Chereads / My Husband is not Gay / Chapter 3 - Dilandaskan Rasa Sayang dan Dendam

Chapter 3 - Dilandaskan Rasa Sayang dan Dendam

"Pak Adam seharusnya di rawat di rumah sakit. Keadaannya tidak cukup baik berada di sel penjara. Beliau sudah sangat tua dan keadaan bisa semakin memburuk kalau tetap di biarkan begini."

Di tengah malam Tya mendapatkan telpon dari pihak rutan. Ayahnya pingsan di dalam sel tahanan.

Tya bergegas ke rutan itu tak peduli kalau hari sudah gelap bahkan bisa saja banyak kejahatan yang menghadangnya di luar sana.

Melihat kondisi ayahnya yang terbujur di atas bangsal rumah sakit rutan, sedikit banyak membuat dirinya lega. Meski tidak bisa di bendung rasa sakit hati melihat kondisi ayahnya yang sangat parah ini.

Haruskah pria setua ini ada di penjara? Apa yang harus ia lakukan demi agar ayahnya bisa bebas? Seharusnya saat ini sang ayah ada di rumah dengan tempat tidur empuk. Bukannya harus meringkuk di atas dinginnya lantai penjara.

Tya meraih jemari ayahnya, mencium punggung tangan ayahnya sembari menangis. Anak rambutnya setengah menutupi wajah, bahunya bergidik kecil dengan lirih tangis yang tak bisa di tahan nya lagi.

"Ayah maaf Tya tidak berguna sebagai anak," tangis Tya menghadapi ayahnya. "Sebesar ini Tya tidak bisa membuat ayah menjalani hari-hari yang nyaman menghabiskan masa tua."

Bukankah sebagai anak harusnya Tya bisa memberikan tempat agar ayahnya merasa nyaman, tenang dan bahagia? Kalau seperti ini keadaannya, mana mungkin dia bisa memberikan itu semua.

Bahkan dia masih kuliah.

Semua ini hanya karena sang ayah mencoba menjadi ayah yang baik bagi anak-anak dan juga istrinya. Tapi itu semua tidak membuat para anak-anak dan istri beliau memberikan yang terbaik.

Semua pergi tak peduli kondisi Adam Joetama. Bahkan Tya yang tersisa sendiri di sisi sang ayah tidak bisa berbuat banyak. Tya teramat sedih merasakan ketidak bergunaannya.

Semua ini atas perbuatan keluarga Frederick!

Tunggu!

Frederick?

Benar. Tya baru ingat lagi tentang tawaran gila Tuan Dennis Frederick.

Menikah dengan putra tunggal keluarga Frederick eh?

Senyum licik Tya mengulas. Mungkin dengan menerima itu dia bisa membuat ayahnya bebas, satu paket bisa membalas sakit hatinya dengan perilaku mereka terhadap ayahnya.

****

Pagi menjelang siang di hari senin adalah hari paling sibuk nasional. Tapi tidak dengan Antonio yang masih tidur tenang tanpa pakaian di atas tempat tidur. Yah meskipun begitu dia mengenakan celana pendek.

Wajahnya tampak kelelahan karena memang baru tidur pukul 4 pagi. Setelah menghabiskan waktu bersama teman-teman tidurnya yang tidak berfilter itu.

Mau pria atau wanita, semua di embat.

Lagi enak-enaknya tidur, beberapa pengawal rumah datang membangunkannya, Antonio sangat kesal tapi para pengawal itu tetap menyeretnya untuk ikut.

"Aaaargggh..... Mau kalian apa sih?" berontak Antoni sambil berusaha melepaskan dua tangannya. Keadaannya yang hanya pakai celana pendek saja sama sekali tidak membuat pria itu merasa perlu malu.

"Tuan Dennis ingin anda turun untuk sarapan," jelas salah satu penjaga rumah.

"Ck! Katakan pada tua bangka itu aku masih tidur," kata Antonio kesal. Ia sudah hendak kembali ke kamarnya lagi.

"Tuan Dennis ingin kau ada di meja makan," suara teguran yang terdengar berkharisma itu, tiba-tiba muncul dari ujung tangga atas.

Makin menyulut rasa marah Antonio.

"Sebaiknya segera menggunakan pakaian. Ada yang ingin disampaikan Tuan Dennis," ujar pria itu lagi.

Siapa lagi kalau bukan Jeremy Mexes. Pria yang selalu menjadi pusat pujian dan pandalan Tuan Dennis dalam menjalankan bisnis. Juga sangat di butuhkan beliau.

Satu hal lagi, pria ini sangat di benci Antonio.

"Aku heran, di sini siapa tuan dan siapa bawahan. Kenapa bisa bawahan mengatur tuannya," gerutu Antonio.

Dengan tenang Jeremy membalas. "Aku tidak bingung. Aku baru melaksanakan keinginan Tuan besar yang bekerja keras di rumah ini dan menggaji semua pekerjanya. Dan tugasku hanya perlu membangunkan anjing peliharaan beliau."

Senyumnya makin sinis pada Antonio. Pria itu langsung pergi begitu saja.

"Sialan. Awas saja kalau aku menjadi pimpinan perusahaan nanti dan tua bangka itu sudah mati, kuhabisi dia," gumam Antonio dengan gemelatuk menahan kesal.

Sambil menggerutu Antonio terpaksa turun menemui ayahnya. Di meja makan, dahinya mengernyit saat melihat sosok yang asing dalam pandangannya.

Tak peduli dengan orang itu, dia mengambil tempat di kursinya seperti biasa.

Semua orang di meja makan hanya bisa menghela nafas saat melihat Antonio yang hanya mengenakan celana pendek duduk untuk makan. Jangan tanyakan mandi, cuci muka pun tidak.

Tapi satu orang di sana. Dia Tya Anastasya. Melihat Antonio dengan raut wajah terperangah. Seperti tidak menyangka sosok pria di depannya. Akan sekacau ini penampilan Antonio Frederick itu.

Dennis berdeham. Semua orang memusatkan perhatian padanya. Termasuk Antonio yang juga ikut meliriknya meski malas-malasan.

"Tya. Perkenalkan dia putraku. Antonio Frederick." Tuan Dennis menatap Tya sejenak lalu berpindah pada Antonio. "Dia wanita yang akan menjadi istrimu," ujar tuan Dennis kala memandang putranya.

Antonio tampak terdiam melihat penampakan Tya sembari menilai penampilan wanita di depannya yang katanya akan menjadi istri dari Antonio Frederick.

Antoni memang tidak heran kalau rencana Daddy nya bisa terlaksananya secepat ini. Tapi dia heran karena tidak mengenal sama sekali wanita bernama Tya ini. Anak siapa dan dari keturunan apa.

Setaunya sang Daddy sangat monoton pada keturunan dan bibit bobot.

"Kalian sudah tau apa tujuanku mempertemukan kalian. Dan aku ingin rencana pernikahan ini di laksanakan secepatnya."

Tya agak terkejut. Matanya membelak, tapi tidak mengatakan apa-apa.

Sementara Ellyana, sangat jelas kalau dia tidak menerima rencana sang suami.

"Dari keluarga siapa gadis ini?" nyonya Ellyana bersuara menatap Tya dengan bulu mata lentik nya.

"Dia dari keluarga Joetama."

Nyonya Ellyana memandang suaminya tertawa merendahkan. "Kau tidak salah mencari calon untuk putraku. Dia putra kita satu-satunya. Harusnya kau carikan dia gadis dari keluarga yang sederajat dengan kita," protes beliau.

Tya menghembuskan nafas pelan. Sebisa mungkin tidak meneriaki Nyonya Ellyana yang secara gamblang menghinanya. Dia harus bersabar. Demi ayah dan juga rencananya.

"Dia gadis baik. Sudah cukup bagiku," balas Tuan Dennis menjawab istrinya sekenanya.

Protes nyonya Ellyana sama sekali tidak dibutuhkan tuan Dennis. Bahkan dia tidak peduli dengan dengusan dan tatapan tajam wanita berstatus istrinya itu.

"Dan kau Antonio, jangan buat aku terpaksa mengeluarkanmu dari keluarga Frederick. Aku ingin kau menikah dan menjadi lebih baik. Atau kau pergi saja dari sini."

Brak!

Antonio menggebrak meja. Mengendus keras dengan sangat kesal lalu pergi tak peduli dengan tekanan Daddy-nya. Terakhir dia juga menodongkan tatapan tajam pada Tya yang tidak bisa apa-apa.

****

Antonio lebih memilih diam di balkon kamar. Dia cukup kesal dengan peraturan dan keinginan sang Daddy yang selalu dan harus ia lakukan. Bahkan kalau ia tidak menyukai itu.

Sejak kecil tidak ada hal yang ia sukai yang pernah di berikan kesempatan. Semua selalu di tentang dan menurut Tuan Dennis itu selalu salah. Meski keinginan Antonio tidak salah di mata hukum maupun agama, tapi kalau tuan Dennis tidak suka, maka ia tidak bisa lakukan apapun.

Haruskah ia pergi dari sini?

Sepertinya lumayan bagus. Senyum Antonio mengembang sedikit membayangkan dirinya yang mungkin saja lebih bahagia tidak tinggal di sini. Ia yakin akan sukses dan akan pamer pada pria tua itu kala dirinya bisa berdiri dengan kaki nya sendiri.

"Kalau menurutku lebih baik menikahi gadis yang tidak dikenali dari pada di buang menjadi sampah tak berguna."

Seseorang yang amat sangat di benci nya secara sengaja datang. Bergumam dengan nada yang sangat menyebalkan.

"Kau menyindirku?!"

"Aku hanya berucap. Kalau kau merasa tersindir, berarti itulah dirimu." Ia tersenyum sinis. "Lihat dirimu sendiri. Kalau di buang dari keluarga ini, mau jadi apa kau?"

Tangan Antonio menggenggam kuat. Berani-beraninya jongos tuan besar yang satu ini berbicara lancang padanya.

Dasar penjilat!

"Kau pikir aku takut di buang dari keluarga ini? Aku tidak serendah kau yang bergantung pada sikap menjilatmu pada tuan Dennis Frederick itu. Aku akan keluar dari rumah ini, kaya raya dan hidup bebas sesukaku!" Antonio berucap dengan kalimat pasti dan sangat yakin.

Jeremy tertawa seolah tidak percaya. "Kira-kira apa yang akan membuatmu kaya raya keluar dari keluarga ini? Kau bahkan tidak berbakat," sindir Jeremy dengan senyum sinisnya.

Itu malah kian menyulut emosi Antoni. Pria itu kini berdiri dari duduknya. menatap Jeremy dengan tatapan membunuh.

"Kau tau, setelah kau pergi karena rasa tidak terimamu, maka aku akan langsung menjadi pewaris keluarga Frederick! Sementara kau, akan jadi pecundang selamanya." Kalimat Jeremy ditutup dengan kekehan kecil. Lalu dia pergi.

Prank!!!!

Dengan nafas berat Antonio menumpukan kedua tangannya di pagar balkon. Menatap lurus ke depan. Deru kemarahannya, bahkan darah yang keluar dari telapak tangannya karena beling gelas yang ia tinju. Kali ini ia sudah tidak bisa menerima orang-orang di sekitarnya yang berlaku sangat gurangajar.

Bahkan posisinya sebagai putra satu-satunya keluarga tidak di hormati di sini. Harusnya ia memang sudah pergi dari dulu!

Pemandangan di bawah sana. Jeremy yang sudah ada di dekat mobil yang akan di tumpangi Tuan Dennis. Berdiri tegap, dan dapat Antonio rasakan lirikan meremehkan pria itu padanya.

Ini pemandangan biasa. Jeremy asisten kepercayaan tuan Dennis yang di cap sangat berguna, dan ia yang hanya seorang anak yang selalu malas-malasan.

Tak lama tuan Dennis tampak mendekati mobil. Gerakan gesit dan berwibawa Jeremy membukakan pintu mobil, terlihat jelas di mata Antonio aura penjilatnya.

Ia mencibir dalam hati. Rasanya Ingin Antonio lempar saja bed sofa di balkon ini saat Jeremy mengejeknya dengan mengacungkan jempol terbalik padanya.

"Gurangajar! Awas kau!"

Bersambung....