Di rumah kayu sederhana ini, nampak kosong. Lagipula semuanya sudah ku arahkan untuk melakukan pekerjaan mereka masing-masing. Sekarang tinggallah mengurus bagian yang harus kulakukan. Gudang penyimpanan tua, amat berdebu dan jarang dikunjungi. Pintunya tak terkunci dan dibiarkan apa adanya. Mungkin Freya sengaja membiarkannya karena tahu kalau aku akan mengunjungi ruangan ini dengan sendirinya.
"Gadis yang bisa diandalkan...," Sementara aku tersanjung atas kepekaannya kini aku sudah berada di dalam ruangan. "Aku ingin punya bawahan yang akan memberitahuku apa yang ingin kuketahui dan yang akan mengerjakan apapun yang kuperintahkan"
Begitulah harapku yang kemudian terdistraksi setelah memperhatikan seluruh sudut tempat.
Debu hampir berada di setiap sudut tempat. Menumpuk tak terurus membuat buku-buku yang berjajar di lemari tampak memprihatinkan.
"Ini peninggalan leluhur mereka kan?"
Heran dengan ketidakpedulian mereka terhadap harta literatur, aku mencoba acuh dan meraih salah satu buku lalu mengusapnya lembut menyingkirkan segala kotoran.
Sampul berwarna biru cerah dengan kertas sama kuningnya dengan keenam buku sebelumnya. Setelah mengecek judulnya, aku kemudian menumpuknya di sebuah meja kecil di sudut ruangan dekat pintu masuk. Melanjutkan ke buku berikutnya dan di tumpuk kembali.
Hingga jemariku yang sedang memilah lemari buku tiba-tiba tercekat tak bergeming, mataku terpikat tak luput darinya. Sebuah buku yang nampak lebih kuno dan megah. Aku segera menggapainya karena penasaran, sebuah buku dengan sampul emas dan rantai besi kecil yang mengikatnya secara silang mencuri segala perhatianku.
Tidak ada judulnya...
"Buku apa ini?" tanyaku penasaran.
"Yah, mari kita selidiki itu nanti!" Aku kembali menumpuknya disana.
Karena sudah menumpuk cukup banyak, kemudian diriku membawa beberapanya keluar untuk diangkut ke dalam gerobak. Kegiatan ini diulangi sampai gerobaknya penuh atau setidaknya sampai buku dilemari habis kusikat semua.
Ada sekitar 211 buku ditambahkan dengan total yang kemarin telah kubaca. Sangat sedikit, ini tidak akan menghabiskan waktu seminggu bagiku untuk membaca dan mempelajari semuanya. Daripada tidak ada sama sekali kupikir keadaan sekarang juga tak masalah.
Begitulah, lalu aku menarik gerobak hendak membawanya keluar dari pemukiman.
Di halaman tempat para suku Dark Elf berkumpul sebelumnya, mereka tengah bergerumul saling berdiskusi. Menyadari kedatanganku sekejap mereka langsung memberi salam yang reflek ku balas dengan anggukkan ringan dan senyuman.
Aku menghampiri Freya yang terlihat menantiku di depan.
"Freya, aku akan kembali ke kuil untuk melakukan beberapa urusan. Untuk pekerjaan disini aku serahkan kepadamu dan Ghein"
"Tolong jangan khawatir dengan kami semua dan fokuslah dengan urusan anda, Refal-sama" ucap Freya membungkuk hormat.
"Kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa!" Aku meninggalkan mereka dengan ekspektasi.
"Semoga urusan anda dapat tuntas dengan baik"
Mendengar harapan dari belakang punggung membuatku mengangguk sekali menandakkan jawaban penerimaan.
Berjalan dengan perlahan mengarungi medan jalan setapak yang sama, untungnya disini hanya ada rerumputan dan semak belukar rendah. Jadi cukup memudahkanku menapakki setiap langkahnya. Terbesit perasaan janggal dibenakku, kemana penghuni hutan yang lain?
Selain suku Dark Elf tidak ada hewan ataupun makhluk lain disini. Sekarang hal yang patut diselidiki bertambah.
"Menyusun rencana... membangun domain... membuat lahan konsumsi... menyiapkan pasukan... dan semua itu harus dilakukan dalam selang waktu kurang dari satu bulan..."
Larut dalam pacuan pikiranku sendiri sampai membuat diriku lupa akan sekitar.
Menempuh waktu kurang lebih satu jam melewati hutan jati yang mana kuasumsikan total jarak kasarnya sekitar 5,5 KM. Membahas tentang jarak antara Dungeonku dengan pemukiman para Dark Elf, aku kembali teringat tentang keadaan fisikku yang abnormal.
Tubuh ini pulih dengan cepat, dan yang lebih penting dari semua, rasanya seperti rasa lapar tubuhku ditekan sampai minimal. Terakhir kali aku makan adalah saat Midori menyuguhiku dengan tanaman yang dibawanya.
Ini kembali memicu rasa penasaranku.
Saat aku mendekati kuil dungeon, disana sesuatu nampak melompat-lompat membuatku bergeming kemudian menoleh dan memicingkan mata mencoba memperjelas penglihatan.
"Midori?"
Pyon!
Kawanku sudah kembali dan selesai dengan pekerjaan eksplorasinya.
Slime hijau yang amat cerdas, kuasumsikan... kenapa dia menungguku kembali disini? Alasannya jelas, jika dia kembali ke desa kemungkinannya berpapasan dengan orang selain diriku akan meningkat, itu berbahaya. Jadi dia memutuskan menungguku di Dungeon karena dia tahu aku pasti pulang kemari, kah?
Aku tersenyum memikirkan seberapa cerdas slime mungil yang mendadak melompat meminta perhatian lebih dariku.
"Kau ingin pujian, kawan?" Aku mengelus tubuh kenyalnya ini dengan lembut.
Pyon! Pyon!
Dia bergoyang karena kegirangan, setelah sedikit memujinya lalu aku kembali berdiri dan menghadap kearah gerbang masuk Dungeon.
"Open Dungeon!" titahku membuat gerbang kuil terbuka, kemudian aku mengajak Midori untuk masuk sementara tanganku masih menarik gerobak. "Ayo masuk, kawan!"
Ruang remang, suasana kelam dan hening kembali menyambutku. Perasaan yang sangat serasi denganku, tuan rumahnya. Aku meletakkan gerobak berisi buku di samping tahkta, berikutnya aku membenamkan seluruh tubuhku dan duduk dengan megah.
"Sekarang kawan, tolong ambilkan buku berwarna emas dengan rantai itu!" pintaku menunjuk gerobak. Midori dapat dengan mudah mengetahuinya karena aku menumpuk buku yang terlihat spesial itu diurutan terdepan.
Pyon!
"Kenapa buku ini dirantai? apa isinya catatan pribadi? atau... terlarang?" Sementara aku bergumam penuh tanya, tanganku iseng dan tak sengaja memutus rantainya dengan mudah. "Ah! putus?!"
Halaman buku terbuka dengan sendirinya, menampilkan tulisan literatur yang amat indah. Bahasa asing yang berbeda sekali dengan pelafalan yang kuketahui. Walau begitu, berkat skill "Literation" kini aku dapat memahami makna di dalamnya.
Aku membacakan syair asing dari buku kuno tersebut layaknya merapal mantra asing.
"Lex congregandum Heros, Princeps Valhalla, cælum, ut provocarent oculos soror. A Heros quis diligit bello cecidisset, et sanguine. Sheryl Valkria a Aemulator!" — (Ritual pemanggilan sang Pahlawan, Putri Valhalla, Saudari yang menantang surga. Pahlawan jatuh yang cinta akan perang dan darah. Sheryl Valkria sang Penantang!)
Seketika udara tenang meracau, mendistorsi keheningan menjadi kekacauan, membelah ruang menjadi retakan putih nan terang. Aku menahan hembusannya, menyilang tangan di depan wajah demi tindakan pertahanan. Netraku sempat tertutup sesaat dan dikala kedua mata ini terbuka lebar-lebar, aku terbelalak memandangnya. Sedangkan untuk Midori, dia dengan sigap mengempis lalu bersembunyi di balik pinggangku.
Seorang wanita cantik dengan surai panjang keemasan dan mata merah crimson, memandangku dari kemunculannya di langit-langit kuil. Seragam militer berwarna hitam memberikan tekanan intimidasi hebat, layaknya seorang veteran militan. Aku tak percaya wanita secantik bak keindahan mentari ini memberikan tekanan kematian yang dalam.
Dia mendarat anggun disana, menatapku kembali dengan dingin. Tatapan kosong tanpa belas asih ditorehkannya, membuatku sempat tertegun sejenak di takhtaku.
"Manusia... beraninya kau memanggilku!" makinya memecah keheningan.
". . . ." Saat ini aku hanya diam tanpa jawaban, mencoba mencerna situasi yang ada agar tidak ceroboh saat berucap.
"?!!" Dia tersentak.
"Tunggu. Aura ini, kau...," Ekspresi Wanita itu tiba-tiba berubah setelah memperhatikanku sejenak, dia sempat terperangah disana.
Kemudian mendadak dia tunduk dengan memberi penghormatan terdalam kepadaku.
"Maafkan aku, Master! aku kira kau adalah seorang manusia rendahan...," ungkapnya menyaturkan maaf terdalam.
'Apa ini?' Sampai titik ini puzzle pemahamanku masih belum tersusun seluruhnya.
Kenapa dia tiba-tiba... tunggu! apa yang dia maksud dengan Master?!
"Siapa kau?" tanyaku mencoba tetap tenang.
Dia mentengadahkan wajahnya, memandangku dengan perubahan ekspresi yang drastis. Sebuah kilauan terang benderang membuatku serasa tersorot.
"Aku adalah Sheryl Valkria, seorang unit Hero dari Valhalla. Master telah memanggilku sebagai pelayan engkau, aku disini bersumpah atas namaku sebagai Valkria akan tunduk dan memberikan segala yang kumiliki baik jiwa dan raga untuk menjunjung kesetiaanku kepadamu, Master!" balasnya, tangannya menempel diantara dada yang membuatnya layak sebagai ksatria anggun.
Di titik ini aku tak membantah, momen bagai legenda telah terjadi. Dan kini seorang wanita cantik nan rupawan menunduk dan bersumpah setia kepadaku. Aku telah menjadi tuannya secara tiba-tiba, bagaimana aku akan bereaksi sekarang. Berpacu dalam keheranan ekstrim, selang sesaat, kemudian aku membalas sumpah wanita tersebut.
"Namaku Refal Alfian, King of Calamity. wahai pahlawan Valhalla, Sheryl Valkria! Aku menerima sumpahmu sebagai bawahan kepercayaanku!" cetusku membuatnya semakin bersinar.
[Sheryl Valkria telah bergabung dengan Troops anda!]
Aku hanya mencoba mengikuti alurnya, apakah aku seperti chuunibyou sekarang? Ahh... ini semakin memalukan!
"Ah... terima kasih atas kepercayaanmu, Master!" Dia berseru sementara senyuman terang itu terus menusukku.
". . . ."
Percakapan berhenti sampai disana, suasana menjadi amat canggung. Aku hanya memalingkan sedikit pandangan mataku darinya, tekanan ini terlalu banyak untukku. Biarkan aku menarik nafas lega sesaat.
Dia bangkit dari bungkuknya lalu berdiri tepat di samping kananku layaknya pendamping dan penjaga. Aku sedikit curi pandang kepada sosoknya, Sheryl membalas dengan senyuman simpul.
"... Apa aku harus memanggilmu, Sheryl?" tanyaku mencoba mencairkan suasana.
"Ya, Master!" serunya bersemangat.
Kemudian berakhir dengan situasi yang lebih canggung. Tunggu dulu, berikutnya aku harus apa?! Kepalaku blank setelah melihat fenomena diluar nalar, yang sekarang lebih membuat otakku tercengang adalah fakta kalau sekarang seorang wanita cantik kini melayaniku.
Dia berdiri di sebelahku, menatap larut dengan penantian. Apa yang dia inginkan sekarang? Tidak... tenanglah diriku, tenang!!
Aku sedikit menggigit lidahku agar merasakan stimulus rasa sakit untuk membuat otakku kembali pada ketenangannya.
"Apa aku boleh tahu apa kemampuanmu?" tanyaku dengan ekspresi poker face.
Dia memandangku heran, kenapa begitu? Dari yang kubaca, dia terkejut karena aku masih tetap tenang bahkan setelah semua itu. Kuakui, aku lebih lemah darinya, amatlah lemah malah. Dalam situasi dimana seorang predator menatapmu, kau seharusnya takut bukan? Sedangkan aku... tidak bergeming sedikitpun.
Kupikir itulah alasan dia heran sekarang.
"Aku memiliki kemampuan sebagai unit tentara khusus di medan perang, dengan senjata api 'Warfare' bernama Gunn Gunnr. Aku juga memiliki skill 'Assault Mode, Stealth Mode dan Float' apa aku harus menjelaskan detailnya, Master?" tanyanya serius.
Aku tertegun karenanya. Eh? Serius?! Setelah pikiranku yang dipenuhi beban, sekarang akhirnya ada bola emas yang menggelinding kearahku!
Hampir saja tersenyum gembira, aku berusaha mempertahankan ekspresi poker face-ku.
"Baguslah!" balasku singkat. Tanpa dijelaskan lebih detail aku dapat mengetahui dengan jelas seberapa tinggi kaliber kekuatan Sheryl.
Dia sekarang lebih bersemangat setelah mendengar respon pujian dariku.
"Apa yang bisa aku lakukan selanjutnya untukmu, Master?" tanya Sheryl mendesak dengan mendekatkan wajah berkilaunya kepadaku.
Tunggu! Terlalu dekat! Terlalu dekat! Aku hampir meledak karena malu disini!!
Aku memejamkan mata sementara kedua tanganku ujung jarinya saling ditempelkan.
"Aku akan menjelaskan... wajahmu terlalu dekat itu mengganggu!" Dan kata inilah yang keluar dari mulutku.
"Ma-maaf...."
"Kita memang akan berperang, membangun Domain dan memperluas Domain!"
Pernyataanku sontak membuat wanita pirang cantik ini kembali bersinar dan berapi-rapi. Dia menyeringai tak sabaran, kurasa dia adalah seorang yang gila perang...
"Sabarlah, dan bantu aku membangun Dungeon ini dari nol!" pintaku menyeringai.
"Dengan senang hati, Master!" Sheryl memejamkan mata sambil memberikan hormat.
Dan begitulah, aku berakhir dengan memiliki unit Troops baru yang tidak disangka-sangka. Kenapa buku summon seperti ini bisa ada di suku Dark Elf?! Dan kenapa mereka tidak menggunakannya?! Apakah mereka hanya tidak mengerti bahasanya? Atau mereka tidak memiliki bakat untuk ilmu sihir... daripada bingung kurasa menanyakan langsung kepada mereka adalah pilihan terbaik.
◈◈◈