"Nona, ada yang ingin bertemu dengan anda."
Tya berbalik saat seseorang memanggilnya. Seorang pria muda dengan pakaian jas hitam dan kemeja putih di dalamnya.
Ia mendekat ragu pada orang itu. Melihat kanan dan kiri mencari orang lain yang mungkin saja diajak bicara pria ini. Tapi, hanya dirinya di sana. "Anda bicara dengan saya?" tanya Tya.
"Benar Nona. Anda keluarga Tuan Joetama bukan?"
Tya mengangguk agak ragu. "Memang kenapa, Pak?" tanya Tya.
"Ada seseorang yang ingin bicara dengan anda."
Dahi Tya mengerut. Ia tiba-tiba menjadi waspada. "Siapa?"
"Mari ikut saya."
Tya hampir tersentak dan berteriak nyaring saat beberapa orang menariknya paksa kesebuah ruangan.
Di dalam sana ada dua orang dengan usia yang terpaut cukup jauh. Yang satu masih muda, dan yang satunya lagi tua.
Ia tidak mengerti kenapa dibawa ke tempat ini. Dan siapa orang-orang ini?
"Nona Joetama, Tuan," ujar salah satu orang itu.
"Duduk, Nona Joetama."
Pria itu mempersilakan dengan hormat. Senyumnya juga cukup bersahabat.
Tya mencoba menurut. Duduk gelisah di sofa depan pria itu.
"Nona kenal saya?" tanya pria tua itu.
Tya memerhatikan wajah pria di depannya. Cukup lama dan benaknya berbisik kalau pernah bertemu di sesuatu tempat.
"Saya, Dennis Frederick," kata pria itu.
Dennis Frederick?
Dennis?
Frederick?
Keluarga Frederick?
Tya bergumam dalam hati dengan kefamiliaran nama pria kisaran 70 tahunan ini.
"Kalau boleh kutambahkan, aku pemilik perusahaan tempat ayahmu bekerja," ujarnya.
Seketika itu juga Tya mengingat. Pria inilah. Dia yang menjobloskan ayahnya ke penjara dengan alasan korupsi. Benar, dia orangnya!
"Anda mau apa?" tanya Tya penuh waspada.
Senyum pria tua itu mengembang. "Jadi kau benar putri bungsu Joetama?" tanya Dennis.
Tya mengangguk dengan enggan. Dia takut pria ini akan macam-macam.
"Kau mau ayahmu bebas?" tanya tuan Dennis tiba-tiba.
"Ma-maksud anda ayah saya di bebaskan?" ulang Tya menumbuhkan secercah harap.
Tuan Dennis mengangguk beberapa saat. "Tapi, tentunya ada syarat."
"Syarat?" Tya mengulang kalimat tuan Dennis dengan dahi berkerut.
Tuan Dennis mengangguk tenang. Tampak tidak terburu-buru menjelaskan.
"Aku bisa saja membebaskan ayahmu. Tapi apa kira-kira yang bisa kudapatkan kalau ayahmu bebas?"
Pertanyaan tuan Dennis itu cukup jelas, dia ingin timbal balik yang tidak bisa Tya pikiran apa itu. Tapi Tya tidak mengerti kenapa Tuan Dennis mempertanyakan soal apa yang pria itu dapatkan. Pria ini kaya raya, apa yang dia harapkan dari seorang gadis muda sepertinya?
"Maksud anda? Apa yang anda inginkan?" tanya Tya tegas. Di saat seperti ini bukan waktu bagi Tya merasa takut meskipun sebenarnya dia tidak tenang.
Kekehan kecil keluar dari mulut tuan Dennis. "Kurasa kau cukup cantik menjadi menantuku," ujarnya dengan lirikan menilai.
Mendapat tatapan dan perkataan seperti itu, membuat Tya merasa benci pada pria di depannya.
"Aku akan bebaskan ayahmu, dengan timbal balik kau menikah dengan putraku."
****
"Putraku bernama Antonio Frederick. Kau bisa lihat fotonya dan kau bisa menilai sendiri begitu tampan putraku. Tapi..."
"Dia gay. Aku mau kau menikah dengan putraku untuk menutupi masalah yang mungkin saja timbul bila sampai media mengetahui tentang rahasia itu."
Tya langsung membanting tasnya begitu sampai di kamar. Ia kesal mengingat perkataan Tuan Dennis di rutan penjara tadi. Bisa-bisanya pria itu menginginkan dirinya bersikap serendah itu.
Amit-amit sampai ia harus bersatu dengan pria yang punya mental seksual membelok. Bahkan kalau di tawarkan harta yang sangat banyak pun Tya tidak mau.
Ia jadi semakin mengingat bagaimana bencinya dirinya pada keluarga Frederick.
Saat kasus korupsi itu, yang mereka jebloskan ke penjara hanya ayahnya. Padahal, orang-orang yang terlibat sangat banyak bahkan sampai dilibati oleh pimpinan perusahaan cabang itu sendiri.
Tapi yang di penjara hanya ayahnya. Semua orang yang lain hanya kehilangan pekerjaan tapi bisa berkeliaran sesuka hati. Ia benci dengan pilih kasih yang dilakukan para orang-orang kaya itu.
Dan sekarang orang itu tanpa rasa malu malah memintanya ingin menikah dengan pria mental membelok.
Setampan apapun kalau hasratnya tidak normal mau bagaimana? Tya tidak akan sudi.
Suara-suara dari kamar ayahnya, samar-samar terdengar oleh Tya. Sejak ayahnya di penjara, Tya memilih tinggal di rumah Ayahnya. Dan kamarnya berposisi di samping kamar sang ayah.
Dahi Tya mengerut. Setahu Tya, istri ayahnya ini tidak ada di rumah beberapa hari sejak penangkapan ayahnya, Adam Joetama.
Mulai hari itu, hanya Tya yang setia ada di samping sang ayah. Dan rumah ini kosong sejak kejadian itu. Tya beranjak dari kamarnya dan bergerak ke kamar sang ayah.
"Mama?"
Wanita berusia kisaran 50 tahunan dengan dandanan yang masih mencolok itu berbalik dan tampak terkejut mendapati Tya yang ada di sana.
"Tya? Kamu di sini?"
"Iya. aku di sini sejak ayah masuk penjara. Mama kemana saja?" tanya Tya seraya masuk mendekati mama tirinya.
Selly, mama tiri Tya. wanita itu tampak kikuk menjawab pertanyaan Tya.
"Apa yang mama cari?" tanya Tya melihat lemari pakaian Ayahnya terbuka. Tumpukan baju di dalam juga berantakan seperti habis di obrak abrik.
"Ma-mama...., cuma cari pakaian untuk ayah kamu yang di penjara saja."
Mata Tya memicing curiga. "Tapi aku sudah mengirim barang-barang yang di butuhkan ayah beberapa hari lalu."
"Iya. Tapi tadi mama mengunjungi ayah kamu dan dia minta mama buat ambilkan beberapa pakaian."
Penjelasan itu, sontak membuat Tya tertawa kecil. "Mama menghilang setelah tau ayah di pecat dari perusahaan dan di tahan oleh pihak kepolisian. Lalu mama tiba-tiba datang dan bilang kalau mama habis jenguk Ayah. Jadi selama ini mama kemana?"
"Mama sibuk. ada banyak urusan yang harus mama selesaikan," jawab Selly dengan cepat.
"Oh, mama sibuk. Anak-anak mama juga gitu. Kalian semua sibuk mencari parasit lain setelah melihat kalau ayahku sudah tidak bisa kalian hinggapi hidup lagi?"
"Heh! Jaga bicara kamu!"
"Ma, selama ini aku selalu diam bahkan ketika mama bertindak kejam dengan menyingkirkan aku dan bunda dari rumah ini. Bahkan bunda juga bersikap lapang dengan pergi dan berusaha membuat kehidupan baru tanpa menganggu kalian. setelah itu, kenapa setelah ayah terpuruk sejauh ini, mama malah lari. Membiarkan ayah seorang diri!"
Tya mengenang masa di mana ia melihat tangis di mata bundanya. Lalu dirinya melihat sang bunda berlapang dada lalu pergi. Membawa putrinya, merawat dan membesarkan dirinya. Bahkan di sini tidak ada secuil jua pun bantuan dari sang ayah. Bundanya berusaha keras, merawat anak perempuan berusia 5 tahun, seorang diri hingga anaknya besar.
"Mama. Dulu ayah rela meninggalkan bundaku demi mama. Sekarang, kenapa mama malah pergi setelah ayah membutuhkan mama?"
"Kalau ayah kamu meninggalkan istri pertamanya Karena dia memilihku, itu berarti keberuntunganku. Dan kalau aku memilih pergi setelah semua yang terjadi pada kamu kami Tya, berarti itulah kerugian ayah kamu." Selly dengan santainya membalas.
"Jadi itu semua bukan kesalahan dariku. dan ayahmu pernah berjanji padaku untuk memberikan apapun yang kuinginkan."
"Tapi bisa mama lihatkan betapa ayah mencintai mama bahkan meninggalkan keluarganya? Sekarang bisakah aku lihat mama lebih memperhatikan ayah? Dia sekarang membutuhkan mama."
"Maaf, Tya." Selly menggeleng. "Mama hanya akan mendekati pria yang bisa membuat mama bahagia. Jadi kamu bisa urus sendiri ayah kamu. Tapi kalau kamu tidak mau juga tidak masalah. Toh kita sama-sama di rugikan oleh ayah kamu itu."
Selly tersenyum kecil mengingat semua yang pernah terjadi. Dan dia tidak keberatan kalau harus meninggalkan itu semua.
Dia melenggang pergi dari kamar itu, tanpa beban sama sekali.
Bersambung....