman tumbuhan serealia dan sejenisnya. Ini juga dapat dipergunakan untuk mencegah pantogen dan hama yang hanya menyerang satu jenis tanaman saja."
Kini logika itu telah dirombak di dunia serba fantasi ini, unsur magis dan sihir juga kita masukkan ke dalamnya. Ya, semua kehidupan di dunia ini tidak akan jauh dari ilmu sihir.
Dan... disinilah pencetusan idenya. Stimulus tanaman! Benar, di dunia ini apapun yang bersifat di luar nalar pasti mungkin terjadi. Aku menemukan informasi yang sangat berguna di dalam buku "Alkimia Kuno" tentang praktik stimulus tanaman dengan menggunakan Elixir. Menakjubkan, benda ini bahkan bisa digunakan untuk apapun?!
Elixir mengandung unsur Magia yang amat kental. Jika aku membubuhi tanaman dan tanah ini dengan Elixir maka mereka akan berubah menjadi lahan dengan energi magis murni.
'Kekekekeke, normalnya orang biasa hanya akan menggunakan Elixir untuk pengobatan' batinku terkekeh cerdik.
Aku tertahan sejenak saat mereka memandangku dengan wajah bingung. Terutama Freya, dia memasang wajah yang cukup imut disana.
Sepertinya para Dark Elf ini tidak mengerti dengan setiap kata yang ku ucapkan, aku yang bodoh disini karena menjelaskan hal ilmiah panjang lebar pada orang dunia lain.
"Yah, intinya ini adalah metode bercocok tanam yang efektif!" tegasku mempersingkat.
Freya lalu mengintrupsi dengan mengangkat tangan terlebih dahulu.
"Saya belum pernah mendengar metode bercocok tanam seperti itu, bahkan dikalangan Elf yang terdidik sekalipun," ungkap Freya kagum.
Tentu saja, lagipula ini adalah metode yang dikembangkan oleh orang-orang dengan peradaban tanpa sihir dan magis. Murni pengetahuan akal sehat ilmiah.
"Bagaimana Refal-sama bisa mengetahui metode seperti ini? apakah di negeri tuan setiap bangsawan mengetahui hal tersebut?" tanya Freya penasaran.
Sempat terdiam kemudian aku pun tersenyum tipis.
"Tidak hanya bangsawan, setiap orang bisa mempelajari pengetahuan ini dengan bebas."
Terutama sejak zaman industri 4.0 merajalela. Informasi dapat diakses dengan luas oleh setiap orang di Bumi. Berkat itu pula aku memiliki segudang pengetahuan yang sebelumnya sama sekali tidak terpakai di duniaku.
Kembali ke topik mengajari para Dark Elf cara bercocok tanam.
"Baiklah, seperti yang kujelaskan sebelumnya. karena aku menggunakan beberapa metode yang berbeda. disini aku akan membagi pekerja untuk pertanian menjadi 2 kelompok" jelasku mengacungkan dua jemari.
Kemudian disinilah intruksi krusialnya.
"Dengarkan baik-baik! Ikuti intruksiku dan masukkan ke dalam kepala kalian yang bebal itu!!" sentakku sontak membuat raut wajah mereka menegang.
Perhatian mereka tak bergeming sedikit pun dari segala ucapanku, perilaku yang bagus.
"Dimulai dari pria yang cukup layak untuk bekerja fisik, berdirilah!" titahku tegas.
Karena suaraku yang amat menekan pria dewasa yang kusinggung berdiri dengan congkak. Pose mereka tegak, dengan raut wajah tertekuk serius mencoba agar tidak memancing amarahku.
"Kalian!!" tunjukku mengintimidasi.
"Iya, Refal-sama!" jawab para Pria reflek tegap.
Perubahan sikapku yang tiba-tiba membuat mereka amatlah tercengang. Mereka pikir aku orang yang lemah lembut, apakah mereka merasa kecewa? Tidak, mereka semakin menghormati dan segan kepadaku. Inilah fungsi sebuah kharisma dan martabat.
"Pergilah buat lahan pertanian di luar sana, buat sampai sekiranya 2 lahan besar yang mana terbagi kembali menjadi 3 bagian yang saling berdekatan!" titahku menunjuk keluar desa.
"Siap laksanakan, Refal-sama!" balas mereka tegas dengan sikap hormat, setelahnya mereka membuyar dengan tertib ke tempatnya masing-masing untuk mengambil perkakas kerja.
Aku menyela Ghein sebelum dia melangkah pergi. "Hey Ghein! ambil ini!"
Aku melemparkan sebuah gulungan perkamen kusam yang di dalamnya telah tertulis cetak biru, rencana pembuatan lahan dan detailnya yang terperinci. Karena begitu tiba-tiba dia terkejut dan menangkapnya dengan congkak. Lalu bertanya heran kepadaku, "Ini... apa?"
"Itu adalah rincian rencana untuk kalian, kau yang akan memimpin kelompok para pria. Tolong lakukan dengan baik!" ujarku seolah menekan lembut.
Bukannya tertekan, Ghein malah menatapku dengan kilauan dan sumbringah. "Baik, Bos! Aku akan menjalankan tugas ini sepenuh hatiku!"
'Uwah... apa ini?' Sebuah perasaan aneh menusuk-nusuk punggungku.
Berikutnya aku menatap tajam kearah kerumunan yang sekarang hanya berisi wanita dan anak-anak.
"Untuk para anak-anak!" Seketika teriakkan kerasku membuat mereka tersentak.
"... Kalian bermainlah dan jangan nakal disana." sambungku santai menunjuk halaman luas.
Mereka membatu tak menyangka dengan suruhan lembutku.
"Ba-baik, Refal-sama!" balas anak-anak yang berdiri lalu pergi meninggalkan kerumunan sisanya.
Sekarang tinggal para wanita dan tua renta, dapat kulihat disana juga ada Freya yang nampak memasang wajah lucu akibat kaget dengan perubahan sikapku.
Para wanita dan orang tua kupercaya memiliki keterampilan yang lebih telaten dari pria. Maksudku... dengan tangan dan ketelitian mereka, menyerahkan pekerjaan yang rumit akan lebih baik.
Aku kemudian kembali melanjutkan, "Aku akan menjelaskan mengenai metode yang sebelumnya kubilang dan bagaimana untuk menerapkannya."
Suasana semakin tegang, mereka memperhatikan seksama. Menatap tajam menunggu kata terucap dari mulutku.
Dari pengamatan kasarku, aku mengambi sedikit hipotesis. Hutan ini memiliki iklim dan tanah yang cukup unik, mungkin ada satu keuntungan menanam tanaman disini yaitu minimnya resiko hama.
Aku dapat merasakan banyak energi Magia dari dalam tanahnya. Apa itu dapat bermanfaat untuk tumbuhan? Entahlah, itu tidak ada di dalam kamus otakku. Sehingga menjadikan eksperimen ini layak dicoba.
"Kelompok kalian akan terbagi menjadi tim polikultur dan monokultur. Sebelumnya apa itu tentang polikultur dan monokultur? Kalian tidak tahu 'kan?" tanyaku memastikan.
Mereka mengangguk congkak bersamaan.
"Singkat saja... Polikultur adalah pertanaman campuran sedangkan monokultur adalah pertanaman tunggal. Aku punya beberapa bibit disini yang mana akan dibagi dan digilir proses penanamannya."
"Langsung ke pembagian pekerjaan, kau! ibu yang disana!" tunjukku pada seorang ibu muda.
"Saya?" tanyanya memastikan.
"Iya, kau yang akan memimpin kelompok Polikultur beserta 20 orang disisimu!"
"Di-dimengerti, Refal-sama!" Dia membungkuk gugup lalu mengarahkan kelompoknya.
'Sekarang sisanya... Aku akan menyerahkan kepadanya!' Bola mataku memutar mencari seseorang.
"Freya! Kau tahu apa yang harus dilakukan 'bukan?" tanyaku memastikan.
"Tentu saja, Refal-sama! Saya akan menangani kelompok Monokultur!" Angguknya memahami situasi sambil memberi hormat dalam.
Semuanya telah terencana sejauh ini, tinggal memberikan percakapan cetak biru juga kepada mereka.
"Kalian ambil ini!" pintaku sambil melemparkan gulungan perkamen kepada kedua pemimpin kelompok.
"Ini..." Freya nampak berpikir sejenak.
"Itu adalah rincian rencana dan intruksi yang harus kalian ikuti!" lanjutku memperjelas.
"Oh Iya, Freya! Apa aku boleh meminjam buku-bukunya untuk ku bawa ke tempatku?" tanyaku baru teringat.
"Eh? Ya... tentu saja, silahkan Refal-sama..." Wajah Freya nampak bingung disana.
"Baiklah, Terima kasih. Dan juga, untuk Elixir dan bibit tanamannya. Aku meletakkannya di meja di rumahmu ya~" kataku sambil berlari pergi.
"Dimengerti...."
◈◈◈